SANCAnews.id – Pemerintah China dilaporkan melarang Indonesia
mengebor kandungan minyak dan gas alam di Laut China Selatan atau Laut Natuna
Utara.
Menurut laporan Nikkei, Selasa (28/12/2021), Beijing telah
beberapa kali meminta Indonesia menghentikan operasi pengeboran di perairan
tersebut.
China mengklaim pengeboran minyak di Laut Natuna Utara
melanggar teritorial mereka. Hal ini seiring klaim Beijing terhadap hampir
seluruh area Laut China Selatan.
Klaim Beijing menabrak zona ekonomi eksklusif (ZEE) negara-negara
Asia Tenggara. Selain Indonesia, China juga berselisih dengan Vietnam,
Filipina, Brunei Darussalam, serta Malaysia.
Dilansir Kompas.com, China mengklaim sekitar 83.000 km
persegi atau 30 persen perairan yang kini menjadi wilayah ZEE Indonesia di
utara Natuna.
Melalui klaim sembilan garis putus-putus (nine-dash line),
China mengklaim sekitar 3 juta persegi area Laut China Selatan.
Klaim tersebut bertentangan dengan hukum internasional yang
selama ini menjadi pegangan negara-negara Asia Tenggara. Sesuai konvensi hukum
laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS), area yang diklaim China merupakan ZEE
dari negara-negara tersebut.
Indonesia sendiri memulai pengeboran di perairan utara Natuna
sejak Juli lalu. Pengeboran tersebut masih berupa eksplorasi.
China kirim kapal penjaga pantai untuk menekan Indonesia
Beijing dilaporkan mengirim kapal-kapal penjaga pantai ke perairan Natuna. Kapal-kapal tersebut diduga dikirim untuk menekan Indonesia agar menghentikan pengeboran. Hal tersebut diungkapkan seorang sumber pemerintahan kepada Nikkei.
Pengerahan kapal penjaga pantai China tidak hanya dilakukan
terhadap Indonesia. Dalam perselisihan dengan Jepang dan Filipina, Beijing juga
menggunakan strategi serupa.
China dilaporkan mengirim kapal-kapal penjaga pantai memasuki
perairan Kepulauan Senkaku, Jepang. Beijing mengklaim kepulauan itu adalah
miliknya, memberinya nama Diaoyu.
Menurut Penjaga Pantai Jepang, kapal China berlayar di
perairan Senkaku selama total 40 hari sepanjang tahun ini.
Di perairan Filipina, China juga mengirim kapal penjaga
pantai untuk mengintimidasi Manila. Kapal China bahkan sempat terlibat insiden
dengan kapal Filipina pada November lalu.
Pada 16 November 2021, dua kapal Filipina yang mengangkut
persediaan ke pos militer diadang dua kapal penjaga pantai China. Kapal milik
sipil itu disemprot kapal China dengan water cannon dan dipaksa balik.
Pemerintah menghindari konflik dengan China
Meskipun saling klaim perairan Natuna Utara, Indonesia enggan
mengakui adanya perselisihan dengan China. Ketika berita larangan pengeboran
minyak beredar, pemerintah pilih bungkam.
Indonesia tidak secara terbuka menentang China dalam
perselisihan Laut China Selatan. Namun, pemerintah selalu menegaskan bahwa
perairan Natuna Utara adalah wilayahnya.
Dalam konferensi negara-negara ASEAN dengan China, 21
November lalu, Presiden Jokowi disebut meminta Xi Jinping “menghormati hukum
internasional”.
Akan tetapi, di luar komentar diplomatik, Indonesia
dilaporkan menempuh langkah strategis untuk memperkuat pertahanan di Natuna
Utara.
Indonesia berencana membangun pangkalan militer di Natuna.
Alasannya untuk menjaga kedaulatan yang, dalam kasus Natuna Utara,
berhadap-hadapan langsung dengan China.
“Di Natuna itu kita ada STT (Satuan TNI Terintegrasi). Di
situ ada Angkatan Laut, Angkatan Darat, dan Angkatan Udara. Natuna ke depan
akan dibuat pangkalan militer gabungan gitu," kata Pangkogabwilhan I
Laksamana Madya Muhammad Ali kepada KOMPAS TV pada September lalu.
Selain itu, Indonesia bekerja sama dengan Amerika Serikat
membangun pusat latihan penjaga pantai di dekat Natuna.
Indonesia dan AS sendiri menggelar latihan gabungan
besar-besaran pada Agustus lalu. Latihan ini diisi simulasi pertahanan
kepulauan. (*)