SANCAnews.id – Hari ini 35 tahun yang lalu, atau
tepatnya 22 Februari 1987, Masjid
Istiqlal yang ikonik diresmikan. Soekarno ada di baliknya. Ia menginginkan
Istiqlal menjadi masjid terbesar di Asia Tenggara.
Pembangunan tak boleh sembarang. Ia sendiri yang bertindak
mencari arsiteknya lewat sayembara. Friedrich Silaban pun dipilih. Namun,
penetapan lokasi masjid memicu perdebatan. Bung Karno dan Bung Hatta tak
sepaham. Bung Hatta tak ingin Istiqlal melulu dianggap ikon semata. Sedang
Soekarno sebaliknya.
Selepas merdeka, keinginan Indonesia membuat masjid megah dan
monumental tak tertahan lagi. Narasi itu berulang kali dilontarkan oleh
pemimpin bangsa. Utamanya Bung Karno dan Bung Hatta. Keduanya merupakan tokoh
yang banyak terlibat dalam pembangunan sedari ide awal.
Ide itu dibahas bersama K.H. Wahid Hasyim dan Anwar
Tjokroaminoto sedari 1950-an. Karenanya, proyek membangun Masjid Istiqlal
digadang-gadang sebagai bentuk rasa syukur kepada Sang Pencipta atas
kemerdekaan bangsa. Panitianya dikebut, begitu rencananya.
Menurut tokoh penting dalam penulisan sejarah Jakarta, Alwi Shahab, Soekarno pun menganggap Istiqlal adalah proyek yang monumental. Alias pembangunan Istiqlal harus benar-benar disiapkan. Demi mendapatkan arsitek terbaik, pemerintah menggelar sayembara. Soekarno didaulat sebagai dewan juri pada Juli 1955.
Ia pun menetapkan Friedrich Silaban sebagai pemenang. Tiada
yang mempermasalahkan hal itu. Tapi masalah muncul ketika penentuan lokasi
istiqlal. Bung Karno dan Bung Hatta memilih berseberangan. Bung Hatta memilih
lokasi Istiqlal berada di sekitar jalan Thamrin.
Alasannya karena berada dekat kampung. Usulan itu supaya
Istiqlal saban hari dipenuhi oleh jamaah yang datang beribadah. Bung Karno
sebaliknya. Istiqlal harus berada di lokasi sekitar Istana Negara. Sebab,
Istiqlal dan Monumen Nasional yang nantinya dicanangkan akan dapat dilihat
kemegahannya dari atas pesawat.
Sekalipun memperoleh banyak dukungan, Bung Karno sendiri tak
sempat melihat Istiqlal diresmikan. Lantaran Istiqlal baru selesai dibangun pada
1987. Pun penggantinya Soeharto yang meresmikannya.
“Dalam proses pembangunan Istiqlal, Bung Hatta mengakui
terjadi perbedaan pendapat dalam penentuan lokasi. Ia yang saat itu wakil
presiden berpendapat lokasi paling cocok untuk Istiqlal di Jalan Thamrin yang
sekarang ditempati Hotel Indonesia.”
“Karena lokasi ini berdekatan dengan kampung-kampung yang
berada di belakangnya.Sedangkan di tempat berdiri Istiqlal sekarang, dulu
merupakan kawasan pertokoan dan kantor, dan tidak banyak dihuni penduduk,” ungkap
Alwi Shahab dalam buku Saudagar Baghdad dari Betawi (2004). (voi)