SANCAnews.id – Muhammad Fikry dan tiga rekannya
yang diduga menjadi menjadi korban salah tangkap dinyatakan bersalah oleh
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat pada
Senin (25/4/2022) kemarin. Majelis Hakim memvonis mereka sembilan bulan
penjara.
Merespons putusan itu, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban
Tindak Kekerasan (KontraS) yang sedari awal mengawal kasus ini, meyebut Fikry
dan tiga rekannya mengalami ketidak adilan berkali-kali.
"Atas putusan ini, kami menilai para terdakwa dan
keluarganya mengalami ketidakadilan berkali-kali dan Majelis Hakim masuk dalam
urutan aktor yang melakukan ketidakadilan tersebut," kata Kepala Divisi
Hukum KontraS, Andi Muhammad Rezaldy kepada Suara.com, Selasa (26/4/2022).
Dia menegaskan putusan tersebut sangat mencederai rasa
keadilan. Terlebih Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah
menyebut penangkapan terhadap Fikry dan tiga rekannya telah melanggar HAM
karena ditemukan adanya dugaan penyiksaan.
"Sulit dibayangkan para terdakwa yang merupakan korban
penyiksaan dan kesewenang-wenangan oleh aparat penegak hukum, diputus bersalah
oleh Majelis Hakim. Bagi kami, putusan ini mencederai rasa keadilan."
Berdasarkan temuan Komnas HAM setidaknya terdapat sejumlah
hak dasar mereka sebagai manusia yang
dilanggar, di antaranya hak untuk
terbebas dari penyiksaan, perlakuan tidak manusiawi, penghukuman yang kejam.
Selain itu juga melanggar hak atas rasa aman, hak untuk memperoleh keadilan dan
hak atas kesehatan.
Dugaan Salah Tangkap
Diketahui, Fikry dan ketiga terdakwa lainnya, Adurohman alias
Adul, Andrianto alias Ming, dan Muhammad Rizki alias Kentung ditangkap pada 28
Juli 2021. Keempatnya ditangkap di Jalan Raya Kali CBL (Cikarang Bekasi Laut),
Tambun Utara.
Dari hasil penyelidikan Polsek Tambelang, keempatnya disebut
terlibat aksi pembegalan kepada Darusma Ferdiansyah saat melintas di Jalan Raya
Sukaraja, Kecamatan Tambelang, Kabupaten Bekasi pada 24 Juli 2021.
Terkait penangkapan terhadap terdakwa, pihak keluarga
menyebut bahwa pihak kepolisian telah melakukan salah tangkap.
Roji (34), perwakilan keluarga dari terdakwa menyebut terjadi
tindakan kekerasan kepada dilakukan pada saat penangkapan berlangsung dengan
tujuan pemaksaan pengakuan.
"Penganiayaan banyak mas, kalo pengakuan MF ke saya kan
dia ditonjokin, diinjek-injekin, ditodong pake pistol, diseret-seret, digedik
(ditimpuk) kakinya pake batu dipaksa untuk mengaku," ujar Roji Kamis
(3/3/2022) lalu.
Menurut pengakuan terdakwa MF kepada Roji saat kejadian
berlangsung, MF hanya menawarkan bantuan kepada diduga korban begalnya dan
bukan membegalnya.
"Keterangan yang mengaku korban pembegalan itu, dia tahu
MF ini setelah 20 menit pembegalan bertemu dan bertanya kepada si mengaku
korban dengan ucapan "Abang pulang kemana bang? nanti saya anterin,".
kalo logika sederhana, masa ada begal begitu, begal syariah kali ah
itumah," ucapnya.
MF yang juga berprofesi sebagai guru ngaji di musala dekat
rumahnya juga bersahabat dekat dengan beberapa terdakwa lain sejak kecil.
"Mereka juga emang udah temen deket mas dari kecil di
CBL mas. Kalo MF sih juga sekarang gaweannya bantu juga jaga warung, kalo sore
dia rutinitas nya ngajar ngaji mas anak-anak SD di musholla keluarga kek
semacam pendopo gitulah," tambah Roji.
Pihak keluarga berharap kasus ini segera tuntas dan berharap
majelis hakim bisa mendengar dan mempertimbangkan saksi-saksi yang meringankan
terdakwa. (suara)