SANCAnews.id – Masyarakat dikhawatirkan semakin takut
melaporkan dugaan tindak pidana korupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
jika pelapor dilaporkan balik ke Polisi, seperti yang dialami oleh Dosen
Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedillah Badrun.
Untuk itu, Praktisi Hukum sekaligus mantan aktivis Forkot,
Niko Adrian meminta masyarakat agar memberikan kesempatan kepada KPK memeriksa
pokok perkara dari yang dilaporkan Ubedillah soal dugaan KKN dan Tindak Pidana
Pencucian Uang (TPP) dua anak Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka dan
Kaesang Pangarep.
Diketahui, relawan Jokowi Mania (Joman) resmi mempolisikan
Ubedillah Badrun lantaran melaporkan dua anak Jokowi ke KPK, Dosen UNJ itu
dituding mencemarkan nama baik.
"Karena yang jadi pokok perkara dari yang dilaporkan
dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang belum dibuktikan. Lalu
dibuktikan dulu perkara pokoknya. Jika itu tidak terbukti, baru bisa dilaporkan
pencemaran nama baik," ujar Niko dalam acara Forum Tebet bertajuk
"Dagang Kekuasaan, Jalan Pintas untuk Kaya di Indonesia?" di Pondok
Rangi, Jalan Percetakan Negara Nomor 158c, Jakarta, Jumat (14/1).
Akan tetapi, penegak hukum kata Niko, sebaiknya
mempertimbangkan Pasal 42 UU 31/1999 tentan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
yang menjelaskan peran serta masyarakat.
"Kalau orang melaporkan dugaan tindak pidana korupsi
dilaporkan, maka peran serta masyarakat dikhawatirkan menjadi masyarakat takut
melaporkan tindak pidana korupsi yang diketahui olehnya," kata Niko.
Apalagi, melaporkan pelapor dugaan korupsi juga dianggap
bertabrakan dengan spirit pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)
yang dilakukan oleh aktivis 98 pada tahun 1998 lalu.
"Apa yang dilakukan Ubed ke KPK dan dimuat oleh media
adalah buah reformasi. Tanpa itu, kiranya tidak akan dilakukan tindak pidana
korupsi yang menimpa melibatkan anak presiden sebelum tahun 98. Tahun 98 media
dalam tekanan. Itu buah reformasi," pungkas Niko. (rmol)