SANCAnews.id – Analis Kebijakan Madya Bidang Penerangan
Masyarakat Divisi Humas Polri, Kombes Trunoyudo W Andiko menegaskan institusi
Polri bertugas di bawah presiden Republik Indonesia. Hal ini sebagaimana amanat
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
“Polri dalam hal ini masih pada koridor amanat Undang-Undang
Dasar 1945 dan UU Nomor 2/2002 tentang Polri,” tegasnya dalam jumpa pers di
Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (3/1/2022).
Pernyataan itu disampaikan menanggapi ucapan Gubernur Lembaga
Ketahanan Nasional (Lemhanas), Letnan Jenderal TNI (Purn) Agus Widjojo, yang
mengusulkan agar dibentuk Dewan Keamanan Nasional dan Kementerian Keamanan
Dalam Negeri. Dengan demikian, kata Widjojo, Kementerian Keamanan Dalam Negeri
akan menaungi Polri.
Akan tetapi, Pasal 8 ayat (1) UU Nomor 2/2002 telah dengan
tegas menyantumkan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia berada di bawah
presiden. Dengan demikian, hingga saat ini, institusi Polri masih beroperasi di
bawah presiden dan bertanggung jawab secara langsung kepada presiden.
“Polri saat ini bekerja masih berdasarkan pada amanah
undang-undang. Amanah undang-undang tentunya menjadi amanah masyarakat, dan
tentunya ini yang masih kami jalani,” kata dia.
Adapun wacana terkait menempatkan Polri di bawah Kementerian
Dalam Negeri sudah pernah muncul pada 2014, khususnya ketika TNI sudah berada
di bawah Kementerian Pertahanan. Pemisahan Kepolisian Indonesia dari ABRI –yang
kemudian menjadi TNI– adalah salah satu hal yang terjadi sesudah reformasi
bergulir pada 1998.
Kemudian, isu ini sempat kembali mencuat pada 2019 setelah
Presiden Joko Widodo menunjuk mantan Kepala Kepolisian Indonesia, Jenderal
Polisi (Purn) Tito Karnavian sebagai menteri dalam negeri hingga saat ini.
Hingga saat ini, masih belum ada pembahasan yang mendalam
terkait penempatan Kepolisian Indonesia di bawah instansi kementerian.
Pada masa Orde Lama, organisasi Kepolisian Negara Republik
Indonesia secara administratif berada di bawah Kementerian Dalam Negeri dengan
nama Djawatan Kepolisian Negara dan secara operasional bertanggung jawab kepada
jaksa agung.
Kemudian pada 1 Juli 1946 dia diubah garis tanggung jawabnya,
yaitu kepada perdana menteri (kepala pemerintahan), dan tanggal itulah yang
kemudian ditetapkan sebagai Hari Bhayangkara. (fajar)