SANCAnews.id – Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI)
mengomentari pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri
yang mengaku kekurangan personel di lembaganya. Koordinator MAKI Boyamin Saiman
menilai pernyataan Firli tersebut kontradiktif.
Pasalnya, Firli justru memecat 57 pegawai melalui metode tes
wawasan kebangsaan (TWK), yang menurut Boyamin, ke-57 pegawai KPK itu memiliki
rekam jejak mumpuni dalam pemberantasan korupsi.
"Ditambah 57 teruji malah ditendang dengan TWK," kata Boyamin kepada Tribunnews.com, Sabtu (11/12/2021).
Seperti diketahui, di hadapan Presiden RI Joko Widodo
(Jokowi) dalam puncak peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2021,
Firli Bahuri mengungkapkan KPK kekurangan orang.
"KPK tentu sangat menyadari atas keterbatasannya, hanya
1602 sumber daya manusia yang ada di KPK," ucap Firli di Gedung Juang KPK,
Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (9/12/2021).
Firli mengatakan KPK bukan hanya kekurangan personel. KPK
juga kekurangan markas karena Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 hanya
membolehkan KPK ada di Ibu Kota.
"Sehingga kami tidak bisa mengembangkan diri untuk
pembentukan KPK-KPK perwakilan di provinsi," kata Firli.
Meski kekurangan personel dan markas, KPK tidak mau menyerah.
Firli menegakan pihaknya akan terus menindak pelaku korupsi di luar Jakarta
untuk membersihkan Indonesia dari sikap koruptif.
"Tetapi kami mengambil sikap boleh saja kami hanya
terbatas di Jakarta tetapi aktivitas di KPK tidak boleh hanya ada di
Jakarta," ujar Firli.
Hakordia 2021 dimanfaatkan KPK untuk menyebar pesan
antikorupsi di seluruh wilayah di Indonesia. Lembaga antikorupsi menggelar
acara ini di lima daerah demi menutup kekurangannya selama ini.
"Karena itu Hakordia tahun 2021 kita sebar di lima
wilayah provinsi pertama di daerah Sulawesi Tenggara, yang kedua kita
laksanakan kegiatan di Banjarmasin yang ketiga kita laksanakan di daerah
Pekanbaru, yang keempat kita laksanakan di Nusa Tenggara Timur, dan hari ini
adalah puncak Hakordia," kata Firli. (**)