SANCAnews.id – Ketua Institut Harkat Negeri
Sudirman Said ikut merespons wacana penundaan Pemilu yang disampaikan tiga
ketum parpol. Menurut Sudirman Said, mengubah konstitusi adalah hal yang mudah.
Namun, para pejabat mulai dari Presiden hingga legislator
memiliki aturan tidak tertulis yaitu moral etika. Moralitas ini lah yang menurut
Sudirman sudah menurun.
“Jadi kalau mau-mau saja, bisa. 60 persen anggota MPR
berkumpul sepakat jadilah konstitusi berubah. Nah, yang mengendalikan berbuat
atau tidak berbuat aturannya adalah ethic moral. Nah, itu juga yang makin hari
makin menurun,” kata Sudirman dalam sebuah diskusi daring dapur KedaiKopi,
Minggu (6/3).
“Tidak merasa bahwa itu (jabatan) pinjaman yang harus
dikembalikan, tidak merasa bahwa hidupnya ada hal lain yang mengatur yaitu
etchic,” imbuh Sudirman.
Sekjen PMI itu mengingatkan, kekuasaan itu adalah pinjaman
dari publik. Bahkan, 92 persen ongkos bernegara dibiayai oleh rakyat.
Artinya, para penyelenggara negara, presiden gubernur menteri
anggota DPR harus merasa bahwa mereka adalah suruhannya rakyat.
Sudirman menjelaskan, Presiden adalah pesuruh rakyat
se-Indonesia. Menteri kepala pesuruh rakyat se-kementerian. Begitu juga bupati
gubernur dan seterusnya.
“Kesadaran itu kelihatannya mulai turun, setelah duduk
(kekuasaan) harus dipegang erat-erat, selama-lamanya kalau bisa dibagi ke
keluarganya. Nah, membedakan privat dan public domain itu merupakan bagian dari
kita menjaga kehormatan sebagai bangsa sebagai orang yang terus menerus
mengangkat derajatnya menjadi bangsa bermartabat," jelas Sudirman.
"Yang di pemerintahan: eh, anda itu dipinjamin,
sementara. Reguler election yang memungkinkan sirkulasi kekuasaan sehingga
terus menerus ada penyegaran,” tutup mantan Menteri ESDM ini. (kumpara)