SANCAnews.id – Sidang Umum Perserikatan Bangsa
bangsa (PBB) atau United Nation (UN) mendeklarasikan tanggal 15 Maret sebagai
Hari Internasional Melawan Islamofobia.
Penetapan tersebut disampaikan melalui akun Twitter United
Nation, @UN.
"#UNGA proclaims 15 March the International Day to
Combat Islamophobia. (UNGA mendeklarasikan 15 maret sebagai Hari Internasional
memerangi Islamofobia)."
"General Assembly calls for strengthened international
efforts to foster global dialogue on promotion of culture of tolerance &
peace, based on respect for human rights & for diversity of religions &
beliefs. (Majelis Umum menyerukan penguatan upaya internasional untuk mendorong
dialog global tentang promosi budaya toleransi dan perdamaian, berdasarkan
penghormatan terhadap hak asasi manusia dan keragaman agama dan
keyakinan)," sambung cuitan tersebut.
Seperti dikutip Middle East Monitor, resolusi tersebut
diusung perwakilan dari Pakistas yang berbicara atasa nama Organisasi Kerja
Sama Islam (OKI).
Pemilihan 15 Maret sebagai Hari Perlawanan tehadap
Islamofobia, bertepatan dengan momen serangan terhadap jemaat Salat Jumat pada
2019 lalu yang dilakukan teroris bersenjata di dua masjid di Kota Christchurch,
Selandia Baru. Dalam peristiwa berdarah tersebut menewaskan 51 orang dan
melukai 40 lainnya.
Perwakilan Pakistan untuk PBB, Munir Akram, mengatakan
Islamofobia telah menjadi "realita" yang terus meningkat di berbagai
belahan dunia.
Islamofobia sendiri merupakan sikap atau perasaan fobia
terhadap (agama) Islam dan umat Islam atau Muslim.
"Tindakan-tindakan seperti diskriminasi, kebencian dan
kekerasan terhadap Muslim --baik individu maupun komunitas-- mengarah pada
pelanggaran serius atas hak-hak asasi mereka (Muslim), dan melanggar kebebasan
mereka untuk beragama dan berkeyakinan," ungkap Akram di depan peserta
sidang di Aula Pertemuan Sidang Umum PBB.
Sikap Islamofobia menurut Arkan semakin mengarah pada bentuk
baru rasisme terhadap umat Muslim.
"Ini khususnya mengkhawatirkan belakangan ini, karena
telah muncul sebagai bentuk baru rasisme yang tercirikan lewat xenofobia
(kebencian/ketakutan pada hal yang asing), pandangan negatif dan stereotip
(prasangka subyektif) terhadap Muslim," sambungnya.
Resolusi tersebut juga menyepakati adanya kekhawatiran
mendalam terhadap kenaikan kasus-kasus diskriminasi, intoleran dan kekerasan,
terlepas dari siapa pun pelakunya, yang ditujukan kepada komunitas agama-agama
dan keyakinan di seluruh dunia.
Dalam resolusi ditegaskan, bahwa terorisme tidak bisa dan
tidak boleh diasosiasikan dengan agama, kebangsaan, peradaban, atau etnis mana
pun. (suara)