SANCAnews.id – Aparat penegak hukum harusnya evaluasi dan
melakukan tindakan nyata terkait klaim maraknya paham radikalisme dan
terorisme. Sebab hal ini patut diduga muncul karena kekecewaan masyarakat
terhadap pemerintahdan aparat hukum.
Hal tersebut ditekankan Wakil Ketua Umum Majelis Ulama
Indonesia (MUI), Anwar Abbas terkait pernyataan Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT), Boy Rafli Amar yang menyebut dunia maya sudah
dikerubungi paham radikalisme.
Terlebih, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal Dudung
Abdurrachman juga menyebutkan adanya paham radikalisme kanan yang menyusup ke
masyarakat.
Anwar Abbas memberi catatan, pemerintah, DPR RI, dan
yudikatif tidak konsisten melaksanakan serta menegakkan nilai-nilai Pancasila.
Ada oknum-oknum pejabat negara dan pemerintah yang kerap
menuding serta membidik tokoh-tokoh dari agama tertentu sebagai radikal. Namun
tudingan tersebut tidak dilakukan kepada agama lain.
“Padahal mereka-mereka itu juga merupakan pentolan-pentolan
utama dalam mendorong tindakan radikalisme dan terorisme, bahkan sparatisme.
Tapi mereka-mereka yang telah berbuat onar tersebut seperti tidak dijamah dan
terjamah,” katanya.
Kemudian dalam bidang hukum, lanjut Anwar, penegakan hukum
tampaknya tajam kepada kelompok kecil dan tumpul terhadap kelompok tertentu.
Dalam bidang politik, Anwar melihat wakil-wakil di DPR tidak
menempatkan diri sebagaimana mestinya menjadi seorang wakil rakyat.
"Pada kenyataannya mereka dipilih rakyat, tapi saat
terpilih tidak lagi bekerja bersama rakyat tapi untuk kepentingan partainya
yang sudah terkooptasi dan dikendalikan oleh para pemilik kapital,"
lanjutnya.
Di bidang ekonomi, para pemimpin Indonesia lebih
memperhatikan kepentingan pemilik kapital daripada kepentingan rakyat. Padahal
konstitusi di Pasal 33 UUD 1945 telah mengamanatkan kepada negara untuk
menciptakan sebesar-besar kemakmuran rakyat.
"Memang pemerintah dan DPR sudah memakmurkan rakyat,
tapi rakyat yang mana? Yaitu mereka-mereka yang punya duit atau yang disebut
para pemilik kapital dan atau para oligarki. Sementara fakir miskin dan anak
terlantar nyaris tidak terurus dengan baik, masih jauh panggang dari api,”
tandasnya. (rmol)