SANCAnews.id – Klaim kepemilikan big data berisi
aspirasi rakyat agar pemilu ditunda kini membuat Menko Kemaritiman dan
Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan dilaporkan ke polisi.
Dalam laporan masyarakat kepada Polda Sultra, Luhut dituding
melakukan pembohongan publik. Selain dituding hoax, klaim kepemilikan big data
juga diragukan lantaran hingga kini Luhut enggan membuka data tersebut.
Merespons hal itu, Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro
Demokrasi (ProDEM), Iwan Sumule tak heran dengan anggapan hoax yang dilayangkan
kepada Luhut.
Jika big data benar-benar dimiliki Luhut, kata dia, sosok
yang dijuluki 'menteri segala bidang' bisa dengan mudah menggiring sikap
Presiden Joko Widodo untuk mengikuti ambisi penundaan Pemilu 2024.
"Dengan big data yang dimiliki, mestinya Luhut bisa
yakinkan Presiden Jokowi agar punya keberanian tunda Pemilu 2024. Soalnya, big
data Luhut menyatakan rakyat ingin pemilu ditunda, jumlahnya pun fantastis, 110
juta rakyat," kata Iwan Sumule kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu
(23/4).
Namun sayang, hingga kini Presiden Joko Widodo masih
bersikukuh untuk tetap taat konstitusi dan menjalankan Pemilu di tahun 2024
sesuai jadwal yang disepakati. Hal ini pula yang membuat publik menduga Luhut
cuma sekadar klaim tanpa bukti.
"Meyakinkan Presiden Jokowi terkait big data juga
sebenarnya agar Luhut tak disebut buat hoax dan big data abal-abal,"
sambungnya.
Berkenaan dengan laporan polisi yang dilayangkan masyarakat
kepada Polda Sultra atas dugaan hoax Luhut, Iwan Sumule mengingatkan bahwa
konstitusi dan UUD 1945 masih ada.
Dalam Konstitusi Negara, UUD 1945 Pasal 27 Ayat 1
menyebutkan, segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya.
"Pasal tersebut berbeda dengan UU 2/2020 Corona Pasal 27
Ayat 1. Boleh mencuri uang negara sepanjang dilakukan dengan itikad baik,"
tandas Iwan Sumule terkekeh. (*)