SANCAnews.id – Kobaran api yang membakar sumur minyak ilegal
selama dua bulan sejak meledak pada Oktober lalu di Dusun V Keban 1, Kecamatan
Sanga Desa, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, cukup mengherankan.
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia
(CERI), Yusri Usman mengatakan, kejadian tersebut seharusnya tidak perlu
terjadi jika penegak hukum mampu menindak tegas operator tambang ilegal.
Dia membandingkan dengan ladang ganja yang banyak ditindak.
Bagi dia, lebih mudah melacak dan menindak operasi tambang ilegal karena pasti
menimbulkan kebisingan saat menjalankan aktifitas.
"Orang menanam ganja di hutan saja yang tidak
menimbulkan kebisingan bisa tercium aparat, ini ada mobilitas alat pemboran dan
menimbulkan kebisingan kok tidak diketahui oleh aparat?" ujar Yusri Usman
kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (25/12).
Yusri mengatakan, kejadian kebakaran tambang di Sumsel hanya
satu contoh. Menurutnya, ada banyak tambang ilegal beroperasi dan tidak jarang
di dalamnya ada keterlibatan pejabat hingga aparat penegak hukum.
"Pengeboran ilegal dan ilegal taping itu sudah lama
terjadi di berbagai daerah, khususnya di Sumatera bagian selatan, ini
melibatkan lintas oknum di daerah, jika terjadi kecelakaan seperti ini baru
ketahuan oleh masyarakat, karena diberitakan oleh media," terangnya.
Dikatakan Yusri, mengebor sumur minyak bukan seperti mengebor
air tanah. Peralatan rig harus pakai BOP (Blow out Preventer) yang berfungsi
memotong pipa dan menutup sumur apabila masuk ke formasi over presure.
"Apalagi pemboran ini tidak memakai logging unit, yaitu
alat memonitor tekanan gas selama pemboran dari pergerakan lumpur bor,"
pungkasnya. (*)