SANCAnews.id – Upaya kriminalisasi terhadap Direktur Lokataru
Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti setelah dilaporkan ke
Polda Metro Jaya oleh Menko Maritim dan Investasi (Marvest) Luhut Binsar
Panjaitan tidak membuat gentar dua aktivis HAM itu.
Fatia menegaskan, penerapan pasal pencemaran nama baik yang
dilakukan Polda Metro Jaya terhadap dirinya dan Haris Azhar sangat tidak
berdasar.
Sebab, selain tidak hanya menyebutkan secara spesifik nama
Luhut, Fatia menyebut podcast di kanal YouTube Haris Azhar sama sekali tidak
untuk merugikan seseorang.
"Tapi lebih untuk kepentingan publik, untuk membuka
fakta terkait pelanggaran HAM yang terjadi di Papua, sesuai dengan isi dari
riset," tegasnya dalam webinar yang diselenggarakan oleh IM57+ bertajuk
"Dampak Penetapan Tersangka Fatia dan Haris terhadap Riset Investigatif
HAM, Anti Korupsi dan Lingkungan Hidup" pada Sabtu (26/3).
Fatia menguraikan, riset yang dilakukan oleh sembilan
organisasi dalam hal ini; YLBHI, Walhi Eksekutif Nasional, Pusaka Bentala
Rakyat, Walhi Papua, LBH Papua, Kontras, Jatam, Greenpeace Indonesia, dan Trend
Asia ingin memotret tiga keterkaitan antara situasi militerisme di Papua,
kaitannya dengan bisnis tambang di Papua, yang pada akhirnya menyebabkan
pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
"Jadi, dari tiga variabel tersebut, itu ingin
memperlihatkan bahwa memang ada kaitannya antara penerjunan operasi militer
yang ilegal ke Papua dengan bisnis militer yang ada di Papua," ungkapnya.
Masih dalam riset tersebut, Fatia mengatakan pihaknya telah
mencoba menyurati Mabes TNI terkait berapa jumlah personil yang diterjunkan ke
Papua, tapi tidak direspons. Akhirnya, pihaknya pun monitoring data bahwa ada
sekitar 21 ribu pasukan dan itu belum jelas.
"Tidak jelas mau ke mana aja, apakah ada yang mutasi,
apakah berkurang atau bertambah. Tapi, pada akhirnya kita menemukan konklusi
dari pemantauan, media, juga jaringan lokal yang memonitoring terkait situasi
militer di sana," ucapnya.
Sementara, di Intan Jaya sendiri pun ada sekitar 3 ribuan
pasukan militer yang di mana ketika berhadapan dengan kelompok kriminal
bersenjata (KKB) itu tidak sebanding dengan jumlah KKB itu sendiri.
Bahkan sebetulnya, jika melihat peta Koramil, peta pos-pos
militernya itu sangat berdekatan ataupun mengitari area dari konsesi tambang
yang ada di Intan Jaya.
"Jadi, kita melihat bahwa sebetulnya apakah modus dari
si penerjunan militer ini? Apakah untuk menggambarkan aktivitas korporasi atau
memang untuk keamanan orang-orang Papua?" cetusnya.
Terlebih, masih kata Fatia, juga tidak hanya disebutkan
spesifik satu nama Luhut Binsar Panjaitan saja. Tetapi, masih banyak beberapa
nama purnawirawan yang terlibat di dalam bisnis militer di Papua.
Selain itu, ada juga yang masih aktif sebagai militer dan
bahkan beberapa diantaranya berkaitan atau memiliki keterkaitan dengan bisnis
ataupun upaya pengamanan terhadap korporasi tambang yang ada di Papua.
"Jadi sebetulnya, kalau misalkan dikaitkan dengan
pencemaran nama baik, tidak berdasar. Karena semua yang diucapkan di dalam
YouTube itu adalah berdasarkan dari hasil riset yang ditemukan oleh 9
organisasi," tegasnya.
Turut hadir dalam webinar tersebut antara lain Koordinator
Kontras Fatia Maulidiyanti, Dewan Penasihat IM57+ Institute Sujanarko, dan
Direktur Pusako Andalas Feri Amsari. (rmol)