SANCAnews.id – Kepemilikan kartu peserta Badan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) akan menjadi syarat wajib untuk berbagai
keperluan.
Semisal mengurus Surat Izin Mengemudi (SIM), mengurus Surat
Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).
Kewajiban itu tercantum dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.
Peraturan tersebut talah diteken Presiden Joko Widodo
(Jokowi) pada 6 Januari 2022 lalu.
Dalam aturan tersebut, Jokowi meminta pihak kepolisian untuk
memastikan pemohon SIM, STNK dan SKCK merupakan peserta aktif BPJS Kesehatan.
"Melakukan penyempurnaan regulasi untuk memastikan pemohon SIM, STNK, SKCK adalah Peserta aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)," bunyi Inpres No.1 Tahun 2022.
Beberapa pelayanan publik seperti mendaftar ibadah Haji dan
Umrah juga diwajibkan memiliki BPJS Kesehatan.
Jokowi menginstruksikan Menteri Agama untuk memastikan pelaku
usaha dan pekerja yang ingin ibadah Umrah dan Haji merupakan peserta aktif
dalam program JKN.
"Mensyaratkan calon jamaah Umrah dan jamaah Haji khusus
merupakan peserta aktif dalam program JKN," lanjutnya.
Adapun Presiden Jokowi juga menginstruksikan Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) juga mengumumkan
kartu BPJS Kesehatan akan menjadi syarat jual beli tanah
BPJS Kesehatan menjadi salah satu syarat wajib pembelian
tanah akan dimulai 1 Maret 2022.
Tuai kritik
Kebijakan terkait kartu peserta BPJS Kesehatan menjadi syarat
transaksi jual beli tanah yang akan diberlakukan mulai 1 Maret 2022 menuai
kritik keras dari berbagai kalangan.
Seperti diketahui, kebijakan itu mengacu pada surat bernomor
HR.02/153-400/II/2022 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Penetapan Hak
dan Pendaftaran Tanah (PHPT) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN.
Dikutip dari Tribunnews, penggunaan BPJS Kesehatan sebagai
syarat jual beli tanah diterapkan dikarenakan terbitnya Instruksi Presiden
(Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN).
Aturan ini pun juga diamini oleh Staf Khusus dan Juru Bicara
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, Teuku Taufiqulhadi.
Mengenai BPJS Kesehatan yang dilampirkan, menurut Taufiq,
dapat dilampirkan dari berbagai kelas baik kelas 1 hingga kelas 3.
“Jadi harus melampirkan BPJS ketika membeli tanah. Baru
keluar tahun ini Inpres-nya. MUlai diberlakukan sejak 1 Maret 2022,” ungkapnya
pada Jumat (18/2/2022).
Kritik pun berdatangan dari anggota DPR dan pengamat mengenai
aturan ini.
Dinilai Konyol
Aturan ini pun dikritik oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI
sekaligus politisi dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Luqman Hakim.
Dikutip dari Kompas.com, dirinya menilai kebijakan BPJS Kesehatan harus menjadi syarat jual beli tanah adalah kebijakan yang konyol dan irasional. Menurutnya ini adalah salah satu bentuk pemaksaan kebijakaan kepada masyarakat.
“Terbitnya aturan yang memaksa rakyat menjad peserta BPJS
Kesehatan dengan menjadikannya sebagai syarat dalam layanan pertanahan,
merupakan bagian dari praktek kekuasaan yagn konyol, irasional, dan
sewenang-wenang,” ujarnya pada Sabtu (19/2/2202).
Selain itu Luqman mengatakan kepemilikan tanah dan jaminan
sosial kesehatan merupakan hak rakyat yang harus dilindungi negara, sehingga
dalam melindungi hak tersebut maka negara tidak boleh memberangus hak yang
lainnya.
“Lahirnya kebijakan ini membuat saya curiga adanya anasir
jahat yang menyusup di sekitar Presiden Jokowi dan jajaran kabinetnya dan
dengan sengaja mendorong lahirnya kebijakan yang membenturkan presiden dengan
rakyat,” jelasnya.
Mengenai kebijakan ini, Luqman pun meminta Menteri Agraria
dan Tata Ruang, Sofyan Djalil agar membatalkan kebijakan ini.
Menurutnya, selaku pembantu presiden, Sofyan seharusnya
memberi masukan kepada presiden bukan bersikap seolah tidak ada masalah.
“Jangan malah sebaliknya, bersikap seolah tidak tahu ada
masalah dan langsung melaksanakannya,” kata Luqman.
Mengada-ada
Selain dari DPR, kritik pun juga datang dari pengamat
kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah.
Dikutip dari Kompas.com, kebijakan BPJS Kesehatan menjadi
syarat jual beli tanah adalah aturan yang mengada-ada.
“Kalau kemudian syarat jual beli tanah itu harus menggunakan
BPJS, ya menurut saya jauh panggang dari api, jadi terlalu mengada-ada karena
ini berlebih-lebihan,” ujar Trubus pada Jumat (18/2/2022).
Selain itu Trubus juga mengatakan optimalisasi BPJS Kesehatan
sebagai landasan syarat untuk jual beli tanah juga tidak bisa diterima.
Seharusnya, menurut Trubus, pemerintah seharusnya
meningkatkan transparansi pengelolaan BPJS Kesehatan dan pelayanannya untuk
menarik masyarakat menjadi peserta, bukan malah memaksa BPJS Kesehatan sebagai
syarat jual beli tanah.
“Kalau dia mendapatkan kepuasan, saya rasa akan tertarik,
tidak perlu dipaksa pakai aturan, itu masyarakat akan dengan sendirinya
membeli, artinya masyarakat itu akan terlibat ikut aktif di dalam peserta
BPJS,” jelasnya.
Akibatnya, Trubus menganggap adanya kewajaran apabila
masyarakat menduga-duga adanya kebijakan ini dalam rangka untuk membiayai
proyek besar seperti pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru.
“Di sini kemudian kementerian/lembaga atau anak buahnya ini
mencari celah untuk membantu setidak-tidaknya membantu kebijakan presiden, jadi
arahnya ke sana, bisa saja dibaca seperti itu,” pungkas Trubus. (wartakota)