SANCAnews.id – Penuntasan pelanggaran hak asasi manusia (HAM)
masa lalu hingga kekinian situasinya disebut tidak jelas dan semakin kabur.
Bahkan, rasa keadilan bagi para korban dan keluarganya semakin jauh dan tidak
terpenuhi.
Bertepatan dengan hari HAM internasional yang jatuh pada
Jumat (10/12) ini, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
berpandangan jika ruang keadilan terkait pelanggaran HAM masa lalu kian
tertutup.
Sepanjang Desember 2020 hingga November 2021, KontraS dalam catatan bertajuk "HAM Dikikis Habis" menyebut, pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada beberapa kesempatan soal penuntasan pelanggaran HAM masa lalu secara praktik tidak berjalan. Dengan kata lain, tidak ada kebijakan yang sesuai dengan nilai dan prinsip kemanusiaan yang berlangsung secara universal di Indonesia.
"Sehingga kami melihat bahwa ini adalah bentuk dari Lip
Service Jokowi sebagaimana telah ramai yang disuarakan oleh kelompok
masyarakat, mahasiswa dan juga sebagainya," kata Sajali di kantor KontraS,
Kramat, Jakarta Pusat.
Sajali menyampaikan, hingga kekinian para keluarga korban
kasus pelanggaran HAM berat masa lalu terus menuntut keadilan. Hal paling nyata
adalah Aksi Kamisan yang setiap pekan berlangsung.
Faktanya, pemerintah sebagai pihak yang mempunyai peranan
penting dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat, dalam hal ini Jaksa Agung,
tidak pernah membuka ruang nyata bagi komunikasi terhadap keluarga korban.
Sajali mengatakan, sepanjang 2021, KontraS mencatat jika
penuntasan pelanggaran HAM berat masa lalu makin berjalan mundur. Contoh paling
nyata adalah diangkatnya Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan RI.
Dalam bahasa Sajali,"Jokowi menggelar karpet merah untuk
penjahat atau pelanggar HAM berat."
Diketahui, Prabowo diduga terlibat dalam serangkaian
penculikan terhadap sejumlah aktivis pada penghujung rezim Orde Baru tahun
1997-1998. Bahkan, Prabowo juga memberikan karpet merah kepada dua anggota eks
Tim Mawar, Brigadir Jenderal TNI Dadang Hendrayudha dan Brigjen TNI Yulius
Selvanus di kementerian yang dipimpinnya.
Tidak berhenti di situ saja, jalan mulus kepada pelaku
pelanggaran HAM berat masa lalu terus diberikan oleh rezim Jokowi. Eurico
Guterres, tokoh Timor Timur yang pro dengan NKRI -- yang juga pelaku
pelanggaran HAM-- diberikan penghargaan Bintang Jasa Utama.
Sajali melanjutkan, kemunduran juga dibuktikan dengan
nihilnya agenda penuntasan pelanggaran HAM berat masa lalu di Rencana Aksi
Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) 2021 - 2025. Hingga pada akhirnya, KontraS
mengambil kesimpulan bahwa implementasi penuntasan pelanggaran HAM masa lalu
terus memudar hingga hari ini.
"Kami akhirnya mengeluarkan statement bahwa komitmen
untuk menyelesaikan HAM berat itu betul-betul hanya wujud kata-kata dan pidato
saja dan implementasinya begitu pudar sampai hari ini," tegas Sajali.
(suara)