OLEH: DR. SYAHGANDA NAINGGOLAN
TERORIS itu adalah soal definisi. Itu kataku pada seorang
tahanan di penjara Bareskrim, ketika aku dengannya berdialog soal teroris. Dia
adalah seorang perwira polisi anti-teroris, dengan pangkat Kombes, yang
dipenjara karena tuduhan mengolok-olok Kapolri.
Pernyataan saya itu terkait keingintahuan dia mengapa aku
begitu menghormati Habib Rizieq.
Menurut dia organisasi FPI mempunyai kaitan dengan
radikalisme dan cenderung mempunyai kaitan dengan gerakan teroris. Aku
mengatakan padanya semakin kita banyak membaca buku, semakin luas pengetahuan
kita, maka spektrum berpikir kita akan mampu menjelaskan tentang teroris lebih
baik lagi.
Namun, dia bertahan bahwa dia mempunyai pandangan baku dan
tata kerja operasional baku untuk mengetahui tentang teroris atau bukan.
Ilhan Omar adalah petarung tangguh dalam pendefinisian
teroris ini. Dia adalah anggota DPR Amerika Serikat, dari Partai Demokrat,
seorang perempuan muslim berkulit hitam, yang paling populer belakangan ini.
Pada April tahun 2019, Omar mengatakan, "CAIR was
founded after 9/11 because they recognized that some people did something and
that all of us were starting to lose access to our civil liberties."
Dalam pernyataan utuh Omar mengekspresikan kekecewaan atas
diskriminasi terhadap orang-orang Islam di Amerika dan seluruh dunia atas
peristiwa 9/11.
Persoalannya adalah kemudian New York Post, milik Rupert
Murdoch, memprovokasi pernyataan Omar dengan headline berjudul "Some
people did something", di mana Omar dianggap membelokkan definisi teroris
yang membomb WTC, membunuh hampir 3000 orang dengan istilah "some
people".
Provokasi ini menggetarkan seluruh elite politik Amerika,
baik kubu Demokrat maupun Republik. Bahkan, seorang lelaki ditangkap polisi
karena mengancam akan membunuh Omar, terkait hal itu.
Organisasi lobby Jahudi Amerika (AIPAC) adalah musuh besar
Omar. Pada bulan Juni 2021 Omar, sebagai anggota DPR yang bermitra dengan
Menteri Luar Negeri, mengatakan kepada Blinken, dalam suatu rapat, agar
melakukan cara yang adil dalam melihat korban kekerasan, baik yang dilakukan
Amerika, Israel, Taliban dan Hamas.
AIPAC membayar FB dan beberapa media untuk menyerang Omar.
Menurut mereka Omar tidak boleh menyamakan organisasi teroris, seperti HAMAS
dan Taliban dengan negara seperti Amerika dan Israel. Pro-kontra soal ini pun
membuat Omar mengalami tekanan dan ancaman. Bahkan, AIPAC menuduh Omar bagian
dari pasukan teroris.
Namun, Omar sekali lagi adalah perempuan yang tangguh. Dia
adalah perempuan hitam Somalia yang terlunta-lunta selama 5 tahun sebagai
pengungsi di Kenya, ketika umurnya 7 tahun. Tahun 1995, keluarganya berhasil
masuk sebagai imigran ke Amerika.
Tahun 2018 dia terpilih sebagai perempuan pertama yang
memakai jilbab di DPR Amerika, yang membuat DPR harus menghapus aturan
sepanjang 181 tahun, yang tidak membolehkan wanita berkerudung. Tahun
2018-sekarang Omar bertarung untuk pendefinisian ulang tentang terorisme.
Menurutnya, yang ada saat ini bukan terorisme melainkan
kebencian terhadap Islam (Islamophobia).
Omar sukses. Keberhasilan Omar 8 hari lalu adalah menggolkan
UU Anti Islamophobia. UU ini telah disetujui DPR Amerika dan tinggal minta
persetujuan Senat. Tentu saja kita harus menunggu, tapi setidaknya semua
jajaran Partai Demokrat, termasuk Presiden Biden menyetujui gerakan Omar ini.
Yakni menghancurkan kekuatan anti Islam di Amerika dan di seluruh dunia.
Jika senat menyetujui, itu akan berimplikasi lebih dahsyat
lagi, sebab akan ada unit anti Islamophobia di kementerian luar negeri mereka,
yang akan mengawasi praktek kebencian pada Islam, di seluruh dunia.
Apa hubungannya UU Anti Islamophobia ini dengan Habib Rizieq?
Hubungan ini sangatlah jelas. Sudah puluhan tahun Amerika
mengendalikan isu terorisme. Dengan sponsor yang besar, seluruh dunia Islam
diteror dengan stigma teroris. Amerika telah menggelontorkan dana ke seluruh
lembaga di berbagai penjuru dunia dengan tema deradikalisasi.
Untuk kepentingan hegemoni dan dominasi, Amerika menciptakan
terorisme dan sekaligus anti terorisme. Bahkan, Donald Trump menuduh Hillary
Clinton, dalam kampanyenya dahulu, sebagai pencipta ISIS. Dalam era Biden ini,
mungkin karena perubahan orientasi Amerika ke Indo-Pasifik, dan bersaing dengan
Peking, Amerika melihat Islam harus dirangkul.
Dalam situasi seperti ini, maka peluang Habib Rizieq untuk
menjelaskan kisahnya dan organisasinya kepada Amerika, setidaknya via Ilhan Omar,
dapat mengklarifikasi bahwa dia bukan bagian dari permusuhan Amerika dan
sekutunya.
Hal ini penting agar, khususnya, konteks perjuangan Habib
Rizieq dipetakan kembali sebagai "civil society", yang berbasis
Islam. Bukan sebuah gerakan fanatisme buta, seperti yang distigmakan selama
ini.
Perlu ditambahkan pula, kehadiran dan pesan Menteri Luar
Negeri Amerika, dalam pidatonya seminggu lalu di Universitas Indonesia,
sangatlah jelas, bahwa Amerika akan bersekutu baik dalam hubungan antara negara
maupun antar masyarakat, sepanjang usaha untuk membangun kehidupan masyarakat
yang adil, bebas, demokrasi dan peduli lingkungan hidup di Indo-Pasifik.
Habib Rizieq harus memanfaatkan pesan Ilhan Omar dan Blinken
ini, agar kehadiran dia sebagai tokoh Islam bukan hanya keluar dari benturan
tuduhan radikal, tapi bisa menjadikannya sebagai tokoh Islam kelas dunia.
Pemanfaatan momentum ini bukan berarti tunduk pada
reorientasi politik Amerika terhadap Islam. Memanfaatkan adalah sebuah strategi
saja. Karena baru kali ini ada peluang mencairkan hubungan Islam dan barat,
khususnya Islam ala Habib Rizieq.
Baru kali ini pula seorang wanita berdarah Yaman dari ibunya,
Ilhan Omar, berhasil mempengaruhi seluruh Amerika tentang redefinisi terorisme.
(Penulis adalah Direktur Sabang Merauke Circle, yang juga
aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI)