SANCAnews.id – Kebijakan Presiden Joko Widodo
yang melarang ekspor minyak goreng dan hasil sawit akan berdampak bagi para
petani sawit. Karena, hanya sebagian kecil hasil sawit diproduksi menjadi
minyak goreng untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Direktur Pusat Riset Politik, Hukum dan Kebijakan Indonesia
(PRPHKI), Saiful Anam mengatakan, berbagai macam pola yang digunakan pemerintah
dalam upaya menurunkan harga minyak goreng.
Namun demikian, banyak menuai kendala menunjukkan
ketidakberdayaan pemerintah di atas pengusaha minyak goreng yang seolah tidak
tunduk terhadap kebijakan yang dibuat oleh negara.
"Tentu persoalan tersebut menjadi hal yang sangat serius
bagi persoalan bangsa saat ini," ujar Saiful kepada Kantor Berita Politik
RMOL, Minggu (24/4).
Karena kata Saiful, dengan adanya kebijakan larangan ekspor
sawit tapi harga minyak goreng masih mahal, maka sama saja pemerintah tidak
berdaya dihadapkan pada pengusaha minyak goreng.
"Kebijakan pelarangan ekspor sawit akan berdampak kepada
tertimbunnya kelapa sawit, sehingga bukan tidak mungkin petani kelapa sawit
akan semakin merugi karena harga sawit semakin murah, sehingga kebijakan
tersebut tentu akan banyak ditentang oleh petani kelapa sawit," kata
Saiful.
Lebih dari itu kata Saiful, bisa jadi pelarangan ekspor
justru tidak berpengaruh terhadap harga minyak goreng, sehingga kebijakan
tersebut dapat dinilai tidak berhasil di lapangan.
Ia heran mengapa yang ditekan pemerintah justru kebijakan
larangan ekspor hasil sawit. Seharusnya, kata Saiful, pengusaha minyak goreng
yang ditekan. Dengan demikian, harga akan lebih stabil.
Ia berpendapat, kebijakan larangan itu bentuk kebingungan
pemerintah. Sebab, bisa jadi petani sawit teriak kalau hasil taninya dilarang
ekspor.
"Melarang ekspor sawit yang akan berpengaruh kepada
turunnya harga sawit dan sangat merugikan petani, bukan tidak mungkin
pemerintah dan Jokowi akan digeruduk oleh petani sawit seluruh Indonesia,"
sambung Saiful menutup. (*)