SANCAnews.id – Arteria Dahlan bisa bernapas lega. Kasus
dugaan penghinaan terhadap orang Sunda yang diadukan sejumlah pihak, dinyatakan
oleh Polisi tak memenuhi unsur pidana.
Melansir Wartaekonomi.co.id -- jaringan Suara.com, polisi
juga mengaku tak bisa memproses Arteria karena anggota Komisi III DPR ini
memiliki hak imunitas alias kebal.
Yang melaporkan Arteria ini cukup banyak. Di antaranya, ada
Majelis Adat Sunda, Presidium Poros Nusantara, dan Forum Komunikasi Tani
Nelayan Indonesia. Pelaporan ini tidak hanya dilakukan di Jakarta, tapi juga di
Jawa Barat. Namun, semua laporan itu, kemudian dilimpahkan ke Polda Metro Jaya.
Polda Metro Jaya kemudian melakukan gelar perkara, meminta
keterangan ahli pidana, ahli bahasa, dan hukum bidang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE).
Kemarin, Polda Metro Jaya mengumumkan hasil gelar perkara
kasus Arteria. Kesimpulannya, tidak ada unsur pidana yang dilakukan politisi
PDIP itu.
"Berdasarkan pendapat ahli dan pendalaman penyidik Polda
Metro Jaya, pendapat Saudara Arteria Dahlan dalam persoalan ini tidak memenuhi
unsur perbuatan ujaran kebencian dan SARA yang diatur dalam Pasal 28 Ayat 2
Undang-Undang Nomor 19/2016 tentang ITE," ucap Kabid Humas Polda Metro
Jaya Kombes Endra Zulpan, dalam konferensi pers, di Mapolda Metro Jaya, Jakarta
Selatan, kemarin.
Dengan begitu, penyidik Polda Metro Jaya tidak akan
melanjutkan penyelidikan terhadap Arteria. Apalagi, Arteria juga memiliki hak
imunitas sebagai anggota DPR. Hal itu diatur dalam Pasal 224 UU Nomor 17/2014
tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3). Dalam pasal itu disebutkan, pernyataan
anggota Dewan dalam rapat tidak dapat dituntut di depan pengadilan.
"Sebagai anggota DPR, yang bersangkutan juga memiliki
hak-hak imunitas sehingga tidak dapat dipidanakan pada saat yang bersangkutan
mengungkapkan pendapatnya pada saat atau dalam forum rapat resmi yang
dilakukan. Seperti yang terjadi dalam persoalan ini," terang Zulpan.
Apabila ada kelompok yang tidak puas dengan hasil gelar
perkara ini, kata Zulpan, bisa melapor ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Kasus Arteria ini bermula dalam rapat kerja Komisi III DPR
dengan Kejaksaan Agung, Senin (17/1). Saat itu, Arteria meminta Jaksa Agung ST
Burhanuddin mencopot Kajati yang menggunakan bahasa Sunda dalam rapat. Arteria
menilai, mestinya dalam rapat menggunakan bahasa Indonesia agar tidak
menimbulkan salah persepsi orang yang mendengarnya.
Pernyataan Arteria ini kemudian menuai kontroversi di
masyarakat. Banyak masyarakat Sunda yang marah dengan pernyataan itu. Arteria
kemudian meminta maaf. Namun, beberapa pihak tetap melaporkannya ke polisi.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang
Komarudin membenarkan, anggota DPR memang memiliki hak imunitas yang diatur
dalam UU MD3. Namun, kondisi ini tetap akan membuat sebagian masyarakat
jengkel.
"Jika ini terus berlanjut, negara sedang mempertontonkan
ketidakadilan," ucapnya.
Sementara, pengamat hukum dari UIN Syarif Hidayatullah,
Tholabi Karlie menyatakan, adanya hak imunitas dalam UU MD3 itu bertujuan untuk
memastikan kerja konstitusional DPR tidak berurusan dengan hukum. Makanya,
untuk masalah ucapan anggota Dewan yang dilakukan dalam rapat, lebih baik
dilaporkan ke MKD.
"Ada mekanisme konstitusional yang bisa ditempuh
(pelapor), yakni dengan melapor ke MKD. Selanjutnya, biar MKD yang menilai
pernyataan AD dari sudut pandang etik," jelas Tholabi.
Wakil Ketua MKD, Nazaruddin Dek Gam memastikan, semua laporan
yang masuk ke MKD terkait Arteria akan diproses sesuai dengan prosedur tata
beracara.
"Begitu selesai lockdown, kami akan pelajari kelengkapan
administrasi laporan para pelapor. Setelah dipastikan seluruh syarat lengkap,
baru kami bisa mengadakan rapat pleno untuk membahas substansi laporan dan
seterusnya," janjinya.
Anggota MKD, Asep Ahmad Maoshul Affandy menguatkan. Kata dia,
MKD akan memproses laporan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Arteria.
Laporan ke MKD tidak terhalang hak imunitas Arteria sebagai anggota Dewan,
"MKD harus terima semua gugatan. Semuanya diproses," ucapnya. (suara)