SANCAnews.id – Pakar Tata Hukum Negara, Refly
Harun menyoroti kasus hukum yang menjerat Munarman. Ia menyebut pihak yang yang
menghukum orang tak bersalah adalah dajjal.
Melansir Wartaekonomi.co.id -- jaringan Suara.com, pernyataan
itu diungkapkan Refly setelah adanya tuntutan jaksa penuntut umum (JPU)
terhadap Munarman dalam kasus dugaan tindakan terorisme. Menurutnya, Munarman
dalam kasus tersebut tidak bersalah.
“Kalau orang tak bersalah dihukum, betapa dajjalnya
orang-orang seperti itu (yang memberikan hukuman),” ujar Refly dikutip dari
kanal YouTube Refly Harun, Selasa (22/3/2022).
Dalam kesempatan ini, Refly turut mengapresiasi Munarman yang
menulis sendiri pembelaan (pledoi) untuk kasus tersebut. Diketahui jumlah
halaman pledoi yang ditulis Munarman bahkan mencapai hampir 500 halaman.
Refly bahkan memuji pledoi Murnarman sudah seperti disertasi
untuk syarat kelulusan S3. Ia menyebut, bukan tidak mungkin Munarman yang
merupakan pengacara profesional bisa mendapatkan gelar S2 atau S3 berkat pledoi
tersebut.
“Jangan-jangan setelah ini, Munarman bisa membuat disertasi
tentang kasus ini. Dia bisa mendapatkan gelar S2 atau S3,” kata Refly.
"Munarman bahkan leading lawyer dalam kasus HRS (Habib
Rizieq Shihab). Ketika dia sibuk membela HRS, dia kemudian diperkarakan,”
lanjutnya.
Sebagai informasi, Munarman membacakan nota pembelaan atau
pledoi setelah dituntut delapan tahun penjara. Hukuman itu dikurangi masa
tahanan sementara dalam kasus dugaan tindak pidana terorisme.
Adapun pledoi yang ditulis Munarman berjudul “Perkara Topi Abu
Nawas, Menolak Kezaliman, Fitnah, dan Rekayasa Kaum Tak Waras”. Ia membacakan
sendiri pledoinya dalam sidang pembacaan nota pembelaaan pada Senin (21/3/2022)
di PN Jakarta Timur.
Sebelumnya, JPU menilai bahwa Munarman terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana terorisme dan bermufakat jahat.
Akibatnya, Munarman dituntut dengan Pasal 15 juncto Pasal 7
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang 15 Tahun
2003 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme. (*)