SANCAnews.id – Kelompok mahasiswa yang tergabung
dalam organisasi Cipayung Plus seharusnya menggunakan momentum bertemu dengan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara untuk menyampaikan berbagai keluhan
dan penderitaan rakyat.
Mulai dari langka dan mahalnya harga minyak goreng,
keberadaan big data 110 juta perbincangan tentang penundaan Pemilu 2024, hingga
kriminalisasi terhadap banyak aktivis kritis seperti Haris Azhar dan Fatia
Maulidiya.
“Termasuk soal pembangunan IKN yang terlihat sangat
dipaksakan selesai sampai 2024, dan sebagainya," kata Direktur Eksekutif
Lingkar Madani, Ray Rangkuti kepada Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu di
Jakarta, Kamis (24/3).
Bagi aktivis '98 ini, menghadiri undangan presiden merupakan
hal yang sah-sah saja. Perbincangan tentang pengelolaan bangsa dan negara
adalah sesuatu yang harus terus dilakukan, tak terkecuali oleh mahasiswa.
Sebab, mahasiswa sudah semestinya ikut berperan besar dalam pembentukan wajah
Republik Indonesia.
"Yang perlu dicermati adalah apa isi pertemuan tersebut?
Apakah semata mendengar apa saja dari Presiden dan setelah itu selesai?"
tuturnya.
Jika memang mahasiswa hanya satu arah menjadi pendengar
Jokowi, maka hal tersebut layak untuk disayangkan. Artinya, mahasiswa datang
hanya untuk mendengar apa yang menjadi konsen pemerintah dan bukan untuk
menyampaikan keluhan rakyat.
"Momen seperti ini baiknya dipergunakan oleh mahasiswa
untuk juga menyampaikan hal yang jadi konsen mereka," demikian Ray
Rangkuti. ***