SANCAnews.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan
akan menindaklanjuti laporan masyarakat sesuai dengan prosedur yang ada tanpa
memandang siapa pelapor dan terlapornya, sekalipun anak presiden.
Hal itu ditekankan oleh Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron
menanggapi adanya laporan dari Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah
Badrun yang melaporkan dua anak Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka
dan Kaesang Pangarep ke KPK pada Senin (10/1).
"KPK akan menerima dari siapapun terhadap laporan dan
pengaduan dari masyarakat, baik pelapornya siapapun dan juga terlapornya
siapapun. KPK akan kemudian melakukan proses penelaahan lebih lanjut,"
ujar Ghufron kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada
Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa sore (11/1).
Sehingga, kata Ghufron, KPK tidak memandang siapa yang
dilaporkan oleh masyarakat, termasuk jika anak presiden yang dilaporkan akan
tetapi ditindaklanjuti.
"Jadi KPK tidak melihat anak siapa, tidak melihat
bapaknya siapa, KPK akan menindaklanjuti sesuai prosedur ketentuan peraturan
perundang-undangan maupun SOP di KPK untuk menelaah lebih lanjut," tegas
Ghufron.
Setelah melakukan telaah, kata Ghufron, akan ditentukan
apakah layang dilakukan penyelidikan atau tidak. Jika layak, akan dilakukan
penyelidikan dan kemudian dilakukan ekspos untuk dilakukan penyidikan atau
tidak.
Selanjutnya, jika telah penyidikan, akan dilakukan ke
penuntutan di persidangan dan seterusnya.
"Jadi KPK akan melakukan proses sesuai ketentuan
perundang-undangan dan SOP, tidak karena siapa yang dilaporkan dan siapa yang
melaporkan. Prosesnya saat ini kami sedang, sudah kami terima dan kami akan
telaah," pungkas Ghufron.
Ubedilah didampingi kuasa hukumnya telah melaporkan Gibran,
Kaesang dan anak seorang petinggi Grup SM ke KPK atas dugaan Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme (KKN) ke Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4,
Setiabudi, Jakarta Selatan pada Senin (10/1).
Ubedilah menjelaskan, laporan ini berawal dari 2015 terdapat
perusahaan besar PT SM yang sudah menjadi tersangka pembakaran hutan dan sudah
dituntut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dengan nilai Rp 7,9 triliun.
"Tetapi kemudian oleh MA dikabulkan hanya Rp 78 miliar.
Itu terjadi pada Februari 2019 setelah anak presiden membuat perusahaan
gabungan dengan anak petinggi perusahaan PT SM," kata Ubedilah. (rmol)