Desember 2021


 

SANCAnews.id – Proses hukum yang dihadapi oleh Habib Bahar bin Smith kini telah dinaikkan statusnya ke tahap penyidikan. Ulama kondang itu pun dijadwalkan mendatangi kantor polisi pada Senin (3/1/2022) mendatang.

 

Melansir Terkini.id, jaringan Suara.comIchwan Tuankotta selaku kuasa hukum Habib Bahar bin Smith mengatakan bahwa pihaknya taat aturan dalam menjalankan proses hukum.

 

Ia pun menegaskan bahwa kliennya itu pasti akan memenuhi panggilan Polda Jabar untuk diperiksa sebagai saksi. Lebih lanjut, dengan lantang Ichwan mengatakan bahwa Habib Bahar adalah ulama panutan yang tak gentar dengan siapapun.

 

"Habib akan hadir (memenuhi panggilan penyidikan Ditreskrimum Polda Jabar). Kami taat hukum. Beliau (Habib Hahar) ulama panutan, tidak gentar dengan siapapun. Insya Allah saya mendampingi beliau," kata Ichwan Tuankotta, melansir Terkini.id, Jumat, (31/12/2021).

 

Disinggung kasus yang menjerat Habib Bahar, apakah terkait ujaran kebencian kepada Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Dudung Abdurachman atau bukan, Ichwan mengaku belum tahu.

 

"Kalau itu ana (saya) belum paham. Ana belum dapat berkasnya. Hari ini baru ana tahu melalui Habib Bahar langsung tadi pagi. Yang pasti berkaitan dengan isi ceramah beliau," ujarnya.

 

Ichwan Tuankotta menuturkan, hanya berselang beberapa hari setelah menerima SPDP, Habib Bahar langsung diminta datang ke Polda Jabar.

 

"Kalau untuk ulama, oposisi secepat kilat, kalau untuk pengusana itu lama," ujar Ichwan.

 

"Hukum hanya berpihak pada penguasa, coba banyangin baru kemarin SPDP-nya, hari ini Habib sudah dipanggil. Luar biasa cepatnya, ekspres bagaikan kilat," lanjut Ichwan.

 

Diketahui, Habib Bahar dilaporkan terkait dugaan menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa kebencian dan atau permusuhan individu dan atau kelompok.

 

Penyidik dari Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jabar telah menyerahkan pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) pada Selasa 28 Desember 2021. (*)



 

SANCAnews.id – Penanganan kasus Habib Bahar bin Smith oleh penyidik Polda Jawa Barat menuai perhatian publik.

 

Pasalnya, belum cukup seminggi dilaporkan, polisi telah menaikkan status kasus Habib Bahar bin Smith dari penyelidikan menjadi penyidikan.

 

Diduga, Habib Bahar Smith melakukan ujaran kebencian yang mengandung unsur suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).

 

Beberapa warganet bahkan membandingkan kasus ujaran kebencian Bahar Smith dengan pegiat media sosial Denny Siregar.

 

Diketahui, kasus pelaporan kepada Denny Siregar terkait dugaan penghinaan dan pencemaran nama baik kepada santri di Kota Tasikmalaya.

 

Kasus itu dilaporkan ke Polresta Tasikmlaya oleh pimpinan Pesantren Tahfidz Quran Daarul Ilmi Kota Tasikmalaya, Ruslan Abdul Gani pada 2 Juli 2020. Denny diduga melanggar Pasal 45a ayat (2) dan/atau Pasal 45 ayat (3) UU Nomor 19 Tahun 2016 Jo UU Nomor 11 tahun 2008.

 

Warganet pun mempertanyakan program presisi yang digagas Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

 

“Menurut Yth. Pak @ListyoSigitP apakah presisi itu seperti;

 

1. Bahar bin Smith dilaporkan mggu lalu dan akan diperiksa polda jabar tgl 03 mendatang.dan atau,

2. Deni Siregar dilaporkan warga tasikmalaya setahun yg lalu sampai saat ini blm diperiksa.Presisi Pak? ,” tulis akun @Janissa****, Jumat (31/12/2021).

 

Warganet atau netizen lainnya pun memberikan komentar. Berikut diantaranya:

 

“Dlam hati pak kapolri simalakama,krn tekanan bgtu hebatnya pak kapolri hnya bsa mengelus dada..dalam hati pak kapolri ingin mengatakan dan ingin membenahi polri di akhir masa jabatan http://beliau.tp beliau kecengkram oligarki.ruh jiwa manusia masih ada..hanya saja ktodong,” kata akun @M__imam***.

 

“Kalau penguasa tidak menegakkan keadilan hukum, tidak menjaga wibawa hukum, menegakkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Jangan harap rakyat akan mendukung dan mencintai pemimpinnya,” balas akun @Jimi***.

 

“Buktikan aparat tdk pandang bulu, saya sudah berharap Kapolri yg baru lebih dipercaya rakyat,” komentar akun @ridho***. (fin)




SANCAnews.id – Sebuah video pendek yang memperlihatkan penceramah kontroversial Bahar bin Smith berdebat dengan anggota TNI viral di media sosial. Video pendek itu diunggah akun RonaldLampard8 dilihat pada Jumat (31/12/2021). Sayangnya pengunggah tidak menjelaskan waktu dan lokasi kejadian.

 

“Saat Bahar Didatangi Anggota TNI,” tulis  RonaldLampard8 dalam keterangan video tersebut.

 

Dalam video itu Bahar bin Smith terlihat ngotot berdebat dengan anggota TNI. Dia berbicara sambil mengacungkan tangannya.

 

“Kita ini negara bhineka tunggal ika pak,” kata TNI berseragam lengkap tersebut.

 

“Oh iya, Bhineka Tunggal Ika harga mati, Pancasila harga mati, UUD 45 harga mati!,” jawab Bahar sambil mengacungkan tangannya.

 

Bahar dalam video itu juga menegaskan bahwa pihak yang seharusnya menjemput dirinya adalah polisi bukan dari unsur TNI.

 

“Bukan urusan bapak menjemput, yang menjemput polisi bukan bapak dong,” ujar Habib Bahar.

 

Di tengah perdebatan, Bahar masih dengan suara yang agak meninggi mengatakan, bahwa kedatangan anggota TNI itu hanya untuk mentornya. Kata dia, jika ingin melakukan shock therapy, maka para prajurit TNI salah sasaran.

 

“Bapak sekarang mau datang ke sini, mau shock therapy saya, oh gak ada urusan. Salah orang. Bapak salah orang. Kalau Habib lain mungkin kenan shock gitu. Saya Bahar bin Smith maut shock therapy , salah orang,”tegasnya. (glc)



 

SANCAnews.id – Viral di media sosial pondok pesantren milik penceramah Habib Bahar bin Smith didatangi anggota TNI. Dalam video itu, Habib Bahar sempat emosi karena heran dengan tujuan kedatangan sejumlah prajurit TNI.

 

Video itu salah satunya muncul di media sosial Twitter dan YouTube. Dilihat dari sebagian video itu tampak Habib Bahar yang mengenakan kaos putih berjaket sweater meladeni seorang perwira TNI.

 

"Saya punya prinsip, bapak punya prinsip. Kita hidup dengan prinsip," kata Habib Bahar dikutip dari video tersebut pada Jumat, 31 Desember 2021.

 

Perwira TNI itu diduga meminta Habib Bahar untuk datang ke Polda Jawa Barat dalam rangka diminta keterangan. Habib Bahar pun menjawab dirinya pasti datang karena sebagai warga negara yang baik.

 

"Kalau saya bukan warga negara yang baik. Saya sudah pergi. Saya sudah kabur. Ini nggak. Saya laki-laki. Setiap ada masalah pasti saya hadapi," ujar Habib Bahar.

 

Perwira TNI itu meminta Habib Bahar agar menjaga kalimatnya dalam ceramah. Sebab, tidak semua orang setuju dengan maksud penceramah berambut panjang tersebut.

 

Habib Bahar menegaskan setiap ceramah dirinya selalu menjaga kalimat. Dia lalu bertanya tujuan perwira TNI dan sejumlah anggota TNI mendatanginya.

 

"Sekarang saya tanya urusannya ada apa?" kata Habib Bahar.

 

"Saya hanya menyampaikan pesan. Dari saya selaku penguasa wilayah," ujar perwira TNI itu.

 

Habib Bahar menanggapinya. Dia menyarankan kalau mau datang ke ponpesnya dengan tujuan baik maka akan disambutnya.

 

"Kami rakyat. TNI itu lahir dari rakyat," tuturnya.

 

Dalam video, perwira TNI itu juga sempat mengatakan bila Habib Bahar tak memenuhi panggilan pemeriksaan, maka akan dijemput paksa. Namun, Habib Bahar menjawab dalam proses hukum yang berhak menjemput polisi, bukan TNI.

 

"Loh urusan bapak apa mau jemput? Yang jemput polisi pak bukan bapak," ujar Habib Bahar.

 

Perwira TNI itu mengatakan Habib Bahar dinilai provokatif dalam ceramahnya. Bahkan dia dianggap merendahkan nama baik seseorang dan institusi. Diduga maksud perwira TNI itu terkait ceramah Habib Bahar yang menyindir Kepala Staf TNI AD (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman.

 

"Menghina perseorangan, menghina mungkin harga (diri) baik institusi dan kehormatan," kata perwira TNI itu.

 

Habib Bahar kembali menjawab dengan nada meninggi. "Tugas saya ceramah, tugas Dudung harusnya jangan utak utik masalah agama, akhirnya mensifati tuhan dengan sifat manusia," ujar Habib Bahar.

 

Kemudian, Habib Bahar sempat berteriak dari kejauhan agar TNI tidak perlu menakut-nakuti rakyat. "Jangan takut-takuti masyarakat Pak. Nggak ada urusan," ujarnya

 

Sebelumnya, penyidik Polda Jabar telah melayangkan surat pemanggilan terhadap Habib Bahar untuk dimintai keterangannya terkait kasus dugaan ujaran kebencian yang mengandung unsur suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Habib Bahar rencananya akan diperiksa pada Senin, 3 Januari 2022.

 

“Penyidik telah melayangkan surat panggilan kepada saudara BS (Bahar Smith),” kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jumat, 31 Desember 2021. (viva)



 

SANCAnews.id – Kuasa hukum Gus Nur, Ahmad Khozinudin blak-blakan sebut kliennya dan sejumlah ulama telah dikerjain oleh rezim Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Ia menyebut rezim Jokowi tidak memberikan kesempatan para ulama untuk bernapas.

 

Hal ini diungkapkan Ahmad dalam jumpa pers virtual. Ketua Koalisi Persaudaraan dan Advokasi Umat (KPAU) ini memprotes keras kejaksaan yang memberikan surat panggilan eksekusi terhadap Gus Nur.

 

Protes serupa juga dilayangkan oleh kuasa hukum Habib Bahar bin Smith, karena proses hukum dari kepolisian ke kliennya itu. Menurut Ahmad, surat tersebut penuh kejanggalan.

 

Apalagi, kliennya dan Bahar Smith baru saja bebas dari penjara. Namun, tiba-tiba mereka harus kembali berurusan dengan hukum melalui surat panggilan tersebut.

 

"Rezim ini tidak memberi kami kesempatan buat liburan. (Gus Nur) baru bentar menghirup udara bebas, itu sudah dikerjain lagi," kata Ahmad dalam jumpa pers virtual seperti dikutip Terkini.id -- jaringan Suara.com, Jumat (31/12/2021).

 

Ahmad membeberkan kliennya mendapatkan surat dari Kejaksaan Negeri Surabaya pada Selasa, (28/12/2021). Ia menduga surat itu bodong, di mana surat itu berisi tentang panggilan terhadap Gus Nur untuk datang melakukan eksekusi alias penjara.

 

"Tanggal 28 Desember 2021, Gus Nur mendapatkan surat yang sebenarnya belum terkonfirmasi. Kami duga bodong, dari Kejaksaan Negeri Surabaya, yang meminta Gus Nur datang dalam rangka dieksekusi, dipenjara kembali," beber Ahmad.

 

Surat tersebut, menurut Ahmad begitu janggal mengingat Gus Nur sudah selesai menjalani hukuman penjara di Bareskrim Mabes Polri. Ia pun menyebut surat tersebut sebagai bentuk rezim Jokowi yang tidak merestui ulama.

 

"Padahal Gus Nur belum lama keluar menjalani eksekusi putusan PN Jaksel yang vonis Gus Nur 10 bulan penjara, dan sudah dilakoni Gus Nur di tahanan Bareskrim Mabes Polri," jelas Ahmad.

 

"Karena ini statusnya masih kasasi, masih menunggu. Tapi ternyata rezim ini tidak ridho melihat ulama kita kembali menyampaikan dakwah di tengah umat, menyampaikan nasihat, kritik," sambungnya.

 

Karena itu, Ahmad menegaskan pihaknya tidak mau menerima surat panggilan tersebut. Ia juga mengkritik jaksa yang seharusnya bersikap profesional seperti Polda Jawa Barat yang mengirim surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) dulu kepada Bahar Smith.

 

"Sampai hari ini Gus Nur tidak pernah terima surat itu. Sekonyong-konyong disuruh datang untuk dieksekusi," ungkap Ahmad.

 

"Saya bilang, ‘Jangan, Gus, enak saja. Orang tidak ada amar putusan perintah untuk menahan’. Dan maksud saya, kurang zalim apa lagi terhadap Gus Nur," pungkasnya. **



 

SANCAnews.id – Pengamat politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin menganalisa situasi politik di tahun 2022 akan memanas.

 

Pasalnya, tahun 2022 persaingan calon presiden (Capres) akan dimulai.

 

“Para capres akan saling sikut untuk membangun elektabilitas,” kata Ujang dihubungi Pojoksatu.id, Jumat (31/12/2021).

 

Hal tersebutlah, lanjut Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) itu akan membuat situasi politik tanah air memanas.

 

“Panasnya situasi politik karena ini,” ucapnya.

 

Menurut Ujang, para kandidat Capres 2024 akan saling serang mencari titik lemah lawan politiknya.

 

“Nah disinilah gesekan politik akan terjadi, mereka akan saling menghancurkan masing-masing kandidat,” ungkapnya.

 

Bukan tidak mungkin, lanjut Ujang, nanti akan terjadi saling lapor melaporkan antara pendukung satu kandidat karena merasa dirugikan.

 

“Habis serang menyerang, hancur menghancurkan, maka akan terjadi juga saling lapor melaporkan antara pendukung kandidat,” tuturnya.

 

Ujang juga mengaku tidak yakin soal penurunan ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold.

 

Sebab, tahapan-tahapan Pemilu 2024 sudah mulai berjalan. Bahkan, 2022 mulai dilakukannya pematangan persiapan 2024.

 

“Soal penurunan presidential threshold kemungkinan kecil dilakukan, karena di sisi lain tahapan Pemilu 2024 sudah berjalan,” terangnya.

 

Kemungkinan, sambung Ujang penurunan Presidential Threshold dilakukan di Pemilu mendatang.

 

“Itu juga belum tentu, apakah akan dilakukan revisi UU Pemilu yang mengatur syarat pencalonan presiden, semuanya masih belum pasti, sesuai dengan kebutuhan politik,” pungkasnya. (*)



 

SANCAnews.id – Sejumlah anggota TNI mendatangi Pondok Pesantren Tajul Alawiyyin di Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, yang merupakan kediaman Habib Bahar bin Smith pada Jumat (31/12) pagi tadi.

 

Rombongan TNI itu dipimpin Komandan Korem (Danrem) 061/Suryakancana Brigadir Jenderal (Brigjen) TNI Achmad Fauzi.

 

Kuasa hukum Habib Bahar, Aziz Yanuar lantas mempertanyakan ada kepentingan apa Danrem menemui Habib Bahar?

 

“Apa urgensinya aparat TNI mendatangi Habib Bahar. Ini (bisa disebut) teror dan melanggar hukum,” ujar Aziz kepada JPNN, Jumat.

 

Namun, Aziz tak mau menyebut sosok prajurit TNI itu. Dia hanya menyebut sebagai pemangku kepentingan di Bogor.

 

“Dari penguasa wilayah (Bogor) pengakuannya,” kata Aziz.

 

Sebelumnya, Aziz mengatakan kedatangan Brigjen Achmah Fauzi untuk menasehati Habib Bahar secara langsung.

 

Sementara itu, Habib Bahar juga menasehati jenderal TNI bintang satu itu.

 

“Tadi saling nasehati dan memberi pesan dengan aparat TNI,” kata Aziz. (*)



 

SANCAnews.id – Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun menyoroti kasus Habib Bahar bin Smith yang didatangi sekelompok pria berseragam TNI ke pondok pesantrennya.

 

Sebelumnya, kejadian tersebut sempat heboh di media sosial (Medsos), Soalnya tampak Habib Bahar cek-cok dengan salah seorang anggota TNI, yang diketahui berpangkat Brigjen.

 

“Sepertinya kita harus buka-buka buku lagi ya ini. Antara peran militer atau TNI dan peran sipil atau polisi,” ujar Refly Harun melalui kanal YouTube.

 

Ia menyebutkan, Polisi itu sipil yang dipersenjatai.

 

“Jadi dia berbeda dengan TNI. TNI itu berada di wilayah perang atau pertahanan. Kalau polisi di wilayah keamanan,” jelasnya.

 

Lanjut “Nah ini menurut saya harus kita tegakkan lagi ya,” katanya.

 

“Jangan sampai, kata Rocky Gerung, TNI tergoda masuk wilayah politik,” sambung dia.

 

Menurutnya, TNI jangan sampai kembali bersentuhan dengan masalah sipil.

 

“Karena kalau TNI masuk ke wilayah sipil itu berbahaya. Karena mereka itu aparat yang dipersenjatai. Karena itu, mereka tak boleh masuk ke wilayah sipil,” tegasnya. Dilansir dari Galamedia. Jumat, 31 Desember 2021.

 

Terlebih, lanjut dia, apalagi kalau tidak ada eskalasi yang luar biasa yang berpotensi mengganggu keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

“Ini memang peninggalan orde baru yang so long time, dimana TNI terlibat di wilayah wilayah sipil zaman dulu,” ungkapnya.

 

Padahal, lanjut Refly, ketika reformasi, rakyat meminta TNI pergi dari Dwifungsi ABRI atau TNI. Jadi Dwifungsi itu sudah dihilangkan dari TNI di masa reformasi.

 

“Jangan dihidupkan lagi. Karena itu, jangan dihidupkan kembali. Karena susah untuk dihilangkan lagi,” katanya.

 

“Kita harus luruskan kembali perkara bernegera ini. Jangan sampai blur. campur aduk. Antara negara demokrasi negara hukum dengan institusi-institusi yang sesungguhnya berada di wilayah spesifik dan tak mengurusi kehidupan sipil sehari-hari,” katanya.

 

Ia kembali menjelaskan, Polisi berfugsi melindungi, melayani dan mengayomi masyarakat dengan menjaga keamanan dan kertetiban serta penegakan hukum.

 

Sedangkan militer atau TNI berfungsi menjaga pertahanan negara, kepala pengadilan mengadili dan kejaksaan melakukan fungsinya.

 

“Jangan sampai, kita tidak tahu lagi siapa yang menjadi pemimpin daerah yang memegang mandat secara demokratis dari rakyat melalui pemilihan umum,” katanya.

 

Disebutkan, kepolisian, TNI, kejaksaan dan lembaga pengadilan hanyalah utusan lembaga pusat yang berada di suatu wilayah. (terkini)



 

SANCAnews.id – Kasus dugaan ujaran kebencian yang dituding kepada Habib Bahar Smith kian berpolemik. Kali ini, sejumlah anggota TNI berseragam lengkap yang dipimpin Brigjen TNI A Fauzi mendatangi Pondok Pesantren (Ponpes) Tajul Alawiyyin asuhan Habib Bahar bin Smith pada Jumat (31/12/2021).

 

Kedatangan Sepasukan TNI ke ponpes yang berada di Pabuaran, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat itu terekam kamera dan viral di media sosial.

 

Dalam video itu, terlihat Habib Bahar Smith terlibat adu mulu dengan Fauzi terkait pemanggilannya ke Polda Jawa Barat.

 

"Yang menjadikan syarat saya ke Polda Jabar apa?," ungkap Habib Bahar Smith.

 

Dirinya menegaskan, hadir atau tidaknya pasukan TNI AD itu tidak akan menyurutkannya untuk hadir ke Polda Jabar.

 

Pernyataan Habib Bahar Smith pun dibalas dengan pernyataan tegas dari Fauzi.

 

"Buktikan!," ujar Fauzi dengan nada tinggi.

 

"Bukan buktikan, emang saya udah ngomong, bahkan dari Minggu saya datang, saya nginap di sana," sela Habib Bahar Smith.

 

Pernyataan Habib Bahar Smith pun dipotong Fauzi.

 

Fauzi mengancam akan menjemput Habib Bahar Smith apabila tidak datang ke Polda Jabar.

 

"Kami jemput," ungkap Fauzi.

 

Habib Bahar Smith tidak terima dengan ancaman yang disampaikan Fauzi.

 

Nebab menurutnya, aparat yang seharusnya bertugas menjemput dirinya adalah pihak Kepolisian.

 

Namun, Fauzi kembali berkilah sudah menjadi tanggung jawabnya untuk menjaga stabilitas wilayah yang berada di bawah Komandonya.

 

Perdebatan pun berakhir.

 

Fauzi bersama sejumlah anggota TNI segera meninggalkan pondok pesantren.

 

Habib Bahar Smith pun menyampaikan dirinya tidak bisa diancam.

 

"Kalau Habib lain bisa di-Shock (Therapy) begitu, salah orang!," ungkap Habib Bahar Smith di akhir tayangan.

 

Politisi PSI Husin Alwi atau dikenal Husin Shihab dilaporkan balik oleh Bahar Smith terkait insiden pelaporan dugaan memelintir omongan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Dudung Abdurrachman.

 

Laporan dilayangkan kuasa hukum Bahar Smith, Ichwan Tuankotta di Polres Bogor pada Selasa (28/12/2021) malam.

 

"Alhamdulilah saya Ichwan Tuankotta mendampingi  pelapor Ali Ridho resmi melaporkan Husin Alwi atas dugaan menyebarkan berita bohong," ujar Ichwan dihubungi Rabu (29/12/2021). (Wartakota)




SANCAnews.id – Kabag Penum Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengungkapkan, pihaknya telah melakukan pemeriksaan 21 saksi ahli dan 31 saksi atas kasus ujaran kebencian yang dulakukan Habib Bahar bin Smith.

 

Dari hasil pemeriksaan itulah, penyidik lantas menaikkan kasus Habib Bahar Smith ke tingkat penyidikan.

 

“Penyidik juga memeriksa 21 ahli dan 31 saksi biasa atas itulah naik ke penyidikan,” kata Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (31/12/2021).

 

Jendral bintang satu ini merinci 21 saksi ahli yang telah diperiksa itu terdiri ahli agama 4 orang, ahli bahasa 4 orang, ahli pidan 2 orang, ahli IT 4 orang, ahli sosial hukum 2 orang dan ahli kedokteran 3 orang.

 

Selain itu, kata Ramadhan, penyidik sempat melakukan penggeledahan di kediaman Habib Bahar.

 

“Penyidik melakukan penggeledahan dan menyita 4 barang bukti yang disita,” ujarnya.

 

Sebelumnya, Kapolda Jawa Barat Irjen Suntana menegaskan pihaknya sudah meningkatkan kasus yang menjerat Bahar bin Smith menjadi penyidikan.

 

Kasus yang menjerat Bahar bin Smith terkait dugaan ujaran kebencian yang mengandung unsur suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).

 

“Penyidik Polda Jawa Barat sudah meningkatkan proses hukum yang menjerat BS menjadi penyidikan,” ujar Suntana dalam keterangan tertulisnya, Rabu (28/12/2021).

 

Penyidik Polda Jawa Barat, kata Suntana, sudah menyerahkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Bahar bin Smith di kediamannya di Bogor pada Selasa, 28 Desember kemarin.

 

“Penyerahan SPDP sudah dilakukan kepada terlapor,” katanya.

 

Dalam kasus ini, Bahar bin Smith dijerat dugaan tindak pidana menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian dan atau permusuhan individu dan atau kelompok berdasarkan SARA sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45A ayat (2) UU RI Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau Pasal 14 dan Pasal 15 UU RI nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana. (pojoksatu)



 

SANCAnews.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semestinya menyambut baik laporan Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M. Massardi terkait dugaan korupsi yang diduga dilakukan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

 

KPK, diminta membuka mata lebar-lebar bahwa Ahok acap kali terseret sejumlah persoalan yang kontroversial di ruang publik. Namun hingga kini belum ada proses hukum yang menjeratnya.

 

"Ahok sejauh ini banyak terseret dalam sejumlah persoalan, sehingga baik bagi dirinya maupun KPK untuk sama-sama menyelesaikan persoalan itu," kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah kepada Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu di Jakarta, Kamis (30/12).

 

Menurutnya, KPK perlu peka atas laporan dari masyarakat, termasuk dugaan rasuah yang menyeret politisi PDIP yang kini menduduki kursi Komisaris Utama Pertamina tersebut.

 

"KPK perlu merespons semua laporan publik, terlebih terkait pejabat publik meskipun saat laporan disampaikan sudah bukan lagi menjabat," tandasnya.

 

Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M. Massardi melimpahkan dokumen berbagai temuan yang mengarah pada dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) yang patut diduga melibatkan Ahok, baik saat masih Wakil Gubernur (2012) maupun setelah ditetapkan sebagai Gubernur DKI Jakarta (2014) menggantikan Joko Widodo yang jadi presiden.

 

Adhie bahkan menegaskan bahwa dokumen berbagai skandal korupsi di Pemprov DKI sepanjang 2012 hingga 2017 yang akan dilimpahkan ke KPK tersebut sudah dalam bentuk buku resmi.

 

Dokumen dikumpulkan dan dirangkai oleh salah satu tokoh gerakan anti-korupsi dan peneliti sumber daya alam Indonesia, Marwan Batubara. Bukunya pernah dicetak pada tahun 2017. (*)



 

SANCAnews.id – Nama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto masih tetap pilihan nomor satu dan menggema di Sumatera Barat (Sumbar). Hal ini sebagaimana disampaikan Ketua DPD Partai Gerindra Sumbar, Andre Rosiade yang pada pekan lalu berkeliling Sumbar.

 

Menurutnya, dari 20 titik yang didatangi, seperti di Kota Padang, Kota Sawahlunto, Kabupaten Sijunjung, dan Dharmasraya masyarakat tetap meminta Prabowo menjadi Presiden 2024.

 

Mereka siap memenangkan kembali Prabowo seperti Pilpres 2014 dan 2019. Kala itu, Prabowo menang mutlak hingga 80-an persen.

 

“Tak ada yang meragukan dukungan kepada Pak Prabowo pada Pilpres 2024 nanti. Ini tentu memicu semangat kami dalam memenangkan Pak Prabowo kembali di Sumbar, dan Indonesia umumnya,” kata Andre Rosiade kepada wartawan, Kamis (30/12).

 

Anggota DPR RI ini menegaskan bahwa masyarakat Sumbar bahkan meminta Prabowo kembali menjadi Capres 2024

 

Di Kabupaten Dharmasraya misalnya, tidak sedikit warga yang yakin Prabowo akan melebihi angka perolehan tahun 2019 sebesar 69 persen. Hal yang sama juga didapati di Kota Sawahlunto yang pada pilpres lalu suara Jokowi mencapai 82 persen.

 

“Karena, kinerja Pak Prabowo sebagai Menteri Pertahanan RI juga baik dan banyak dapat apresiasi,” urainya.

 

“Kami akan terus bergerak memastikan suara Pak Prabowo terus bertambah di Sumbar. Agar peluang menjadi Presiden semakin besar,” tutupnya. (rmol)



 

SANCAnews.id – Menteri BUMN Erick Thohir mengangkat Endang Tirtana sebagai Komisaris Independen PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI. Pengangkatan dilakukan pada Rabu (29/12).

 

Selain mengangkat Endang, Erick juga memberhentikan Pungky Sumadi dari jabatan Komisaris KAI. Jabatan itu diduduki Pungky sejak 2017.

 

"Adanya pemberhentian dan pengangkatan Anggota Dewan Komisaris PT Kereta Api Indonesia (Persero) diharapkan dapat berdampak positif untuk menjaga dan meningkatkan kinerja perseroan," kata Executive Vice President Corporate Secretary KAI, Asdo Artriviyanto, dalam suratnya kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dikutip kumparan, Kamis (30/12).

 

Sebelum diangkat sebagai Komisaris Independen KAI, Endang merupakan Komisaris Independen di PT Semen Baturaja (Persero). Dia diangkat di BUMN semen itu pada Agustus 2020.

 

Pada 2019 lalu, Endang tercatat merupakan calon legislatif dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Daerah Pemilihan Sumatera Barat II. Namun, gagal terpilih. Pada 2014, dia juga pernah maju menjadi caleg untuk DPR pada 2014 dari Partai Hanura, namun gagal juga.

 

Mengutip dari situs Semen Baturaja, Endang kelahiran Padang Balai, 9 April 1981. Dia merupakan Sarjana di Institut Agama Islam Negeri Padang (IAIN) Jurusan Aqidah Filsafat pada 2000.



Selain menjadi Komisaris BUMN, dia juga Peneliti Senior Maarif Institute For Culture and Humanity, Direktur Media Said Aqil Sirodj Institute (2017-saat ini), dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (2010-2015). Di akun Twitter pribadinya, Endang juga menulis dirinya aktif di Direktur Indonesian Watch for Democracy.

 

Berikut Jajaran Komisaris KAI yang Baru:

Komisaris Utama/Komisaris Independen: Said Aqil Siroj

Komisaris Independen: Rochadi

Komisaris Independen: Riza Primadi

Komisaris Independen: Endang Tirtana

Komisaris: Cris Kuntadi

Komisaris: Freddy Harris

Komisaris: Diah Natalisa

Komisaris: Chairul Anwar

(**)



 

SANCAnews.id – Pengamat politik Rocky Gerung mengaku heran melihat PDIP yang memiliki elektabilitas yang tinggi akan tetapi kerap menghasilkan kader yang kedapatan koruspi.

 

Menurutnya, hasil survei yang dirilis Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) terbaru dianggap tidak masuk akal.

 

Apalagi, tercatat bahwa partai yang diketuai oleh Megawati Soekarnoputri itu unggul 25% jauh dari partai lain.

 

“Survei terakhir dari SMRC bahwa PDIP tetap partai tertinggi elektabilitasnya, yang lain (parpol lain elektabilitasnya) itu 12 persen,” ujar Rocky Gerung.

 

“Kan ajaib ini partai yang isinya para koruptor tetapi masih dipilih rakyat. Ini ada yang enggak benar sebetulnya,” sambung Rocky, mengutip rmolid.

 

Hal itu disampaikan Rocky dalam diskusi virtual bertema ‘Refleksi Akhir Tahun, Selamat Datang Tahun Politik, Bagaimana Nasib Indonesia di Masa Depan?’ pada Rabu, 29 Desember 2021.

 

Potret elektabilitas PDIP ini dianggap contoh dari kesimpulan yang deadlock atas kebijakan pemerintah terhadap sejumlah variabel ekonomi, politik, dan kesejahteraaan yang absurd.

 

Selanjutnya, Rocky menuturkan bahwa PDIP seharusnya tidak berada di posisi teratas merujuk rekam jejak kader yang kerap berurusan dengan KPK.

 

Ia pun memberikan dua permisalan dalam fenomena tersebut, yakni adanya kasus suap dalam menaikkan elektabilitas atau bisa jadi masyarakat yang masih belum melek melihat situasi politik.

 

“Masa seluruh peristiwa politik sepanjang tahun ini PDIP masih tinggi. Walaupun itu (hasil survei) betul, SMRC mesti jelasin mengapa partai yang menjadi pusat korupsi masih dipilih rakyat, apakah rakyat bodoh atau ada suap-menyuap angket?” kritiknya. (terkini)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.