SANCAnews.id – Menkopolhukam Mahfud MD ikut
berkomentar terkait ramainya tulisan Rektor Institut Teknologi Kalimantan, Budi
Santosa Purwokartiko yang menyebut mahasiswi berjilbab seperti manusia gurun.
Mahfud bahkan membandingkan pejabat yang berjilbab dan pandai
yang sangat toleran berbanding jauh dengan pernyataan rektor ITK tersebut.
"Sejak tahun 1990-an banyak sekali profesor-profesor di
kampus besar seperti UI, ITB, UGM, IPB, dll yang tadinya tidak berjilbab
menjadi berjilbab. Ibu Dirut Pertamina dan Kepala Badan POM jg berjilbab.
Mereka juga pandai-pandai tapi toleran, meramu keislaman dan keindonesiaan
dalam nasionalisme yang ramah," cuit Mahfud seperti dikutip VIVA, Minggu 1
Mei 2022.
Sebagai orang berpendidikan, rektor ITK kata Mahfud sangat
tidak bijak dalan menilai seseorang hebat lantaran tidak memakai kata-kata
agamais. Mahfud menegaskan, jika kata-kata agamais merupakan cerminan orang
beriman.
"Me-muji-muji sebagai mahasiswa/i hebat hanya karena
mereka tidak memakai kata-kata agamis, “Insyaallah, qadarallah, syiar”
sebagaimana ditulis oleh Rektor ITK itu juga tidak bijaksana. Itu adalah
kata-kata yang baik bagi orang beriman, sama dengan ucapan Puji Tuhan,
Haleluya, Kersaning Allah, dll," kata dia.
Sebelumnya, rektor ITK menuliskan status di halaman Facebook
nya yang berbau rasis. Berikut tulisan lengkap Budi Santosa Purwokartiko
dilansir dari unggahan akun Twitter @berlianidris.
Saya berkesempatan mewawancara beberapa mahasiswa yang ikut
mobilitas mahasiswa ke luar negeri. Program Dikti yang dibiayai LPDP ini banyak
mendapat perhatian dari para mahasiswa.
Mereka adalah anak-anak pinter yang punya kemampuan luar
biasa. Jika diplot dalam distribusi normal, mereka mungkin termasuk 2,5 persen
sisi kanan populasi mahasiswa.
Tidak satu pun saya mendapatkan mereka ini hobi demo. Yang
ada adalah mahasiswa dengan IP yang luar biasa tinggi di atas 3.5 bahkan
beberapa 3.8, dan 3.9. Bahasa Inggris
mereka cas cis cus dengan nilai IELTS 8, 8.5, bahkan 9. Duolingo bisa mencapai
140, 145, bahkan ada yang 150 (padahal syarat minimum 100). Luar biasa.
Mereka juga aktif di organisasi kemahasiswaan (profesional),
sosial kemasyarakatan, dan asisten lab atau asisten dosen. Mereka bicara
tentang hal-hal yang membumi: apa cita-citanya, minatnya, usaha-usaha untuk
mendukung cita-citanya, apa kontribusi untuk masyarakat dan bangsanya, nasionalisme
dan sebagainya.
Tidak bicara soal langit atau kehidupan sesudah mati. Pilihan
kata-katanya juga jauh dari kata-kata langit: insaallah, barakallah, syiar,
qadarullah, dan sebagaianya. Generasi ini merupakan bonus demografi yang akan
mengisi posisi-posisi di BUMN, lembaga pemerintah, dunia pendidikan, sektor
swasta beberapa tahun mendatang.
Dan kebetulan dari 16 yang saya harus wawancara, hanya ada
dua cowok dan sisanya cewek. Dari 14, ada dua tidak hadir. Jadi 12 mahasiswi
yang saya wawancarai, tidak satu pun menutup kepala ala manusia gurun. Otaknya
benar-benar open mind. Mereka mencari Tuhan ke negara-negara maju, seperti
Korea, Eropa Barat, dan US, bukan ke negara yang orang-orangnya pandai
bercerita tanpa karya teknologi. (viva)