SANCAnews.id – Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana
Yudo Margono meminta prajuritnya untuk menunjukkan kekuatan yang menggetarkan
lawan maupun kawan dan pihak yang merongrong kedaulatan dan mengganggu
kepentingan negara di laut Indonesia.
Hal ini disampaikan Yudo Margono di tengah kondisi
meningkatkanya ketegangan di Laut Natuna Utara usai Indonesia mendapat protes
dari China.
Dia memastikan TNI AL tidak akan mundur lantaran tak ada
tawar menawar terkait urusan yang menyangkut kedaulatan dan kehormatan bangsa.
"Prinsip ini harus kita pegang Teguh selamanya meskipun
nyawa yang menjadi taruhannya," jelas Yudo saat memberikan pidato di
Upacara Hari Armada RI Tahun 2021 di Koarmada II Surabaya.
Dia menegaskan sebagai prajurit Armada RI harus siap setiap
saat dalam menjalankan amanat rakyat untuk menjaga lautan Nusantara.
"Bung Karno dalam pidatonya, bangsa indonesia tak bisa
jadi bangsa yang kuat dan negara yang kuat jika tidak bisa menguasai
samudera," jelas Yudo.
Dia menegaskan Armada RI harus dilengkapi dengan kapal perang
yang mumpuni dan modern meski membutuhkan waktu serta biaya yang tidak sedikit.
"Sebuah keniscayaan kita kan membangun kekuatan armada
yang mampu menjaga lautan nusantara dari sabang sampai merauke kekuatan armada
yang deru mesinnya terdengar di Laut Mediterania armada yang pilar perangnya
berkibar di Laut Natuna Utara," tambah KSAL.
Yudo juga meminta prajuritnya mencintai dan merawat kapal
perang serta berlatih.
"Buktikan kepada rakyat Indonesia bahwa kalian layak
menyandang predikat sebagai Kesatria perkasa di tengah Samudera," jelas
Yudo.
Sebelumnya, Anggota Komisi I DPR Muhammad Farhan
mengungkapkan Pemerintah Indonesia diminta oleh China untuk menghentikan segala
aktivitas pengeboran di lepas pantai di seluruh Laut Natuna Utara yang
berbatasan dengan Laut China Selatan.
Farhan yang merupakan politisi partai Nasdem itu menyatakan
permintaan China itu disampaikan melalui surat Komunike Diplomatic pada Agustus
dan September 2021 lalu.
Menurut China, kata Farhan, pengeboran yang dilakukan
Indonesia tersebut melanggar prinsip Nine Dash Line yang merupakan wilayah
historis China.
Meski surat tersebut tidak bernada ancaman, namun menurut
Farhan, Indonesia harus menanggapinya dengan serius lantaran baru kali pertama
China mengirimkan komunike diplomatic dan klaimnya di wilayah Laut Natuna
Utara.
Farhan menyatakan pemerintah Indonesia telah tegas menolak
hal itu karena berpedoman terhadap prinsip hukum internasional yakni UNCLOS
1982.
"Kami di Komisi 1 tidak diperlihatkan suratnya, namun
kami membahasnya secara resmi dan mendukung sikap Pemerintah RI yang dalam hal
ini diwakili oleh Kemenlu RI," jelas Farhan melalui pesan singkat pada
Era.id pada Rabu (1/12/2021).
Indonesia, jelas Farhan, tetap menjamin pelaksanaan
pengeboran lepas pantai yang akan dikawal oleh Badan Keamanan Laut (Bakamla)
RI.
"Sebagai wujud kehadiran Negara dalam memberikan rasa
aman kepada Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum (perusahaan pengeboran)
Republik Indonesia," tambah dia. (era)