SANCAnews.id – Pegiat media sosial Permadi Arya
alias Abu Janda mengeluarkan uneg-uneg dengan mengirimkan karangan bunga ke
pengadilan. Dia protes bial dua anggota polisi terdakwa unlawful killing laskar
FPI dituntut enam tahun penjara.
Dalam karangan bungan berwarna merah tersebut tertulis '2
polisi penembak teroris harusnya diberi penghargaan bukan dikriminalisasi.
Permadi Arya.'
Foto karangan bunga ini diunggaj Abu Janda di laman Instagram
miliknya @permadiaktivis2, Rabu, 23 Februari. Pada caption unggahan, Abu Janda
menulis komentar dengan cukup pedas.
"FPI organisasi teroris. Munarman beraliran ISIS.
petugas nembak teroris kok malah dituntut? bela negara kok mau dipenjara?"
tegas Abu Janda.
Abu Janda menyebutkan, karangan bunga ini merupakan ekspresi
kekecewaan dirinya, termasuk silent majority atas tuntutan terhadap dua polisi
tersebut.
"Saya yakin papan bunga ini mewakili uneg2 banyak orang
yang silent majority. KAMI MENOLAK PAHLAWAN DIKRIMINALISASI. jangan lemahkan
aparat yang sedang melindungi rakyat," tegasnya.
Jaksa menuntut majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta
Selatan menghukum dua polisi yang menjadi terdakwa kasus pembunuhan
sewenang-wenang (unlawful killing) pidana 6 tahun penjara.
Tuntutan kepada dua terdakwa, yaitu Brigadir Polisi Satu
(Briptu) Fikri Ramadhan dan Inspektur Polisi Dua (Ipda) Mohammad Yusmin
Ohorella, dibacakan oleh jaksa secara terpisah di PN Jakarta Selatan, Jakarta,
Selasa, 22 Februari.
Menurut Jaksa Fadjar, yang membacakan tuntutan secara virtual
sebagaimana disiarkan di ruang sidang, Briptu Fikri terbukti secara sah dan
meyakinkan melanggar Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Dalam berkas tuntutan yang berbeda, jaksa Paris Manalu juga
meyakini Ipda Yusmin melanggar ketentuan dalam pasal yang sama dengan Briptu
Fikri.
Karena itu, dua jaksa itu meminta majelis hakim memvonis
Briptu Fikri dan Ipda Yusmin hukuman 6 tahun penjara serta meminta keduanya
segera ditahan.
Dalam dua berkas tuntutan yang berbeda, jaksa juga meminta
kepada majelis hakim agar memerintahkan Briptu Fikri dan Ipda Yusmin membayar
biaya perkara masing-masing Rp5.000,00.
Terkait dengan barang bukti, jaksa meminta majelis hakim agar
memerintahkan beberapa barang bukti dikembalikan ke Polda Metro Jaya, ada
beberapa yang dimusnahkan, dan lainnya diminta tetap dimasukkan dalam berkas
perkara.
Jaksa, dalam tuntutannya, juga membacakan hal-hal yang
memberatkan dan meringankan bagi dua terdakwa.
Jaksa Fadjar menilai hal yang memberatkan Briptu Fikri, yaitu
tidak memperhatikan asas legalitas, asas nesesitas, dan asas proporsionalitas,
terutama dalam menggunakan senjata api saat mengawal para korban, yaitu empat
anggota FPI, dari Rest Area KM 50 Tol Cikampek ke Polda Metro Jaya.
Sementara itu, hal-hal yang meringankan untuk Briptu Fikri,
di antaranya telah bertugas sebagai polisi selama 12 tahun. Pada masa tugasnya
itu, Briptu Fikri tidak pernah melakukan perbuatan tercela.
Hal-hal yang memberatkan dan meringankan untuk Briptu Fikri
secara substansi juga berlaku untuk Ipda Yusmin.
Usai pembacaan tuntutan, Hakim Ketua Muhammad Arif Nuryanta
pun meminta pendapat dua terdakwa.
Briptu Fikri dan Ipda Yusmin, yang menghadiri sidang secara
virtual dari tempat penasihat hukum, pun menyerahkan keputusan itu kepada
pengacaranya.
Koordinator Tim Penasihat Hukum Henry Yosodiningrat
menyampaikan kliennya akan mengajukan pembelaan atau pledoi pada sidang
berikutnya.
Fikri dan Yusmin menjalani persidangan kasus pembunuhan
sewenang-wenang yang menewaskan empat anggota FPI saat mereka dalam perjalanan
ke Polda Metro Jaya pada tanggal 7 Desember 2020.
Empat anggota FPI yang menjadi korban penembakan di dalam
mobil milik kepolisian, yaitu Muhammad Reza (20), Ahmad Sofyan alias Ambon (26
tahun), Faiz Ahmad Syukur (22), dan Muhammad Suci Khadavi (21).
Dua anggota FPI lainnya, Luthfi Hakim (25) dan Andi Oktiawan
(33) juga tewas. Akan tetapi, korban meninggal dunia di lokasi berbeda, yaitu
saat baku tembak antara Laskar FPI dan polisi di Jalan Simpang Susun Karawang
Barat. (voa)