SANCAnews.id – Beberapa hari belakangan
ini publik dihebohkan oleh keberadaan komplotan atau kubu di dalam internal
Polri yang dikepalai oleh mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
Kabar
tentang geng Irjen Ferdy Sambo ini disuarakan oleh Menko Polhukam Mahfud MD
hingga Indonesia Police Watch (IPW), serta Komisi Kepolisian Nasional
(Kompolnas).
Dikutip
TribunWow dari Tribunnews, eks Kabareskrim Komjen Purnawirawan Susno Duadji
memaparkan ada beberapa faktor yang menyebabkan Irjen Ferdy Sambo memiliki
pengaruh yang begitu kuat di dalam internal Polri.
Faktor
pertama, Susno menjelaskan bahwa Irjen Sambo menjabat posisi strategis yang
dapat menunjuk orang sesuai keinginannya.
"Berarti
orang yang ditempatkan dengan rekomendasinya (Ferdy Sambo-red) kan bisa menjadi
jaringan dia. Kekuasaannya besar sekali," terang Susno dikutip dari
wawancara di iNews Sore yang tayang, Kamis (18/8/2022).
Faktor kedua, Susno menyoroti keistimewaan jabatan Kadiv Propam yang dipegang oleh Susno. Susno menjelaskan bahwa Irjen Sambo memiliki kuasa untuk menentukan nasib seorang anggota Polri.
"Dia
kan kepalanya atau bosnya polisinya polisi," sebut Susno.
"Dia
bisa menentukan hitam putihnya orang," ucapnya.
Lewat
wewenangnya, Irjen Sambo mampu mencopot seorang anggota polisi yang melakukan
pelanggaran.
Faktor
ketiga, Susno menyampaikan bahwa Irjen Sambo sudah terlalu lama memegang
jabatan Kadiv Propam.
"Orang
lama satu jabatan, dia bisa mengatur, mengusulnya si A di sini si B disini. Ya
bisa kuat karena jaringannya bisa dimana-mana," katanya.
Irjen Sambo diketahui mulai menjabat sebagai Kadiv Propam per tanggal 16 November 2020. Sebelumnya Irjen Sambo sempat menduduki posisi Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri.
Faktor
terakhir, Irjen Sambo memegang rahasia institusi Polri.
"Itu
jelas, dia mengantongi. Tapi untuk siapa dan jabatan apa. Tapi dia tidak bisa
mencopot atau menghukum, harus lapor ke Kapolri. Tergantung Kapolri percaya
atau tidak sama laporannya. Di-kros cek atau tidak laporannya," ungkap
Susno.
Fakta Komplotan Samb
Seiring
berjalannya waktu, kasus pembunuhan Nofriansyah Hutabarat alias Brigadir J
semakin terkuak.
Muncul
fakta-fakta baru, satu di antaranya adalah keberadaan komplotan mantan Kadiv
Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
Dikutip
TribunWow dari Tribunnews, ada puluhan polisi yang diketahui tergabung dalam
geng Sambo secara sadar membantu Sambo menutupi kasus Brigadir J.
Komplotan
Irjen Sambo diketahui rela melakukan segala hal bahkan mempertaruhkan karier
mereka demi membantu Irjen Sambo.
Nekat Pertaruhkan Karier
Meski
baru empat tersangka, telah ada puluhan polisi yang diperiksa terkait kode etik
yang diduga terlibat dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Dikutip
TribunWow dari Tribunnews, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh
Santoso menjelaskan ada beberapa cara yang digunakan oleh komplotan Irjen Ferdy
Sambo untuk menutupi kasus Brigadir J.
"Geng
mafia yang diketuai Ferdy Sambo menutup kasus kejahatan dengan kejahatan lain,
dengan suap, rekayasa kasus, narasi bohong dengan intimidasi bahkan dengan perlawanan
legal," kata Sugeng dalam wawancara di Kompas TV, Kamis (18/8/2022) sore.
Sugeng
juga menjelaskan bahwa para oknum yang terlibat secara sadar ikut menutupi
kasus Brigadir J.
"Ada
62 polisi yang diperiksa 35 terduga pelanggar kode etik dan empat menjadi
tersangka," kata Sugeng.
"Ini
sesuatu yang mebelalakan mata, bahwa ada 62 polisi yang sadar sukarela terjun
ke dalam jurang kegagalan dalam kariernya."
Datang dari Daerah ke Jakarta
Saat ini
total ada 35 polisi terbukti melakukan pelanggaran etik terkait kasus
pembunuhan Nofriansyah Hutabarat alias Brigadir J yang diotaki oleh mantan
Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
Dari 35
polisi tersebut, nantinya akan dibagi menjadi tiga kelompok yakni, mereka yang
melakukan pembunuhan berencana, mereka yang menghalang-halangi pengusutan kasus
(obstruction of justice), dan mereka yang berfungsi sebagai petugas teknis.
Dikutip
TribunWow dari Tribunnews, Menko Polhukam menjelaskan, mendapat informasi bahwa
komplotan Irjen Sambo rela datang dari daerah ke Jakarta demi membantu menutupi
kasus Brigadir J.
"Yang
saya dengar memang di Polri itu terjadi tarik-menarik yah. Bahkan grupnya Sambo
itu konon dari daerah-daerah meskipun enggak ada tugas di Jakarta datang ngawal
ke situ menghalang, upaya menghilangkan jejak itu dan menghalang-halangi
penyidikan," kata Mahfud dikutip dari YouTube Akbar Faizal Uncensored,
Kamis (18/8/2022). TribunWow.com telah mendapat izin untuk mengutipnya.
Mahfud
menjelaskan, bahkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo semapt dipanggil oleh
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) terkait kasus Brigadir J.
"Terus
presiden memanggil Kapolri diberi tahu supaya selesaikan. Sesudah Kapolri
berikutnya saya, terpisah. Saya dengan Pak Pramono Anung," ujar Mahfud.
Mahfud
bercerita, ketika menemui Jokowi, dirinya diminta agar kasus segera diumumkan
jangan ditunda-tunda.
"Ada
petunjuk Pak? 'Iya. Itu soal Kapolri itu kenapa lama-lama gitu. Sampaikan ke
Kapolri bahwa saya percaya kepada Kapolri bisa menyelesaikan ini masalah
sederhana kok tapi jangan lama-lama segera diumumkan, gitu kan," ungkap
Mahfud menirukan ucapan Jokowi.
Mahfud
menjelaskan, setelah mendapat pesan dari Jokowi, dirinya sempat berkomunikasi
dengan Ketua Harian Kompolnas Benny Mamoto terkait kasus Brigadir J.
"Terus
saya komunikasikan ke Pak Benny Mamoto, tolong dong komunikasikan ke Kapolri.
Terus tengah malam Kapolri kontak saya, WA tengah malam gitu. Pak Menko
Alhamdulillah ini sudah terang benderang semua dan sudah ketemu," ungkap
Mahfud. (tribunnews)