SANCAnews.id – Pengamat kepolisian dari Institute
for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyebut beberapa
aturan yang telah dilanggar dalam mengungkap kasus polisi tembak polisi di
rumah Kadiv Propam nonaktif Irjen Pol Ferdy Sambo yang menewaskan Brigadir J
atau Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Bambang menyebutkan aturan-aturan dasar kepolisian yang
dilanggar dalam kasus Brigadir J, di antaranya terkait olah tempat kejadian
perkara (TKP), terkait pelaksanaan prarekonstruksi, dan terkait penggunaan
senjata api bagi personel Polri yang bertugas sebagai ajudan atau pengawal
perwira tinggi.
"Itu beberapa Peraturan Kapolri (Perkap) yang
dilanggar," kata Bambang.
Bambang menjelaskan, kehebohan dimulai dari langkah-langkah,
tindakan serta pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh Polri sendiri.
Dimulai dari tindakan pengambilan CCTV, olah TKP yang melanggar Peraturan Kapolri
Nomor 8 Tahun 2009, menunda pengumuman kepada publik, mengalihkan isu dari
penembakan menjadi pelecehan seksual, tidak menghadirkan tersangka penembakan
dan kejanggalan-kejanggalan yang tidak diterima nalar publik.
Menurut dia, semua kejanggalan itu bermuara pada
ketidakpercayaan kepada institusi Polri.
"Kita apresiasi langkah yang diambil Kapolri, meski agak
terlambat dan seolah menunggu desakan publik. Ke depan harapannya bukan hanya
penonaktifan Kadiv Propam, tetapi juga semua jajaran yang terlibat dalam
upaya-upaya menutupi kasus ini hingga tiga hari baru diungkap ke publik,"
kata pengamat dari ISESS itu pula.
Pelanggaran kemudian, menurut Bambang, terkait pelaksanaan
prarekonstruksi yang dilakukan di Polda Metro Jaya dan di TKP rumah Irjen Ferdy
Sambo, di Duren Tiga, Jakarta Selatan, Sabtu (23/7/2022) lalu.
Ia mengatakan sesuai Surat Keputusan Kapolri Nomor 1205 Tahun
2000 dalam BAB III angka 8.3 SK Kapolri 1205/ 2000 diatur metode pemeriksaan
dapat menggunakan teknik interview, interogasi, konfrontasi, dan rekonstruksi.
"Berdasarkan ketentuan di atas, rekonstruksi merupakan
salah satu teknik dalam metode pemeriksaan yang dilaksanakan penyidik dalam
proses penyidikan," katanya lagi.
Selain itu, ujar dia pula, rekonstruksi juga diatur dalam
Pasal 24 ayat (3) Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 yang secara lengkap
menyatakan: Dalam hal menguji penyesuaian keterangan para saksi atau tersangka,
penyidik/penyidik pembantu dapat melakukan rekonstruksi.
Kegiatan prarekonstruksi yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya
pekan lalu menimbulkan pertanyaan, siapa saksi dan tersangkanya.
“Dalam Surat Keputusan Kapolri Nomor 1205/2000 itu tidak ada
istilah prarekonstruksi,” kata Bambang.
Kemudian terkait penggunaan senjata api oleh Bharada Richard
Eliezer (Bharada E) selaku ajudan Irjen Pol Ferdy Sambo, menurut Bambang hal
itu tidak sesuai dengan peraturan dasar kepolisian. Dalam peraturan dasar
kepolisian, tamtama penjagaan hanya diperbolehkan membawa senjata api (laras
panjang), ditambah sangkur.
Menurut dia, pemberian rekomendasi penggunaan senjata api
tentu disesuaikan dengan peran dan fungsi tugasnya. Maka dari itu, peran
Bharada E dipertanyakan sebagai apa, apakah sebagai petugas yang menjaga rumah
dinas, sopir atau ajudan.
Apabila tugasnya sebagai penjaga diperbolehkan membawa
senjata api laras panjang ditambah sangkur atau sesuai ketentuan. Berbeda jika
personel tersebut bertugas sebagai sopir, akan dipertanyakan urgensi penggunaan
senjata api melekat dengan jenis otomatis seperti Glock.
“Kalau sebagai ajudan, apakah ajudan perwira tinggi sekarang
diubah cukup minimal level tamtama, dan apakah ajudan perlu membawa senjata api
otomatis seperti Glock dan sebagainya,” kata Bambang menanyakan.
Bambang mengatakan penting petunjuk pelaksanaan terkait
penggunaan senjata api tersebut, agar tidak terjadi penyalahgunaan. Dan insiden
Brigadir Yosua harus menjadi bahan evaluasi agar ke depan tidak muncul insiden
senjata api personel yang bisa menimbulkan korban meninggal dunia.
“Sementara ini saya juga belum menemukan detail aturan
terkait penggunaan masing-masing senjata api dalam Perkap Nomor 1 Tahun 2022,
jenis apa, untuk siapa, dan bagaimana aturan pengawasannya,” kata Bambang.
Saat dikonfirmasi terpisah, Kepala Divisi Humas Polri Irjen
Pol Dedi Prasetyo mengatakan tim khusus pada saat ini fokus pada penuntasan
kasus polisi tembak polisi dengan melakukan penyidikan secepatnya dan dapat
dibuktikan secara ilmiah (scientific crime investigation/SCI).
“Percepat sidiknya sambil menunggu hasil laboratorium
forensik dan dokter forensik hasil autopsi kemarin,” kata Dedi pula. (tvOne)