SANCAnews.id – Masih banyak persoalan yang menyertai rencana
pemindahan Ibukota Negara (IKN) ke Penajam Paser Utara Kalimantan Timur.
Terkini, lahan yang akan menjadi ibukota negara baru itu ternyata diklaim
sebagai milik ahli waris Kesultanan Kutai.
Terkait masalah itu, Koordinator Komunitas Tionghoa Anti
Korupsi (KomTak), Lieus Sungkharisma, meminta pemerintah menyelesaikan masalah
kepemilikan lahan ini terlebih dahulu sebelum benar-benar memindahkan ibukota
ke Kalimantan Timur.
“Klaim atas lahan oleh ahli waris Kesultanan Kutai semakin
menguatkan dugaan bahwa rencana pemindahan ibukota negara itu memang sangat
tergesa-gesa," kata Lieus kepada wartawan, Sabtu (29/1).
"Meski pemerintah menyatakan lahan untuk ibukota baru
itu murni milik negara, faktanya Kesultanan Kutai bahkan mengklaim sebagian
besar lahan untuk IKN adalah milik mereka dengan menunjukkan bukti-buktinya,”
sambungnya.
Menurutnya, jika klaim ahli waris Kesultanan Kutai itu benar,
bahwa sebagian besar lahan yang terletak di sebagian Kecamatan Sepaku, Penajam
Paser Utar dan sebagiannya lagi di Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara adalah
milik mereka, itu berarti pemerintah sangat tidak menghormati hak-hak para
Sultan yang dulu sudah banyak berkorban untuk berdirinya Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
“Saya sependapat dengan Ketua DPD RI, La Nyalla Mattalitti
yang menyebut para Raja dan Sultan sudah sangat banyak berkorban untuk tegak
berdirinya NKRI. Seharusnya pemerintah Indonesia hari ini menghargai jasa-jasa
mereka dan menghormati hak-hak ahli waris mereka,” tuturnya.
Namun, lanjutnya, protes ahli waris Kesultanan Kutai atas
lahan untuk IKN itu menunjukkan pemerintah saat ini sangat tidak menghargai dan
tidak menghormati hak-hak keturunan Kesultanan Kutai.
“Padahal, sekali lagi, jasa para Sultan itu di masa
kemerdekaan sangat besar untuk negara ini,” pungkasnya. (rmol)