SANCAnews.id – Pakar Hukum Tata Negara dari
Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, mengatakan siapa saja
pihak yang ingin melakukan perpanjangan masa jabatan presiden demi kepentingan
pribadi atau kelompoknya, itu dianggap sebagai teroris konstitusi.
Menurutnya, jangan ada pihak yang bermain-main dengan masa
jabatan presiden.
"Siapa saja yang mau merusak konstitusi dan
konstitusionalisme yang sekarang demi kepentingan pribadinya demi kepentingan
pribadi memperpanjang dirinya atau memperpanjang masa jabatan demi kepentingan
pribadi atau kepentingan kelompoknya, saya ingin mengatakan ini bagian dari
teroris konstitusi," kata Zainal dalam diskusi bertajuk 'Demokrasi
Konstitusional Dapam Ancaman', Rabu (16/3/2022).
Ia pun mengingatkan, agar masa jabatan presiden tidak
dipermainkan. Pasalanya jika dipermainkan akan berhadapan bukan hanya
konstitusi tapi juga rakyat.
"Saya mau bilang orang yang mencoba bermain-main dengan
masa jabatan ini sedang berhadapan dengan konstitusi berhadapan dengan
demokrasi berhadapan dengan kita semua," ungkapnya.
Ia mengatakan, sudah banyak negara yang coba bermain-main
dengan masa jabatan presiden. Hasilnya justru kesannya sangat jauh dari
demokrasi.
"Misalnya Venezuela, misalnya Turki, misalnya Rusia
misalnya kemudian beberapa negara-negara bangsa Arab yang mendorong gejala
gejala ketigaperiodean dan negara-negara yang contohnya jauh dari kesan
demokrasi," tuturnya.
Lebih lanjut, Zainal menegaskan, sejumlah hasil survei sudah
menyebutkan bahwa mayoritas publik ingin Pemilu tetap digelar pada 2024.
Menurutnya, popularitas Presiden Joko Widodo juga tak bisa
jadi modal perpanjang masa jabatan.
"Paling tidak temuan survei indikator LSI dan Kompas
kemarin itu afirmasi lebih dari 70% mendekati 70% dan 70% rakyat Indonesia itu
menghendaki ada Pemilu di tahun 2024 dan popularitas Jokowi tidak cukup dipakai
untuk membenarkan itu (perpanjang masa jabatan atau menunda pemilu),"
tandasnya. (suara)