SANCAnews.id – Ketua Tim Pengawal Peristiwa
Pembunuhan atau TP3 Laskar FPI, Abdullah Hehamahua mendesak Komnas HAM untuk
melakukan penyelidikan ulang terhadap kasus unlawful killing laskar FPI.
Permintaan Abdullah tersebut merespons vonis bebas terhadap
Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella dalam perkara Unlawful Killing
laskar FPI oleh Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Selatan, Jumat (18/3/2022).
"Iya kami akan minta Komnas HAM untuk memproses kembali
melakukan proses penyidikan ulang," kata Abdullah saat dihubungi, Jumat
sore.
Komnas HAM memang sebelumnya pernah melakukan pengusutan
terhadap kasus peristiwa berdarah di KM 50 To Jakarta-Cikampek tersebut. Bahkan
hasil rekomendasi pengusutan tersebut telah dilaporkan Komnas HAM ke presiden.
Namun, menurut Abdullah, pengusutan yang pernah dilakukan
Komnas HAM belum jelas. Ia meminta agar kasus tersebut dibawa ke Pengadilan
HAM.
"Apa yang dilaporkan oleh Komnas HAM kepada presiden
tahun lalu itu bukan proses penyelidikan pro justisia, itu hanya proses
pemantauan seperti yang dilakukan oleh polisi di KM 50," tuturnya.
"Maka dari itu Komnas HAM harus melakukan proses
penyelidikan pro justisia menurut KUHAP hasilnya itu akan dibawa ke pengadilan
HAM," sambungnya.
Vonis Bebas
Majelis hakim, dalam putusannya menyatakan, Briptu Fikri
terbukti bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan secara bersama-sama
sehingga membuat orang meninggal dunia sebagaimana dakwaan primer. Meski
demikian, keduanya tidak dapat dijatuhi hukuman karena alasan dan pemaaf
merujuk pleidoi kuasa hukum.
"Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti melakukan
tindak pidana sebagaimana dakwaan primer. Menyatakan perbuatan terdakwa Fikri
Ramadhan dan Ipda M Yusmin sebagai dakawan primer dalam rangka pembelaan
terpaksa melapaui batas, tidak dapat dijatuhi pidana karena alasan pembenaran
dan pemaaf," kata hakim ketua Muhammad Arif Nuryanta.
Atas hal itu, majelis hakim memerintahkan untuk membebaskan
kedua terdakwa dari segala tuntutan. Lalu, memerintahkan barang bukti
dikembalikan penuntut umum.
"Melepaskan terdakwa dari segala tuntutan, memulihkan
hak-hak terdakwa. Menetapkan barang bukti seluruhnya dikembalikan ke penuntut
umum," ujarnya.
Fikri dan Yusmin dinyatakan melanggar Pasal 338 KUHP Juncto
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 ayat (3) KUHP Juncto Pasal 55
ayat (1) ke-1 KUHP.
Putusan terhadap Fikri dan Yusmin jauh lebih ringan ketimbang
tuntutan enam tahun penjara yang diberikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Tuntutan terhadap Fikri dan Yusmin dibacakan JPU pada sidang, Selasa (22/2)
lalu.
Dalam tuntutannya, JPU menyatakan jika Briptu Fikri dan Ipda
Yusmin terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana
dakwaan yang ada. Atas hal itu, JPU meminta agar majelis hakim menghukum Fikri
dengan hukuman enam tahun penjara. (suara)