SANCAnews.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus menindaklanjuti laporan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun atas dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dua anak Presiden Joko Widodo harus ditindaklanjut.
Ketua Umum (Ketum) Persaudaraan Alumni (PA) 212, Ustaz Slamet
Maarif mengingatkan bahwa semua orang berkedudukan sama di hadapan hukum.
"Semoga ditindaklanjuti oleh KPK karena setiap warga
negara ada kesamaan di mata hukum," ujar Slamet kepada Kantor Berita
Politik RMOL, Senin sore (10/1).
Siang tadi, Ubedilah didampingi kuasa hukumnya telah
melaporkan dua anak Joko Widodo, yakni Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang
Pangarep, serta anaknya petinggi Grup SM ke KPK. Mereka dilaporkan atas dugaan
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
"Laporan ini terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi
dan atau tindak pidana pencucian uang (TPPU) berkaitan dengan dugaan KKN relasi
bisnis anak presiden dengan grup bisnis yang diduga terlibat pembakaran
hutan," ujar Ubedilah kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan
Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin siang (10/1).
Ubedilah menjelaskan bahwa laporan ini berawal dari 2015 terdapat
perusahaan besar PT SM yang sudah menjadi tersangka pembakaran hutan dan sudah
dituntut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dengan nilai Rp 7,9 triliun.
"Tetapi kemudian oleh MA dikabulkan hanya Rp 78 miliar.
Itu terjadi pada Februari 2019, setelah anak presiden membuat perusahaan
gabungan dengan anak petinggi perusahaan PT SM," kata Ubedilah.
Menurut Ubedilah, dugaan KKN tersebut sangat jelas karena
menurutnya, tidak mungkin perusahaan baru yang merupakan gabungan dari kedua
anak Presiden yakni Gibran dan Kaesang bersama dengan anak petinggi PT SM
mendapatkan suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan Ventura yang juga
berjejaring dengan PT SM.
"Dua kali diberikan kucuran dana. Angkanya kurang lebih
Rp 99,3 miliar dalam waktu yang dekat. Dan setelah itu kemudian anak presiden
membeli saham di sebuah perusahaan yang angkanya juga cukup fantastis Rp 92
miliar. Dan itu bagi kami tanda tanya besar, apakah seorang anak muda yang baru
mendirikan perusahaan dengan mudah mendapatkan penyertaan modal dengan angka
yang cukup fantastis kalau dia bukan anak presiden," jelas Ubedilah.
(*)