SANCAnews.id – Sejarah wayang tidak terlepas dari
perkembangan dakwah Islam di Indonesia. Wali Songo menjadi aktor utama hingga
wayang diubah dari kesenian yang dinilai haram dalam hal bentuk, menjadi media
dakwah yang efektif bagi masyarakat kala itu.
Gus Baha menceritakan bagaimana Wali Songo sempat berdebat
terkait wayang. Permintaan Raja Kesultanan Demak, Raden Fatah dan keinginan
Sunan Kalijaga yang berharap bisa menggunakan wayang sebagai media dakwah,
sempat terbentur hukum wayang. Hingga akhirnya wayang menemukan jalannya.
Cerita bermula Sunan Kalijaga ingin berdakwah melalui media
wayang yang saat itu merupakan kesenian tradisional yang amat melekat di
masyarakat Jawa.
Namun, wayang yang digunakan Sunan Kalijaga adalah wayang thengul yang berbentuk arca/manusia. Sunan Giri pun tak setuju lantaran wayang thegul memiliki bentuk yang menyerupai manusia. Secara hukum menurut Sunan Giri, orang yang membuat patung manusia di akhirat nanti akan dihukum Allah dengan diperintahkan meniupkan ruh ke dalamnya.
Perdebatan antara Sunan Kalijaga dan Sunan Giri sempat
membuat keduanya bersitegang. Kemudian datang Sunan Kudus sebagai tokoh yang
lebih alim, lebih tinggi tingkat ilmu keislamannya. Sunan Kudus datang untuk
menengahi Sunan Kalijaga dan Sunan Giri.
Masih diceritakan Gus Baha, Sunan Kudus memberikan ide dengan
mengakali bentuk dari wayang thengul yang berbentuk seperti manusia. Wayang itu
disarankan dipipihkan bentuknya, hingga menjadi wayang kulit.
"Kan masyhur itu, (Sunan) Kalijaga saking inginnya
berdakwah di daerah Pajang, daerah sini lho, mulai Pajang daerah sini, di
Sragen sampai ke sini. Sampai membuat wayang thengul, wayang thengul itu wayang
orang," kata Gus Baha.
"Sunan Giri tidak terima. (Sunan Giri berkata) 'Itu
haram membuat patung. Kalau membuat patung itu nanti di akhirat disuruh memberi
nyawa'. Sunan Kalijaga tidak begitu banyak ngaji orang mantan preman jadi wali.
Ngaji fashlun itu, nggak begitu banyak ngaji," ujar Gus Baha.
"Walhasil akhirnya ditengah-tengahi oleh Sunan Kudus
yang lebih alim, lebih senior. (Kata Sunan Kudus) 'Sudah gini aja, wayangnya
itu dipenyetkan jadi wayang kulit, karena kalau wayang thengul itu (berbentuk)
patung. Tapi kalau gepeng (seperti) kulit sudah tidak bisa dikasih nyawa, sudah
penyet semua," kisah Gus Baha sembari tertawa. Dipipihkannya wayang
thengul menjadi wayang kulit untuk menghindari keharaman.