SANCAnews.id – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menyoroti
penanganan kasus terhadap kader PDIP yang memukul dan menendang pelajar Al
Azhar Medan. Tersangka HSM ditetapkan sebagai tersangka, namun tidak ditahan
melainkan hanya wajib lapor.
Menyikapi keputusan penyidik, pengacara publik LBH Medan
Maswan Tambak menilai tidak ditahannya pelaku HSM atas perbuatannya memukul dan
menendang FAL, dapat menciderai rasa adil dari hukum itu sendiri dan masyarakat.
"Dengan tidak dilakukannya penahanan terhadap tersangka
tentu mencederai rasa adil dari hukum itu sendiri dan masyarakat," kata
Maswan Tambak, Senin (27/12/2021).
Menurutnya secara hukum berdasarkan Pasal 20 Ayat (1)
penyidik atau penyidik pembantu memang diberikan kewenangan untuk menahan.
Penahanan secara aturan dilakukan terhadap perbuatan yang diancam dengan
penjara lima tahun atau lebih, sebagaimana pada pasal 21 Ayat (4) huruf a.
"Namun, jangan lupa, bahwa pada pasal 21 Ayat (4) huruf
b mengklasifikasikan beberapa tindak pidana yang tetap dapat dilakukan
penahanan sekalipun ancaman hukumannya tidak lima tahun atau lebih. Salah
satunya adalah pasal 351 ayat (1) KUHPidana yaitu tindak pidana
penganiayaan," jelas Maswan.
Sehingga, lanjutnya, dengan tidak ditahannya pelaku yang
telah dijerat dengan pasal Undang-undang perlindungan anak, belum memberikan
rasa adil kepada korban dan keluarganya.
Dia menjelaskan, terkait Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana itu
diancam dengan penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan sedangkan pasal
yang disangkakan terhadap tersangka ancaman hukumannya paling lama tiga tahun
enam bulan.
Secara filosofis kata Maswan, Undang-undang Nomor 35/2014 itu
dibentuk untuk memberikan rasa adil dan perlindungan lebih kepada korban dan
juga memberikan penghukuman yang lebih berat kepada pelaku.
"Artinya jika Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana saja dapat
ditahan apalagi terhadap pasal 76 C jo. Pasal 80 Ayat (1) Undang-undang Nomor
35 Tahun 2014. Seharusnya penyidik bisa menghubungkan pasal yang disangkakan
tersebut dengan pasal 351 Ayat (1) KUHPidana untuk dapat menahan
tersangka," ungkapnya.
Kendati secara hukum penyidik dan penyidik pembantu diberikan
wewenang untuk melakukan penangguhan penahanan terhadap tersangka, akan tetapi
secara hukum alasan penangguhan diatur secara jelas. Meskipun alasan itu
sepenuhnya menjadi subjektifitas penyidik.
"Oleh karenya sekalipun alasan itu menjadi subjektifitas
penyidik, seharusnya tidak boleh disalah gunakan," jelasnya.
Seperti diketahui, penyidik kepolisian Polrestabes Medan menetapkan HSM sebagai tersangka dengan pasal 76 C jo. Pasal 80 Ayat (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak. Namun, tersangka tidak ditahan dan hanya wajib lapor. (era)