SANCAnews.id – Kasus penembakan seorang dokter
bernama Sunardi oleh Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror dianggap
sebagai pembunuhan di luar hukum atau extra judicial killing.
Menurut Direktur Eksekutif Community Ideological Islamic
Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya, penembakan Sunardi menambah daftar panjang
terduga teroris yang tewas saat penangkapan.
"Ini juga masuk kategori extra judicial killing. Dalam
10 tahun terakhir, lebih dari 150-an orang tewas di tangan Densus 88 dengan
katagori ini,” tegas Harits lewat keterangannya kepada Kantor Berita Politik
RMOL, Jumat (11/3).
Dalam amanat UU, kata Harits, Densus 88 perlu mengetahui
proses penangkapan dan melumpuhkan para pelaku terduga terorisme dengan
membawanya ke meja hijau peradilan, bukan melakukan tindakan represif yang
melanggar HAM.
"Biarkan pengadilan yang memutuskan hukuman terbaik atas
setiap tindak pidana seseorang. Kalau baru terduga tapi sudah tewas, bagaimana
konsistensi terhadap criminal justice system?” imbuhnya.
Dia menambahkan, kasus tewasnya terduga teroris yang berulang
mengisaratkan ada persoalan pada kredibilitas, profesionalitas, dan kontrol
atas aparat di lapangan.
Atas dasar itu, ia menyarankan agar aparat dilengkapi dengan
kamera melekat kepada setiap personel saat operasi penindakan. Hal ini penting
agar setiap tindakan tegas dan terukur bisa dipertanggungjawabkan secara hukum
dan moral.
"Dan secara internal atau oleh tim pengawas bisa
dilakukan evaluasi demi perbaikan kedepannya. Jangan lupa, tindakan kekerasan
aparat berpotensi menjadi triger melahirkan aksi kekerasan terhadap aparat
karena dendam," tandasnya. ***