SANCAnews.id – Pelabelan hoax terhadap peristiwa
di Desa Wadas, Purworejo, oleh pemerintah disayangkan Aliansi Jurnalis
Indonesia (AJI).
Ketua Umum AJI, Sasmito menjelaskan, label hoax disematkan
sejumlah kepala instansi pemerintahan atas pemberitaan dan atau informasi yang
beredar di media sosial terkait gejolak di Wadas.
"Hal tersebut setidaknya tergambar dalam konferensi pers
yang disampaikan Menko Polhukam Mahfud MD di Jakarta pada Rabu (9/2),"
ujar Sasmito dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (12/2).
Sasmito menuturkan, Mahfud menyebut semua informasi dan
pemberitaan yang menggambarkan suasana mencekam di Desa Wadas tidak terjadi
seperti yang digambarkan, terutama di media sosial.
"Ia mengklaim situasi di Desa Wadas dalam keadaan tenang
dan meminta warga tidak terprovokasi," imbuhnya.
Selain Mahfud MD, Sasmito juga melihat label hoax yang
diberikan Polri melalui unggahannnya di laman humas.polri.go.id yang berjudul
"Ulama Purworejo Serukan Warga Menolak Hoax Tentang Situasi Wadas, Polda
Jateng Warning Akun Tukang Provokasi" pada Kamis (10/2).
"Dalam unggahan tersebut, Polri juga menegaskan menindak
pengelola akun-akun yang dinilai provokatif melalui jalur hukum. Faktanya warga
hanya menyampaikan informasi melalui media sosial terkait peristiwa yang
terjadi di Desa Wadas," tuturnya.
Polri, lanjut Sasmito, juga menyematkan stempel hoax terhadap
konten milik Wadas Melawan. Polisi membuat narasi bahwa ada warga yang membawa
senjata tajam dan kemudian diamankan polisi. Padahal fakta yang didapat
jurnalis di lapangan, sejata tajam yang dibawa warga merupakan alat mencari
rumput pakan ternak.
Maka dari itu, Sasmito menyatakan bahwa label hoax yang
diberikan pemerintah pada peristiwa yang terjadi di Wadas jauh dari fakta yang
terjadi di lapangan.
"AJI menyerukan agar pemerintah menghentikan pelabelan
hoax peristiwa di Wadas yang sewenang-wenang dan berdasarkan klaim yang
dianggap sesuai dengan narasi yang diharapkan aparat," harapnya.
Lebih lanjut, Sasmito menegaskan bahwa berdasarkan Jaringan
Pengecekan Fakta Internasional, pengecekan fakta harus mengacu prinsip-prinsip
seperti komitmen nonpartisan dan keadilan, komitmen transparansi atas sumber,
transparansi metodologi, serta komitmen atas koreksi yang terbuka dan jujur.
"Pers nasional agar menjalankan fungsi kontrol sosial
seperti diamanatkan UU Pers. Termasuk melakukan pengawasan, kritik, koreksi,
dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum seperti
pembangunan proyek Bendungan Bener yang berdampak kepada warga Wadas,"
tandasnya. (rmol)