SANCAnews.id – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud
Mattalitti menolak wacana penundaan Pemilu 2024 yang dilontarkan Ketua Umum PKB
Muhaimin Iskandar dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan serta Ketua Umum Partai
Golkar Airlangga Hartarto belum lama ini.
LaNyalla mengatakan, wacana yang didalilkan karena Indonesia
masih dalam situasi Pandemi dan kesulitan anggaran itu memang belum direspons
oleh masyarakat lapis bawah.
Meski demikian, LaNyalla melihat bukan berarti rakyat,
sebagai pemilik kedaulatan dan pemilik negara ini akan setuju. LaNyalla
memprediksi, saat ini rakyat masih diam dan mengamati perilaku elite politik.
“Tapi kalau sudah kelewatan, bisa pecah revolusi sosial. Pemilik
negara ini bisa marah dan para elite politik bisa ditawur oleh rakyat,” kata
LaNyalla di Surabaya, Senin (28/2).
Sebab, lanjut LaNyalla, satu-satunya sarana bagi rakyat untuk
melakukan evaluasi atas perjalanan bangsa hanya melalui Pemilu 5 tahunan.
Karena sistem hasil Amandemen hanya memberi ruang itu.
“Itu pun rakyat sudah dipaksa memilih calon pemimpin yang
terbatas, akibat kongsi partai politik melalui presidential threshold. Lalu
sekarang cari akal untuk menunda Pemilu. Ini namanya sudah melampaui batas,”
jelas LaNyalla mengingatkan bahwa dasar negara ini adalah Ketuhanan.
Lebih lanut LaNyalla mengatakan, rakyat sebagai pemilik
negara bukan orang yang tidak mengerti.
Ia yakin bahwa rakyat Indonesia memiliki kearifan berpikir.
Termasuk dalam pembangunan IKN, mengapa harus dipaksakan jika tidak ada
anggarannya.
Lagipula, sambung LaNyalla, para elite politik kita
seharusnya tidak memberi masukan yang menjerumuskan kepada Presiden.
“Kasihan Pak Jokowi, beliau kan sudah pernah menyatakan
menolak tiga periode dan tidak mau diperpanjang. Rakyat masih ingat itu,”
tandas mantan Ketua Umum PSSI ini.
“Sudahlah, kita tidak boleh menjalankan negara ini dengan
suka-suka, apalagi ugal-ugalan dengan melanggar konstitusi, atau mencari celah
untuk mengakali Konstitusi. Saya berulang kali mengajak semua pihak untuk
berpikir dalam kerangka Negarawan,” ungkap Senator asal Jawa Timur ini.
LaNyalla pun mengingatkan bahwa sistem Demokrasi Pancasila
yang asli, sebelum dilakukan Amandemen, adalah yang paling cocok untuk
Indonesia.
Dalam aturan itu, MPR sebagai Lembaga Tertinggi terdapat
representasi partai politik, TNI-Polri, Utusan Daerah dan Utusan Golongan,
untuk sama-sama merumuskan Haluan Negara dan memilih Mandataris MPR untuk
menjalankan. (rmol)