SANCAnews.id – Pemberlakuan larangan ekspor
minyak goreng (Migor) dan seluruh bahan baku migor akan memberikan dampak pada
nilai tukar rupiah.
Hal itu disampaikan Direktur Center of Economic and Law
Studie (Celios), Bhima Yudhistira, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat
(29/4).
Bhima menjelaskan, pelemahan rupiah akibat kebijakan larangan
ekspor Migor dan bahan bakunya dipicu oleh menurunnya pendapatan negara dari
nilai ekspor crude palm oil (CPO).
Bhima mengkalkulasi, penurunan nilai ekspor CPO Indonesia
dengan melihat data neraca dagang per Maret 2022. Di mana nilai ekspor CPO
mencapai 3 miliar dolar Amerika Serikat atau setara Rp 43 triliun per bulan.
"Jika pelarangan ekspor dilakukan sebulan penuh Rp 43
triliun niscaya akan hilang. Tentu berimbas ke pelemahan nilai tukar rupiah,
karena 12 persen dari total ekspor non-migas bersumber dari CPO," papar
Bhima.
Lebih dari itu, devisa yang hilang itu diprediksi Bhima
justru akan mengalir ke pemain minyak nabati pesaing Indonesia. Misalnya
Malaysia atau negara lain yang menikmati limpahan permintaan atau memang
merupakan pemain soybean oil dan sunflower oil.
"Dampak ke keuangan negara bisa turunkan pendapatan
pajak dan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak)," ujarnya.
Lebih lanjut, Bhima menuturkan bahwa hingga Maret tahun ini
penerimaan negara didominasi oleh booming harga komoditas, salah satunya CPO.
Sehingga jika larangan ekspor migor dan bahan bakunya berlaku dalam waktu yang
lama imbasnya ke pertumbuhan ekonomi juga.
"Kalau ekspor dilarang total, maka penerimaan negara
bisa tergerus dan target defisit dibawah 3 persen pada 2023 sulit
tercapai," demikian Bhima. (rmol)