SANCAnews.id – Irjen Napoleon Bonaparte, terdakwa
kasus dugaan kekerasan terhadap M. Kece memberi ultimatum kepada Pendeta
Saifuddin Ibrahim -- sosok yang meminta meminta Menteri Agama Yaqut Cholil
Qoumas menghapus 300 ayat Alquran.
Bisa ada kesempatan bertemu, jenderal bintang dua itu
memastikan tidak akan menganiaya, melainkan akan "menjilat" -- dengan
konotasi tertentu -- Pendeta Saifuddin.
Hal itu disampaikan Napoleon seusai menjalani sidang dengan
agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis
(24/3/2022). Eks Kadiv Hubinter tersebut menegaskan, para penista agama cuma
merusak persatuan dan kesatuan umat beragama.
"Kalau penista agama dibiarkan terus menerus, tahun lalu
saya bilang, harusnya dicegah suapaya tidak merusak persatuan dan kesatuan umat
beragama," ucap Napoleon.
Napoelon lantas menyinggung sosok Saifuddin Ibrahim yang
dinilai lebih parah dari Kece. Kemudian dia juga menyebut Menkopolhukam Mahfud
MD yang telah memberikan perintah untuk menangkap serta memproses Saifuddin.
"Muncul tokoh baru, Saifudin Ibrahim, menistakan, lebih
berat daripada Kace (Kece). Untung ada Pak Mahfud MD yang segera memerintahkan
untuk menangkap, mempertanggung jawabkan secara hukum, kalau tidak kita pecah,
itu yang betul," tegas Napoleon.
Apabila sang pendeta telah tertangkap, Napoleon berharap agar
bisa dipertemukan. Dia memastikan tidak akan melakukan kekerasan sebagaimana
yang dia lakukan ke Kece.
"Kami tunggu kapan didapat (ditangkap), kalau bila perlu
pertemukan dengan saya lagi, jangan khawatir, tidak akan saya aniaya Ibrahim
itu, paling ku jilat saja dia."
Kasus Naik Penyidikan
Bareskrim Polri telah meningkatkan status kasus yang menjerat
Pendeta Saifuddin Ibrahim ke tahap penyidikan. Dia dilaporkan karena
pernyataannya yang meminta agar 300 ayat di Alquran dihapuskan.
Ditingkatkannya kasus yang menjerat Pendeta Saifuddin Ibrahim
diungkapkan oleh Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Asep Edi
Suheri.
“(Perkara Saifuddin Ibrahim) sudah naik sidik,” kata Asep
saat dikonfirmasi wartawan, Rabu, kemarin.
Asep belum dapat menjelaskan terkait pemeriksaan yang akan
dilakukan terhadap Pendeta Saifuddin Ibrahim .
“Kami masih koordinasi secara intens dengan pihak-pihak
terkait,” ujarnya.
Laporan Kasus Pendeta Saifuddin di Bareskrim
Diketahui, Bareskrim Polri menerima dua laporan kasus serupa
terkait dugaan penodaan agama Pendeta Saifuddin. Laporan pertama dilakukan oleh seseorang
bernama Rieke Vera Routinsulu dan laporannya teregister dalam nomor laporan
LP/B/0133/III/2022/SPKT Bareskrim Polri tanggal 18 Maret 2022.
Dalam laporannya, Rieke mempersangkakan Saifuddin melanggar
Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
tentang Perubahan atas UU No 11/2008 Tentang ITE.
Saifuddin juga disangkakan melanggar Pasal 156 KUHP dan atau
Pasal 156a KUHP, Pasal 14 Ayat (1), Ayat (2) dan/ atau Pasal 15 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama sebelumnya juga
melaporkan Pendeta Saifuddin Ibrahim ke Bareskrim Polri. Laporan itu berkaitan
dengan pernyataan Saifuddin yang meminta Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas
menghapus 300 ayat Alquran.
Ketua GNPF Ulama, Yusuf Muhammad Martak mengatakan, Pendeta
Saifuddin telah berkali-kali menistakan agama Islam. Menurut dia, apa yang
dilakukan Pendeta Saifuddin adalah perbuatan terlarang.
"Hari ini saya melaporkan pendeta Saifuddin Ibrahim,
terkait penistaan dan penodaan agama Islam, yang sudah dilakukan berkali-kali
dan tiada henti-hentinya menghinakan agama dan itu adalah suatu perbuatan
terlarang," kata Yusuf Martak di Bareskrim Polri, Selasa (22/3/2022).
Pendeta Saifuddin dilaporkan tentang tindak pidana kebencian atau permusuhan individu dan atau
antargolongan dan atau penodaan agama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat
2 Juncto Pasal 28 ayat 2 Undang Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan
Atas UU RI Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan
atau Pasal 156 KUHP dan atau Pasal 156a KUHP. (suara)