SANCAnews.id – Aktivis 98 dari lintas organisasi menyatakan
diri berada di belakang Dosen UNJ, Ubedillah Badrun pelapor kedua anak Presiden
Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep ke KPK atas kasus
dugaan KKN dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Puluhan aktivis 98 ini menyayangkan bahwa gerakan perubahan
yang dimotori oleh mahasiswa di tahun 1998 untuk membasmi Kolusi Korupsi dan
Nepotisme (KKN) rezim orde baru Soeharto justru kembali terjadi pada rezim
pemerintahan Jokowi.
“Berakhirnya rezim orde baru tidak mengakibatkan berhentinya
KKN di pemerintahan. Gerakkan Perubahan 98 yang memperjuangkan dihapuskannya
KKN semakin hari semakin tidak menunjukkan kemajuan,” demikian pernyataan
tertulis aktivis 98 lintas organ yang diterima redaksi, Jumat (14/1).
Saat ini fakta menunjukan bahwa keserahakan saat merampok
negeri dengan melibatkan anggota keluarga dipertontonkan. Namun sayangnya,
menurut aktivis 98 lintas organ, aparat dan sebagian besar perangkat negara
menutup mata
“Mereka tidak berani untuk berbicara dan bertindak mencegah
KKN terjadi. Bahkan berlomba-lomba para oknum pejabat negara memperkaya diri
dan keluarga serta kelompoknya dengan cara KKN yang paling memalukan dalam
sejarah kemerdekaan Indonesia,” tandas aktivis 98 lintas organ ini.
Oleh karena itu, aktivis 98 lintas organ menyatakan diri
berada di balik Ubedillah Badrun yang membawa persoalan dugaan KKN keluarga
Presiden Jokowi ke KPK. Hal ini, tegas meraka, untuk mewujudkan pemerintahan
yang bersih dan mewujudkan cita cita kemerdekaan.
“Mendukung sikap saudara Ubedillah Badrun dalam memperkarakan
dua anak dari Bapak Presiden Joko Widodo yang bernama Gibran Rangkabuming dan
Kesang Pangarep. Juga mendukung upaya berbagai pihak yang ingin mengurangi dan
membasmi dengan signifikan perilaku KKN di berbagai sektor terutama di
pemerintahan,” tekan aktivis 98 lintas organ.
Disamping itu, mereka juga meminta agar aparat penegak hukum
bersikap adil dalam menuntaskan kasus ini dan kasus-kasus KKN lainnya, serta
mengajak semua elemen bangsa untuk terus berjuang melawan terhadap siapapun
yang melakukan kejahatan KKN dalam pemerintahan siapapun.
Sebelumnya, Ubedillah menjelaskan alasan dirinya melaporkan
Gibran dan Kaesang ke KPK. Laporan ini, jelas Ubed, terkait dengan dugaan
tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian uang (TPPU) berkaitan
dengan dugaan KKN relasi bisnis anak Presiden dengan grup bisnis yang diduga
terlibat pembakaran hutan.
Ubedilah menjelaskan, laporan ini berawal dari 2015 saat
perusahaan besar PT SM yang sudah menjadi tersangka pembakaran hutan dan sudah
dituntut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dengan nilai Rp 7,9 triliun.
"Tetapi kemudian oleh MA dikabulkan hanya Rp 78 miliar.
Itu terjadi pada Februari 2019 setelah anak presiden membuat perusahaan
gabungan dengan anak petinggi perusahaan PT SM," terang Ubedilah.
Menurut Ubedilah, dugaan KKN tersebut sangat jelas. Karena,
menurutnya, tidak mungkin perusahaan baru yang merupakan gabungan dari kedua
anak Presiden yakni Gibran dan Kaesang bersama dengan anak petinggi PT SM bisa
mendapatkan suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan Ventura yang juga
berjejaring dengan PT SM.
"Dua kali diberikan kucuran dana. Angkanya kurang lebih
Rp 99,3 miliar dalam waktu yang dekat. Dan setelah itu kemudian anak presiden
membeli saham di sebuah perusahaan yang angkanya juga cukup fantastis Rp 92
miliar. Dan itu bagi kami tanda tanya besar, apakah seorang anak muda yang baru
mendirikan perusahaan dengan mudah mendapatkan penyertaan modal dengan angka
yang cukup fantastis kalau dia bukan anak presiden," jelas Ubedilah.
(rmol)