SANCAnews.id – Pembebasan bersyarat yang diterima
Habib Rizieq Shihab (HRS) dinilai tak lepas dari tekanan pemerintah Amerika
Serikat terhadap pemerintah Indonesia.
Demikian disampaikan Ketua Lembaga Kajian Publik Sabang
Merauke Circle (SMC), Syahganda Nainggolan, dalam diskusi webinar bertajuk
"Pembebasan HRS dan Masa Depan Keadilan Indonesia", yang
diselenggarakan Narasi Institut di Jakarta, Jumat (22/7).
Syahganda mengatakan,
dugaan itu bermula dari adanya rilis HAM yang dikeluarkan Kementerian Luar
Negeri Amerika Serikat awal tahun ini, yang meliputi kasus HRS selaku pemimpin
besar umat Islam sekaligus pemimpin politik untuk umat Islam.
"Jadi, HRS dikeluarkan guna merespons rilis Kementerian
Luar Negeri AS atas persoalan HAM dan juga sangkut paut terhadap kasus penembakan
laskar FPI di KM 50," jelas Syahganda.
Menurut mantan aktivis ITB era '80-an yang pernah dipenjara
oleh rezim Soeharto dan Jokowi itu, Indonesia dalam konteks dikeluarkannya HRS
memang membutuhkan dukungan Amerika dan Barat terkait bantuan pinjaman untuk
melaksanakan pembangunan.
Khususnya bantuan dari Amerika dan Barat serta lembaga
multilateral sangat terkait dengan urusan HAM.
"Di mana defisit anggaran pembangunan ke depan harus
bisa dipastikan diperoleh melalui pinjaman bilateral ataupun multilateral,
bukan lagi intervensi Bank Indonesia," tambahnya.
Bagi Syahganda, kebutuhan pinjaman untuk APBN nyata tak bisa
dipenuhi dengan mengandalkan penghasilan pajak yang hanya 9 persen dari PDB.
"Terkait soal pelanggaran HAM ini juga harus selesai sebelum
diselenggarakannya acara G-20, dimana pimpinan berbagai negara akan datang ke
Indonesia. Tentu pemerintah Indonesia akan sangat malu dengan pelanggaran HAM,
seperti pemenjaraan HRS, bila melakukan hajatan internasional," jelas
Syahganda.
Tak hanya itu, Syahganda juga meminta agar Jokowi melakukan
rekonsiliasi nasional dalam rangka bahu-membahu membangun Indonesia ditengah
situasi krisis saat ini.
Namun demikian, Syahganda menyarankan Jokowi menunjukkan
sikap menghormati HRS lebih dulu.
Di bagian lain, Syahganda mengharapkan Megawati dan HRS
membangun komunikasi yang baik sebagai simbolisasi dari dialektika jalan
pikiran Bung Karno.
"Sehingga Islamisme dan sosialisme/marhaenisme mampu
bersinergi," tegas Syahganda, mengakhiri.
Selain Syahganda, dalam webinar ini juga tampil sebagai
pembicara Gurubesar IPB Prof Dr Didin S Damanhuri, pengamat ekonomi M Fadhil
Hasan, Fahri Hamzah, serta pengacara HRS Azis Yanuar. (rmol)