SANCAnews.id – Saksi berinisial LH dihadirkan tim
kuasa hukum terdakwa Munarman dalam sidang lanjutan perkara dugaan tindak
pidana terorisme di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Senin (21/2/2022).
Dalam sidang yang beragendakan mendengar keterangan saksi
meringankan alias a de charge, LH membeberkan terkait latar belakang eks
organsiasi masyarakat (Ormas) Front Pembela Islam (FPI) yang merupakan tempat
Munarman bernaung.
Pada keterangannya, LH menyatakan kalau FPI merupakan ormas
Islam yang anti terhadap kelompok jaringan terorisme Islamic State of Iraq and
Suriah (ISIS).
Hal itu bermula saat tim kuasa hukum Munarman menanyakan
kepada LH perihal pemahamannya soal FPI.
"Saudara mengetahui gak FPI ini Pro atau anti ISIS?,"
tanya anggota kuasa hukum Munarman dalam persidangan.
Menjawab pertanyaan itu, LH yang juga merupakan pengacara
publik, menyebut kalau syariat yang ditegakkan oleh Muhammad Rizieq Shihab
sebagai eks Pentolan FPI yakni sejalur pada NKRI.
Sedangkan berdasarkan pemahamannya, faham ISIS tidak lah
mengarah ke syariat sebagaimana yang ditanamkan oleh FPI.
"Jelas tidak pro, jelas anti ISIS, karena seperti tadi
saya katakan jalur yang ditempuh oleh Habib Rizieq dalam konteks syariat itu
adalah NKRI," kata LH.
"Kalau ISIS itu kan tidak ke arah sana beda,"
sambungnya.
Tak hanya itu, kuasa hukum Munarman juga menanyakan kepada LH
perihal maklumat FPI yang turut dijadikan barang bukti dan dituangkan dalam
dakwaan jaksa pada perkara ini.
Bahkan LH juga menyebutkan atau merunutkan isi maklumat FPI
perihal syariat Islam berdasarkan NKRI seperti halnya yang dimaksud.
"Saudara pernah mengetahui kalau FPI pernah mengeluarkan
maklumat perihal itu?," tanya kuasa hukum Munarman.
"Iya tau," jawab LH.
"Saudara ingat bunyinya maklumat itu?," tanya lagi
kuasa hukum.
"Yang saya ingat terutama yang pertama ukuwah islamiah
dan tetep Istiqomah di jalur NKRI dan yang kedua untuk menjaga ukuwah islamiah
dari dunia barat tentunya, itu yang saya tangkap, dunia barat yang telah
memporak-porandakan baik masyarakat maupun negara-negara Islam dengan
menggerakkan Arab spring itu yang saya pahami dari wacana-wacana yang saya
ikuti di kalangan FPI tuh seperti itu," kata LH.
Dengan penjelasan itu, lantas LH memastikan kalau ormas yang
terbentuk pada 1998 dan dipimpin oleh Habib Rizieq Shihab itu bukanlah
organsiasi Islam yang sejalan dengan ISIS.
"Kalau saya pahami itu tidak sejalan dengan ISIS begitu
ya, saya tidak mengatakan anti ISIS tapi jelas tidak sejalan dengan ISIS,"
tukas dia.
Sebelumnya, Terdakwa perkara dugaan tindak pidana terorisme
Munarman mengungkapkan, banyak pernyataan yang membuat seakan-akan eks
organsiasi masyarakat (Ormas) Front Pembela Islam (FPI) selalu berkaitan erat
dengan jaringan terorisme ISIS padahal sudah dibubarkan.
Hal itu diungkapkan Munarma, dalam sidang lanjutan perkara
yang menjeratnya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Rabu (16/2/2022).
Hal itu bermula saat, tim kuasa hukum Munarman, Aziz Yanuar
menanyakan terkait nama FPI yang masuk dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan
dakwaan dalam perkara tersebut.
Padahal kata Aziz, sejumlah nama atau oknum anggota FPI yang
masuk dalam BAP tidak menjadi terdakwa sama seperti Munarman.
"Terkait dengan organisasi FPI yang beberapa kali dilibatkan
di BAP dakwaan. Padahal tidak menjadi terdakwa di sini. Bisa diceritakan
terkait Front Pembela Islam ini, beberapa oknumnya yang memang di duga
terindikasi kasus-kasus pidana, sebagai keterlibatan di FPI apa yang dilakukan
terkait pelanggaran hukum baik dari FPI?" tanya Aziz.
Hal itu didasari karena adanya beberapa anggota yang disebut
Munarman sebagai oknum, turut terjaring dalam tindak pidana.
Padahal secara nyata kata Munarman, oknum anggota FPI yang
terjerat tindak pidana terorisme itu sebenarnya telah dikeluarkan dari FPI.
Salah satu nama yang disebut Munarman adalah eks Ketua Umum
FPI Lamongan, Zainal Anshori yang bergabung pada Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
"Misalnya Zainal Anshori itu memang dia ketua FPI
Lamongan sampai dengan tahun 2010 jadi sebelum dia bergabung ke JAD itu dia
diberhentikan," ucap Munarman.
Baca juga: Kuasa Hukum Buka Peluang Hadirkan Rizieq Shihab
Jadi Saksi dalam Sidang Munarman
Namun kata eks Sekum FPI itu, yang terjadi pada pemberitaan
di media massa malah menyebut kalau Zainal Anshori bergabung dengan FPI usai
menjadi anggota JAD.
Menurut dia, pemberitaan tersebut nerupakan bentuk kesalahan
informasi terhadap Zainal.
"Ketika ISIS muncul, ada JAD lagi berdiri, dia (Zainal)
ditunjuk. Tapi media menyebut seolah-olah Zainal Anshori ini menjadi FPI atau
JAD side job. Di situlah miss leadingnya," katanya.
Lebih jauh, Munarman juga turut mengungkit terkait pembubaran
FPI oleh pemerintah.
Hal itu kata dia, berdasar pada isi beberapa ceramah Muhammad
Rizieq Shihab yang disebut seolah-olah mendukung ISIS.
Karena FPI sudah terlanjur dibubarkan, maka kata Munarman,
seakan harus dicari kasus lain yang menunjukkan itu.
Alhasil kata Munarman, kehadiran dirinya dalam seminar di
Makassar dan Jakarta yang akhirnya memperkuat hal tersebut.
"Karena skenarionya sudah kadung dibubarkan dan
tuduhanya FPI dukung ISIS, maka kan harus dicari kasusnya. Harus dicari fakta
seolah-olah (mendukung), maka dicari cari lah,"
"Ketemulah mereka informasi bahwa saya mengisi kegitaan
di Makassar dan di Medan itu, sama yang hadir menonton kegiatan di UIN Ciputat
itu," katanya.
Dengan begitu, Munarman berpendapat ada framming yang
dibangun agar seolah-olah FPI mempunyai keterkaitan dengan ISIS.
Tujuannya kata dia, agar membuktikan bahwa pembubaran FPI
adalah langkah yang tepat.
"Itulah yang dijadikan bukti seolah-olah FPI itu bagian
erat dengan ISIS. Itu yang mau ditampilkan mereka, jadi perkara saya digunakan untuk
mebuktikan bahwa keputusan pemerintah pembubaran FPI bahwa FPI kaitanya dengan
ISIS sudah tepat. Itu yang diinginkan mereka sebebarnya," tukas dia.
Diketahui, dalam perkara ini, Munarman didakwa menggerakkan
orang lain untuk melakukan tindakan terorisme di sejumlah tempat dan dilakukan
secara sengaja.
Jaksa menyebut eks Sekretaris Umum FPI itu melakukan beragam
upaya untuk menebar ancaman kekerasan yang diduga bertujuan menimbulkan teror
secara luas.
Munarman disebut telah terlibat dalam tindakan terorisme
lantaran menghadiri sejumlah agenda pembaiatan anggota ISIS di Makassar,
Sulawesi Selatan, dan Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara pada 24-25 Januari
dan 5 April 2015.
Atas perbuatannya, Munarman didakwa melanggar Pasal 14 Juncto
Pasal 7, Pasal 15 juncto Pasal 7 serta atas Pasal 13 huruf c Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15
Tahun 2003 tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme menjadi UU juncto UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang perubahan atas
UU 15 Tahun 2003 tentang penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. (tribunnews)