SANCAnews.id – Penista Agama Muhammad Kece atau M
Kece berdamai dengan Irjen Napoleon Bonaparte di kasus pengeroyokan. Perdamain
itu dicatat dalam surat bermaterai Rp 10.000.
Hal itu disampaikan Penasihat Hukum Irjen Pol Napoleon
Bonaparte. Irjen Napoleon meminta kepada majelis hakim Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan menghentikan persidangan terhadap kasus pengeroyokan yang
diduga dilakukan oleh perwira tinggi Polri itu terhadap M Kece.
Eggi dalam persidangan turut bertanya kepada jaksa alasan
surat kesepakatan damai itu tidak masuk dalam pertimbangan hukumnya. Eggi
menyebut jaksa telah melakukan penyelundupan fakta hukum dan disinformasi
karena tidak mempertimbangkan surat kesepakatan damai tersebut.
Hanya saja Majelis hakim, yang dipimpin oleh Djuyamto,
menyampaikan kepada para pihak bahwa persidangan tetap berlanjut meskipun ada
kesepakatan damai tersebut.
“Kami sangat menghormati yang saudara sampaikan, tentu
majelis harus mengambil sikap. Sikap kami meneruskan tahapan (persidangan),”
kata Djuyamto.
“Tahapannya tolong diikuti. Ini belum berakhir, masih proses.
Tolong ya,” kata Hakim Ketua.
Tim penasihat hukum di dalam ruang sidang menunjukkan surat
kesepakatan perdamaian yang telah diteken di atas materai Rp10.000 oleh Napoleon
dan M Kece pada 3 September 2021.
Dalam surat itu, dua pihak menyatakan mereka sepakat untuk
berdamai, saling memaafkan, dan menyelesaikan permasalahan secara kekeluargaan.
M Kece dan Irjen Pol Napoleon juga sepakat tidak melanjutkan persoalan ke ranah
hukum.
M Kece jadi korban pengeroyokan oleh Napoleon beserta
beberapa tahanan lain di Rumah Tahanan Bareskrim Polri pada 26 Agustus 2021
dini hari. M Kece, yang ditahan oleh kepolisian karena kasus penistaan agama,
kemudian melaporkan pengeroyokan itu ke Bareskrim Polri pada 26 Agustus 2021.
Kepolisian pada 29 September 2021 pun menetapkan Irjen Pol
Napoleon Bonaparte dan beberapa tahanan lain sebagai tersangka pengeroyokan.
Kejaksaan pada 19 Oktober 2021 menerima pelimpahan berkas
perkara pengeroyokan yang diduga dilakukan oleh Napoleon dari Bareskrim Polri.
Dalam proses itu sampai akhirnya berkas diserahkan ke
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, surat kesepakatan damai antara dua pihak
tidak pernah disebut oleh kepolisian, kejaksaan, atau korban. (suara)