SANCAnews.id – Guru Besar Ilmu Politik Universitas Pertahanan
Indonesia (Unhan) Prof Salim Said, menyebut bahwa saat ini kondisi partai
politik di rezim Presiden Jokowi bukan lagi sebuah konsolidasi demokrasi.
Ia menerangkan, sebesar 82 persen partai yang berada dalam
parlemen merupakan bagian dari pemerintahan Jokowi, bukan sebagai oposisi.
Menanggapi hal itu, Salim pun menilai penggabungan para
partai hingga menjadi gemuk ini merupakan konsolidasi kekuatan Jokowi.
“Untuk proses politik Indonesia, menurut saya, itu bukan
konsolidasi demokrasi, itu lebih merupakan konsolidasi kekuatan Jokowi,” kata
Salim Said, dikutip Terkini.id, Rabu 26 Januari 2022.
Dia menyebut mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut makin kuat,
dan hal ini terbukti dengan terpilihnya keluarga Jokowi sebagai pemimpin
daerah.
Di antaranya Gibran Rakabuming Raka yang kini menjadi Wali
Kota Solo, serta menantunya yang menjadi Wali Kota Medan.
Menurut Salim Said, semua perolehan kursi kepala daerah
tersebut tidak mungkin dapat diraih jika bukan karena posisi Jokowi yang kuat.
“Dan itu kan risikonya berat, apakah Jokowi bisa bertahan
mempertahankan kekuatannya setelah dia mundur, selesai menjadi presiden?”
ujarnya.
Dia mengatakan anak dan menantu Jokowi dapat menjadi Wali
Kota Solo dan Medan disebabkan adanya dukungan dari partai-partai kekuatan
politik.
Intelektual politik militer ini menyatakan ini bukan contoh
yang baik bagi demokrasi di Indonesia.
Pasalnya, seperti tercatat dalam sejarah, Indonesia baru saja
melakukan sidang MPR dengan keputusan melawan korupsi, kolusi, dan nepotisme
(KKN).
“Lah kok kita punya presiden (yang) KKN-nya terang-terangan.
Anaknya yang cuma punya pengalaman jual martabak jadi wali kota,” tutur Salim.
Selain itu, kabar karier politik menantu Jokowi yang mengisi
jabatan sebagai Wali Kota Medan pun tidak pernah terdengar.
“Itu bagi pendidikan politik Indonesia, konsolidasi seperti
itu sangat melukai perjalanan demokrasi di Indonesia,” ucapnya. (terkini)