SANCAnews.id – Penetapan tersangka kepada eks Bendahara Desa
Citemu, Nurhayati, yang mengungkap kasus kerugian negara sebesar Rp 800 juta
dari 2018 hingga 2020 menjadi preseden buruk dalam upaya pemberantasan tindak
pidana korupsi Dana Desa (DD) yang dilakukan oknum Kuwu di Kabupaten Cirebon.
Demikian disampaikan Advokat Elyasa Budiyanto saat konferensi
pers di bilangan Jalan Pantura Cirebon, Selasa (15/2).
Elyasa memastikan Nurhayati telah menjalankan tugasnya
sebagai bendahara desa sesuai tupoksi. Di mana dalam mencairkan uang (Dana
Desa) di Bank BJB sudah mendapatkan rekomendasi Camat dan Dinas Pemberdayaan
Masyarakat Desa (DPMD).
“Menurut pasal 51, orang yang melakukan perbuatan untuk
melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang,
tidak boleh dipidana,” tegasnya, dikutip Kantor Berita RMOLJabar.
“Jadi Nurhayati seharusnya mendapatkan apresiasi yang tinggi
dan sepantasnya pula mendapatkan perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi
dan Korban (LPSK), karena dengan keberaniannya membuat laporan atas dugaan
penyelewengan dana desa oleh oknum Kuwu Citemu mulai dari tahun 2018, 2019, dan
2020. Ini kok dijadikan tersangka,” paparnya.
Advokat asal Karawang ini pun mempertanyakan logika hukum apa
yang dipakai penyidik, karena dalam pemeriksaan terhadap kliennya tidak
ditemukan unsur melawan hukum seperti menggunakan Dana Desa untuk kepentingan
pribadi.
“Apakah ini ada pesanan dari oknum untuk mentersangkakan
pelapor? Padahal, dalam KUHP dan KUHAP untuk menjadikan tersangka harus ada dua
alat bukti yaitu saksi dan keterangan ahli,” ujarnya.
Ia pun menduga ada upaya persekongkolan jahat dari
pihak-pihak tertentu untuk menjadikan pelapor sebagai tersangka tindak pidana
korupsi.
“Kasus pelapor dijadikan tersangka ini mematikan upaya
pemberantasan tindak pidana korupsi Dana Desa yang ugal-ugalan dilakukan oknum
Kuwu,” tegasnya lagi.
“Kasus ini membuat para perangkat desa yang mengetahui
penyelewengan Dana Desa tidak akan berani melapor, karena takut akan dijadikan
tersangka seperti Nurhayati ini,” tutup Elyasa.
Masih di tempat yang sama, Ketua Badan Permusyawaratan Desa
(BPD) setempat, Lukman Nurhakim menilai, kasus korupsi yang dilakukan oleh
oknum Kuwu Citemu dengan menyeret eks Bendahara Desa yang notabene pelapor
korupsi Dana Desa kepada BPD tidak bisa diterima akal sehat.
“Kami BPD membuat laporan ke Tipikor atas penyelewengan Dana
Desa tersebut hasil laporan lisan dan tertulis dari Bendahara Desa, Nurhayati.
Jadi pelapor dijadikan tersangka korupsi yang dilakukan Kuwu Citemu mencederai
keadilan,” tutupnya.
Terpisah, Nurhayati pun sudah melaporkan upaya kriminalisasi
yang dilakukan pihak penyidik kepolisian kepada Presiden, Kapolri, dan 34
Lembaga Negara lainnya.
“Saya sudah membuat laporan adanya konspirasi sejumlah oknum
untuk mengkriminalisasi ini kepada 36 lembaga negara dari mulai Presiden,
Kapolri, Kompolnas, Kejagung dan lainnya,” katanya.
Ia mengklaim sebagai pelapor yang tidak ikut menikmati uang korupsi Dana Desa. Sehingga janggal jika kemudian justru ditetapkan sebagai tersangka korupsi. ***