SANCAnews.id – Penetapan tersangka terhadap Direktur Lokataru
Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti setelah dilaporkan ke
Polda Metro Jaya oleh Menko Maritim dan Investasi (Marvest) Luhut Binsar
Panjaitan terus menuai reaksi.
Teranyar, kriminalisasi terhadap dua aktivis HAM yang
dilakukan oleh Menko Marvest dilawan oleh sembilan organisasi masyarakat sipil
yang melakukan riset berjudul "Ekonomi-Politik Penempatan Militer di
Papua: Kasus Intan Jaya" dan diunggah ke kanal YouTube milik Haris Azhar.
Sembilan organsiasi itu adalah YLBHI, Walhi Eksekutif
Nasional, Pusaka Bentala Rakyat, Walhi Papua, LBH Papua, Kontras, Jatam,
Greenpeace Indonesia, dan Trend Asia.
Menanggapi hal itu, Haris Azhar menilai bahwa pendekatan
ilmiah yang dilakukan oleh sembilan organisasi masyarakat sipil itu tidak ada
yang salah. Mulai dari metodologi penulisan, riset, upaya penegakan hukum itu
semua sudah tepat.
"Yang persoalan adalah bukan soal metodologinya, tapi
soal kekuasaan," ujar Haris Azhar dalam webinar yang diselenggarakan oleh
IM57+ bertajuk "Dampak Penetapan Tersangka Fatia & Haris terhadap
Riset Investigatif HAM, Anti Korupsi dan Lingkungan Hidup" pada Sabtu
(26/3).
Menurut Haris, dalam hasil riset itu justru digambarkan
sangat jelas bahwa terjadi kerumitan antara kekuasaan dengan pelaksana bisnis.
"Dan ternyata si pelaksana bisnis adalah orang yang
sangat powerful, artinya cukup dominan," kata Haris Azhar.
Namun begitu, mantan Koordinator KontraS ini meyakini hasil
riset dari sembilan organisasi masyarakat sipil akan menemukan titik terang.
Sebab, kata Haris, kekuasaan yang anti dengan sains dan kebenaran akan berkahir
dengan sendirinya.
"Upaya pukulan balik terhadap fakta dan pendekatan
metodologi ilmu, ini saya meyakini, saya yakin betul, ini hanya sesaat. Karena
kekuasaan yang dibangun tanpa ilmu pengetahuan, tanpa kebenaran, ia akan
mengalami satu down fall moment, akan berkahir," tuturnya.
Akan tetapi, peristiwa fakta-fakta represi-represi seperti
ini yang ia dan rekan-rekan aktivis lainnya rasakan, itu secara otomatis akan
terdokumentasi dan menjadi stimulus untuk tata kelola governance yang baru.
"Karena kebijakan-kebijakan yang anti sains anti
kebenaran, atau pendekatan sains hanya untuk menjustifikasi kecurangan, itu
nanti dia akan rontok dan dia meminta pertolongan," katanya.
"Kalaupun kita tidak bisa melakukan tata kelola nanti
mereka sendiri yang akan meminta pertolongan tersebut, karena situasinya sudah
makin mengkhawatirkan," demikian Haris Azhar.
Turut hadir dalam webinar tersebut antara lain Koordinator
Kontras Fatia Maulidiyanti, Dewan Penasihat IM57+ Institute Sujanarko, dan
Direktur Pusako Andalas Feri Amsari dan yang lainnya. (rmol)