SANCAnews.id – Komisi untuk Orang Hilang dan
Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyebut kesalahan Polda Metro Jaya dalam
menetapkan Abdul Manaf sebagai tersangka berdasarkan face recognition terkait
pengeroyokan terhadap Ade Armando, tidak dapat hanya diselesaikan dengan
permohonan maaf. Sebagai pihak yang dirugikan, Abdul Manaf berhak melakukan
tuntutan secara hukum.
"Atas kekeliruan yang sangat fatal tersebut, seseorang
yang merasa dirugikan atas tindakan kepolisian itu memilki hak hukum untuk
menuntut kepolisian guna memulihkan nama baiknya," kata Kepala Divisi
Hukum KontraS, Andi Muhammad Rezaldy saat dihubungi Suara.com, Jumat
(15/4/2022).
Dia mengatakan dalam menetapkan tersangka setidaknya polisi
harus memiliki dua alat bukti yang cukup.
"Disertai dengan pemeriksaan orang yang disangkakan dan
tidak bisa hanya berpegang pada face recognition semata," ujarnya.
Kesalahan tersebut kata Andi, menunjukkan ketidakcermatan
Polda Metro Jaya dan tergolong persoalan yang serius.
"Persoalan yang sangat serius oleh karena polisi tidak
cermat dan teliti atas penyidikan yang dilakukan, sehingga telah salah
menetapkan seseorang sebagai tersangka," ujarnya.
Kepada anggota Polda Metro Jaya yang melakukan kesalahan
harus diberikan sanksi tegas. Agar kejadian yang sama tidak terulang kembali.
"Tidak hanya itu, agar hal-hal semacam ini tidak
terulang kembali harusnya anggota polisi yang melakukan kesalahan dapat
ditindak secara tegas. Jadi tidak cukup hanya dengan meminta maaf," tegas
Andi.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan
menyebut penyidik awalnya telah menemukan keberadaan Abdul Manaf di Karawang,
Jawa Barat.
"Setelah kita lakukan pencocokan pemeriksaan awal
ternyata Abdul Manaf itu tidak terlibat. Yang kita duga terlibat tidak
terlibat. Jadi itu orangnya berbeda, sedang kita cari," kata Zulpan kepada
wartawan, Rabu (13/4/2022).
Berdasar hasil pemeriksaan terhadap Abdul Manaf dan
saksi-saksi terungkap bahwa yang bersangkutan ternyata tidak berada di DPR RI
saat peristiwa pengeroyokan Ade Armando terjadi.
"Kita lakukan pemeriksaan terhadap alibi-alibi Abdul
Manaf dan orang di sekitarnya pada tanggal tersebut dan jam terjadinya
pemukulan di depan DPR-MPR RI itu Abdul Manaf berada di Karawang. Jadi dia
tidak melakukan kegiatan itu," ungkap Zulpan.
Zulpan lantas mengklaim proses identifikasi terhadap pelaku
yang merujuk pada Abdul Manaf awalnya menggunakan teknologi face recognition.
Dia tak memungkiri akurasi daripada proses identifikasi
tersebut memang tak mencapai 100 persen akurat.
"Karena orang yang kita duga pelaku itu menggunakan topi
sehingga begitu topinya dibuka tingkat akurasinya tidak 100 persen,"
katanya. ***