SANCAnews.id – Pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM,
Kementerian Bappenas, dan Kementerian PUPR diminta untuk berkoordinasi intensif
terkait kabar masih adanya lahan konsensi tambang di wilayah yang akan
dijadikan Ibu Kota Negara (IKN).
Hal itu dianggap penting dalam rangka memperjelas persoalan
yang hingga kini masih terjadi dalam perpindahan IKN. Demikian disampaikan
Wakil Ketua Fraksi PKS, Mulyanto dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, 28
Januari 2022.
"Perpindahan IKN ini secara hukum harus ditunda
pelaksanaannya hingga masalah ini benar-benar jelas. Masak Ibu Kota Negara
dibangun di lahan milik orang. Ibaratnya mau buka warung tapi lapaknya masih
punya orang lain. Sangat tidak elok," kata Mulyanto.
Mulyanto menjelaskan, kekisruhan lahan konsensi ini
menandakan masih ada masalah di tahap pembahasan RUU IKN. Di internal
Pemerintahan sendiri terjadi miskomunikasi antar-kementerian terkait, lemah
koordinasi.
"Kejadian ini semakin menguatkan alasan PKS menolak UU
IKN. PKS menilai ada banyak hal yang dipaksakan. Dan bila ini diteruskan akan
menimbulkan masalah baru di kemudian hari," ujarnya.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional yang juga Kepala
Bappenas Suharso Monoarfa sebelumnya mengatakan tidak mengetahui bahwa sebagian
lahan di Ibu Kota Negara (IKN) merupakan wilayah konsesi tambang yang masih
berlaku. Dia mengira konsesi tambang yang dipegang sejumlah perusahaan
merupakan izin lama yang telah diselesaikan.
Menurut catatan LSM Jaringan Advokasi Tambang (Jatam),
terdapat 162 konsesi tambang, kehutanan, perkebunan sawit, dan PLTU batu bara
yang berada di atas wilayah total kawasan IKN. JATAM juga mendata setidaknya
ada lebih dari 50 nama politikus terkait dengan kepemilikan konsesi di lokasi
IKN.
Sementara, menurut data Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR), ada sebanyak 73.584 hektare konsesi tambang batu bara
di wilayah IKN.
"Kalau masih aktif berarti akan ada kompensasi yang
harus dikeluarkan Pemerintah bagi pemilik izin tambang kalau mau diambil
sebagai wilayah IKN. Ini berarti akan ada tambahan biaya lagi bagi pembangunan
IKN. Lagi-lagi kasihan rakyat yang APBN-nya dipakai untuk pembangunan IKN yang
sebenarnya tidak urgen untuk saat ini," imbuh Mulyanto. (viva)