November 2021


 

SANCAnews.id – Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul menyebut ada gesekan panas di dalam internal Partai Gerindra.

 

Menurutnya, percikan-percikan tersebut tampak jelas setelah Anggota DPR RI Komisi I Fadli Zon sempat menghilang selama 2 minggu dari media sosial Twitter. Ia pun melihat kondisi ini sebagai hal yang wajar terjadi di sejumlah partai.

 

“Tak terkecuali Gerindra terdapat beberapa faksi atau kubu. Dulu ada kubu Edi Prabowo yang kini telah tersingkir karena tersangkut kasus korupsi,” ujar Adib kepada Genpi.co, Selasa (30/11).

 

Ia mengatakan fenomena kubu-berkubu dalam parpol memang sudah jamak dan tidak bisa terhindarkan.

 

Bahkan, ada juga beberapa nama di dalam partai yang disebut-sebut memiliki potensi besar di kemudian hari.

 

“Ada Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad dan Wakil Ketua Umum (waketum) Partai Gerindra Sugiono yang sudah dianggap seperti anak angkat Prabowo,” katanya.

 

Selain itu, menurut Adib, ada pula Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo dan Fadli Zon.

 

Ia pun melihat adanya gesekan internal di Partai Gerindra yang berusaha untuk menyingkirkan Fadli Zon.

 

“Saya lihat pola gesekan di internal ini semacam cara untuk menggeser Fadli Zon dari kontestasi di internal partai tersebut,” beber Adib.

 

Terlebih lagi, menurut Adib, kini Juru Bicara Partai Gerindra Habiburokhman menjadi corong dari Dasco.

 

“Jadi memang hanya Fadli Zon ini yang tidak membentuk kelompok di internal. Saya melihat pola politiknya selalu main tunggal dan demi kepentingan elektoral pribadi,” katanya.

 

Bahkan, menurut Adib, Fadli Zon hanya mengandalkan kedekatan pribadi dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

 

“Jadi wajar kalau kesempatan ini digunakan untuk mengeser Fadli Zon dari posisi penting di Gerindra,” tandas Adib. ***



 

SANCAnews.id – Pelaku penembakan di Exit Tol Bintaro pada, Jumat (26/11/2021), terkuak. Pelaku merupakan anggota Satuan Patroli Jalan Raya (Sat PJR) Ditlantas Polda Metro Jaya, Ipda OS.

 

Saat ini, Ipda OS masih diperiksa intensif Bidang Propam Polda Metro Jaya serta Divisi Propam Mabes Polri terkait motif penembakan.

 

"Ini sudah diamankan dan dalam tahap pemeriksaan kasus ini untuk mengungkap motif daripada hal tersebut," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Endra Zulpan, Selasa (30/11/2021).

 

Meski begitu, Zulpan menegaskan saat ini Ipda OS masih berstatus saksi, belum ditetapkan sebagai tersangka.

 

"Kenapa? Karena untuk tetapkan tersangka harus minimal dua alat bukti. Peristiwa penembakan benar terjadi, peristiwa sebabkan orang meninggal benar terjadi tapi maksud tujuan pelaporan masih didalami maka akan didalami oleh Div Propam Mabes Polri dan Bid Propam Polda Metro Jaya," ungkap Zulpan.



Sebelumnya, sebanyak dua orang menjadi korban penembakan di Exit Tol Bintaro Jakarta Selatan pada Jumat (26/11/2021) pukul 19.00 WIB.

 

Satu korbannya meninggal dunia akibat luka tembak yang dialaminya. Sedangkan satu lainnya masih menjalani perawatan intensif di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur. (suara)


 

SANCAnews.id – Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya mengusut dugaan pelanggaran kode etik oleh Ipda OS, pelaku penembakan dua orang di Exit Tol Bintaro, Jakarta Selatan.

 

"Kami bersinergi dengan Ditreskrimum Polda Metro Jaya untuk memastikan apakah ada atau terjadi pelanggaran disiplin atau pelanggaran kode etik," ujar Kabid Propam Polda Metro Jaya Kombes Bhirawa Braja kepada wartawan, Selasa (30/11/2021).

 

Selain itu, kata Bhirawa, Propam Polda Metro Jaya juga berkoordinasi dengan Divisi Propam Mabes Polri untuk mengusut tuntas kasus penembakan tersebut.

 

"Kami tak bisa sumir, tapi harus betul-betul menemukan fakta hukum di sana. Apakah ada pelanggaran disiplin dan kode etik," kaya Bhirawa.

 

"Dan apakah ada prosedur yang dilanggar dalam kepemilikan senjata dan sebagainya akan kami dalami, bekerjasama dengan Biro Paminal Divisi Propam Polri," pungkasnya.

 

Sebelumnya, Kepolisian mengungkap kasus penembakan di Tol Lingkar Luar Jakarta (Jakarta Outer Ring Road/JORR), tepatnya di pintu keluar Bintaro, Jakarta Selatan.

 

Pelaku penembakan adalah polisi lalu lintas yang bertugas di unit patroli jalan raya (PJR) Polda Metro Jaya, Ipda OS.

 

Polda Metro Jaya menyebut Ipda OS diduga menembak kedua korban, Jumat (26/11/2021) malam, karena mendapatkan laporan dari masyarakat yang merasa dibuntuti di jalan tol.

 

Warga yang tidak diungkapkan identitas itu merasa diikuti oleh mobil korban sejak berangkat dari salah satu hotel di kawasan Sentul, Kabupaten Bogor. 

 

"Berdasarkan hasil pemeriksaan saksi, saat ini peristiwa dilatarbelakangi laporan warga yang merasa dirinya terancam," ujar Tubagus.

 

Ipda OS yang mendapatkan laporan langsung mengarahkan warga tersebut untuk bergerak ke arah wilayah Hukum Polda Metro Jaya, tepatnya di depan kantor PJR Jaya IV di Pesanggrahan, Jakarta Selatan.

 

Di lokasi tersebut, kata Tubagus, terjadi keributan antara Ipda OS dengan kedua korban berinisial PP dan MA yang berujung pada penembakan.

 

"Keterangan saksi terjadi peristiwa ribut di situ dan mendengar dua tembakan oleh yang mengakui polisi. Dari keterangan saksi (pelaku) mau ditabrak," ungkap Tubagus.

 

Tubagus tidak menjelaskan rinci pemicu keributan antara pelaku dan korban di lokasi kejadian.

 

Dia hanya mengatakan bahwa dua tembakan mengenai kedua korban. Seorang tewas dan seorang lain dirawat di RS Polri.

 

"Akibat dari penembakan tersebut, kedua korban saat itu alami luka tembak dan dibawa ke RS Pelni. Kemudian dipindahkan ke RS Kramat Jati. Selang satu hari kemudian, satu korban PP meninggal dunia," pungkasnya.

 

Saat ini, Ipda OS sudah ditahan dan masih diperiksa lebih lanjut oleh penyidik bersama Propam Polda Metro Jaya dan Mabes Polri. (kompas)



 

SANCAnews.id – Anggota PJR Ditlantas Polda Metro Jaya sebelum menembak dua orang di Tol Bintaro, Jakarta Selatan sempat mendapat laporan dari warga yang mengaku dibuntuti dari Sentul, Bogor hingga sampai di TKP. Lantas, siapa sosok pelapor yang melaporkan dugaan penguntitan ini?

 

Dari informasi yang tersebar, pelapor sendiri merupakan staf dari salah satu pejabat di DKI Jakarta. Sayangnya Polda Metro Jaya belum mengamini informasi tersebut.

 

Mengenai hal ini, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol E Zulpan menyebut pihaknya masih melakukan pendalaman berkaitan dengan hal tersebut.


"Masih didalami dulu," kata Zulpan dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (30/11/2021).

 

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat hanya mengungkap inisial dari pelapor. Dia juga membeberkan pekerjaan pelapor namun tidak secara detail.

 

"Siapakah orang itu? Inisialnya O, pekerjaan swasta," beber Tubagus.

 

Seperti diketahui, aksi penembakan terjadi di Exit Tol Bintaro pada Jumat, 26 November 2021 malam. Ada dua korban yang tertembak pada bagian perut.

 

Satu dari dua korban ini akhirnya dinyatakan tewas. Belakangan diketahui pelaku penembakan merupakan anggota PJR Ditlantas Polda Metro Jaya berinisial Ipda OS.

 

Penembakan ini bermula dari adanya laporan polisi dari warga yang mengaku diikuti oleh sejumlah mobil dari Sentul, Bogor. Polisi mengarahkan mobil pelapor menuju ke arah kantor PJR di Tol Bintaro.

 

Setelah tiba di TKP, polisi nyaris ditabrak oleh korban hingga polisi melepas tembakan dan mengenai kedua korban. (indozone)



 

SANCAnews.id – Koordinator Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Endang Sri Melani mengatakan, saksi di sekitar rest area KM 50 diminta untuk mundur dan tidak mendekat ke tempat kejadian perkara (TKP). Alasannya, kata dia polisi sedang melakukan penangkapan terkait kasus teroris dan narkotika.

 

Hal itu disampaikan Endang saat duduk sebagai saksi dalam sidang lanjutan Unlawful Killing Laskar FPI atas dua terdakwa Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella. Sidang itu berlangsung di ruang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (30/11/2021).

 

Keterangan para saksi di lokasi kejadian itu diperoleh Komnas HAM saat sedang melakukan proses penyelidikan. Kepada Komnas HAM, saksi yang merupakan pedagang di rest area KM. 50 mengaku tidak boleh mendekat ke TKP.

 

"Saksi mendengar polisi meminta pengunjung dan pedagang di rest area km 50 untuk mundur dan tidak mendekat ke TKP dengan alasan ada penangkapan teroris dan alasan penangkapan narkoba," kata Endang.

 

Sejumlah saksi itu, kata Endang, juga mengaku dilarang pihak kepolisian untuk tidak merekam kejadian tersebut. Saat itu, empat anggota Laskar FPI digelandang keluar daro mobil jenis Chevoret yang telah mengalami kempes ban.

 

"Sejumlah saksi mengaku dilarang mengambil foto," sambungnya.

 

Tidak hanya itu, para saksi yang berada di lokasi juga menjalani serangkaian pemeriksaan ponsel genggam. Kata Endang, ada pedagang yang diminta untuk menghapus foto dan rekaman video.

 

"Dan dilakukan pemeriksaan terhadap sejumlah telepon genggam pedagang dan pengunjung dan diminta menghapus foto dan rekaman video," jelas Endang.

 

Henry Yosodiningrat selaku kuasa hukum dua terdakwa mengajukan interupsi kepada majelis hakim terkait keterangan yang disampaikan oleh Endang. Dia menyebut bahwa apa yang disampaikan Endang semuanya berdasarkan keterangan orang lain.

 

Menurut Henry, saksi yang menyampaikan keterangan kepada Endang harus disebutkan identitasnya. Hal itu diminta agar tidak timbul fitnah dan seolah-olah kepolisian menekan masyarakat dengan cara menghapus foto dan video.

 

"Ini harus harus, siapa identitas orang yang dimintai keterangan soal diminta hapus foto dan rekaman. Kita hadirkan di sini agar tidak terjadi fitnah, seakan-akan kepolisian negara RI, Polda Metro Jaya menekan warga masyarakat," sela Henry.

 

Hakim ketua M. Arif Nuryanta langsung bertanya kepada Endang, apakah saksi tersebut boleh disebutkan identitasnya atau tidak. Sontak, Endang membalas jika saksi mengalami ketakutan dan berharap namanya tidak disebutkan.

 

"Karena itu memang informasi yang kami peroleh, masyarakat sudah cukup ketakutan saat itu dan berharap tidak disebutkan namanya. Tapi dia adalah orang yang mengetahui dan melihat pada saat kejadian," papar Endang.

 

Lagi-lagi Henry merespons pernyataan Endang. Menurut dia, sudah ada lembaga yang bisa memberikan perlindungan kepada saksi, yakni LPSK.

 

"Agar tidak terjadi fitnah, toh didampingi LPSK, adakan sidang tertutup khusus untuk pemrriksaan saksi itu, supaya dihadirkan benar atau tidak keterangan orang itu," papar Henry.

 

"Nanti kami yang menilainya itu," kata hakim Arif Nuryanta.

 

Sejurus kemudian, JPU kembali meminta Endang untuk bisa membacakan ihwal temuan Komnas HAM di kawasan rest area KM. 50. Dalam lanjutannya, Endang menyatakan bahwa saksi melihat empat orang diturunkan dalam kondisi masih hidup dan kemudian ditiarapkan di badan jalan.

 

Endang melanjutkan, saksi juga melihat satu orang diturunkan dari mobil dalam kondisi luka tembak. Saksi juga melihat ada ceceran darah di lokasi kejadian.

 

Tidak hanya itu, saksi juga disebutkan meliaht satu korban dari Laskar FPI tergeletak di bagian jok kiri depan mobil. Sedangkan empat anggota Laskar FPI yang masih hidup mendapatkan perlakuan kekerasan dengan cara dipukul dan di tendang.

 

"Mendapatkan perlakuan kekerasan dengan cara dipukul dan di tendang," ucap Endang.

 

Kepada pihak Komnas HAM, saksi di lokasi juga melihat beberapa benda, dalam hal ini senjata tajam, diturunkan dari mobil. Kemudian, benda-benda itu ditaruh di sebuah kursi di depan warung milik pedagang.

 

Endang menyebut, saksi juga melihat korban yang telah tewas dimasukkan ke dalam bagasi mobil. Sedangkan, empat anggota Laskar FPI yang masih hidup dimasukkan ke dalam sebuah mobil.

 

"Saksi melihat korban yang sudah meninggal dimasukkan ke dalam bagasi sebuah mobil. Saksi melihat empat orang yang masih hidup dimasukkan ke dalam sebuah mobil," papar Endang.

 

Unlawful Killing

 

Endang turut menjelaskan mengapa kasus ini dikatakan sebagai "Unlawful Killing" atau pembunuhan di luar proses hukum. Menurut dia, tewasnya empat anggota Laskar FPI di dalam mobil masih berada dalam penguasan aparat yang tanpa prosedur.

 

"Peristiwa itu terjadi tanpa adanya prosedur. Yang kami temukan, pertama, korban meninggal dunia. Kedua, korban tersebut berada dalam penguasaan resmi dari aparat negara. Ketiga, tidak ada upaya untuk meminimalisasi," kata Endang.

 

Kata Endang, aparat kepolisian yang memindahkan keempat anggota Laskar FPI ke dalam mobil tidak menerapkan prinsip waspada. Pasalnya, empat anggota Laskar FPI yang sedianya dibawa ke Mapolda Metro Jaya dari KM 50 tidak diborgol.

 

"Pada saat anggota polisi membawa empat orang tersebut ke dalam mobil, tidak mengindahkan prinsip kehati-hatian dan juga ancaman terhadap jiwa karena posisi petugas dan korban tidak seimbang," jelas Endang.

 

 

Tidak sampai situ, polisi yang bersama para anggota Laskar FPI tidak dapat merespons ekskalasi situasi secara tepat. Endang menyebut, polisi tidak melakukan upaya antisipasi terkait situasi tersebut.

 

"Kami sudah sampaikan bahwa terjadi ekskalasi sedang, rendah, ke tinggi. Dalam proses ekskalasi terdapat perubahan situasi. Nah ini tidak diantisipasi, misal dengan meminta bantuan atau peralatan dari kepolisian setempat. Ini jadi pertanyaan kenapa tidak ada upaya lain untuk meminimalisasi (peristiwa)."

 

Dakwaan Jaksa

 

Dalam surat dakwaan yang dibacakan, terdakwa Briptu Fikri dan Ipda Yusmin didakwa melakukan tindakan penganiayaan yang mengakibatkan kematian secara bersama-sama. Dalam kasus ini, total enam eks Laskar FPI tewas tertembus timah panas.

 

Atas hal itu, jaksa menyatakan, perbuatan Fikri Ramadhan dan M. Yusmin Ohorella merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 Ayat (3) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (suara)




SANCAnews.id – Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Dudung Abdurrachman membagikan kisah saat ia menurunkan baliho pimpinan FPI Habib Rizieq Shihab (HRS) tahun lalu.

 

Dalam video yang tayang di kanal Youtube Deddy Corbuzier, Selasa (30/11/2021) Dudung Abdurrachman mengaku memerintahkan untuk menurunkan baliho HRS. Tindakan Dudung oun menuia beragam reaksi dari berbagai pihak.

 

Dudung menceritakan saat itu ia masuk ke Kodam Jaya dan melihat ada banyak baliho yang bergelimpangan.

 

"Kan kemarin itu saya masuk ke Kodam Jaya itu saya melihat Baliho bergelimpangan," ujar Dudung dikutip Suara.com, Selasa (30/11/2021).

 

Lebih lanjut Dudung menyoroti teriakan dan ujaran para peserta aksi yang saat itu berkerumun di dekat lokasi berdirinya baliho HRS.

 

"Udah gitu nada-nadanya kok seruan-seruan jihad, revolusi akhlak lah, udah baliho juga ada yang disembah-sembah," tuturnya.

 

Dudung juga tak terima dengan sikap oknum yang melecehkan Presiden Jokowi. Ia bahkan menyebut darahnya mendidih melihat aksi-aksi tak terpuji itu.

 

"Ya, saya liat itu beraninya sekali dia mengatakan Presiden kita dengan kata-kata yang tidak bagus, sebagai warga negara mengganti nama presiden kita yang tidak benar," ucapnya.

 

"Mendidih darah saya tuh kaya gitu tuh, panas, akhirnya Polisi, Kapolda waktu itu, saya dengan Pol PP (menurunkan baliho)," lanjutnya.

 

Dudung bercerita ia (TNI) bersama Polisi dan Pol PP akhirnya bisa menertibkan baliho atas dasar surat dai Wali Kota.

 

"Akhirnya Pol PP, Polisi, dibantu TNI ada surat dari Wali Kota meminta bantuan kepada TNI, untuk menertibkan itu," tuturnya.

 

Tak berhenti sampai di situ, Dudung juga bercerita bahwa setelah peristiwa penurunan baliho itu beberapa anggota FPI mendatangi kantor Pol PP di Jakarta Utara.

 

Anggota FPI yang datang menjelang tengah malam itu disebut oleh Dudung meminta agar baliho itu dipasang lagi.

 

"Kan gendeng itu kalau kaya gitu, memang mereka ini siapa? Saya bilang gitu," ujar Dudung mengomentari sikap anggota FPI tersebut. (*)




SANCAnews.id – Hakim mempertanyakan terdakwa Briptu Fikri Ramadhan yang tetap menembak 1 anggota laskar FPI, sedangkan 3 lainnya sudah tewas di dalam mobil.

 

Ipda M Yusmin Ohorella mengatakan 1 korban lainnya masih melakukan perlawanan sehingga rekannya, Briptu Fikri Ramadhan, tetap melakukan penembakan.

 

Hal itu disampaikan Yusmin saat diperiksa sebagai saksi mahkota dalam persidangan penembakan laskar FPI di Km 50 Tol Cikampek. Awalnya hakim menanyai mengapa terdakwa tidak meminta bantuan dari Brimob yang berada di sekitar rest area Km 50 untuk meminjam borgol agar mengamankan korban laskar FPI, Yusmin menjawab tidak terpikirkan karena ingin membawa 4 anggota laskar FPI itu dengan cepat.

 

"Kami tidak memikirkan waktu itu, kita memikirkan bagaimana caranya 4 orang itu dibawa cepat," kata Yusmin, di sidang PN Jaksel, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (30/11/2021).

 

Yusmin mengatakan, saat insiden penembakan itu, dia sebagai pengemudi mobil, kemudian Briptu Fikri duduk di kursi tengah, sedangkan Ipda Elwira Priadi (terdakwa meninggal dunia) yang duduk di kursi depan sampingnya sedang menuju Polda Metro Jaya membawa 4 anggota laskar FPI.

 

Yusmin, yang saat itu mengendarai mobil, melihat kondisi belakang mobil dengan spion. Yusmin mengatakan saat itu Fikri sedang menginterogasi anggota laskar FPI, tetapi tiba-tiba Briptu Fikri berteriak senjata yang ada di kantong celananya direbut oleh anggota laskar FPI yang berada di sampingnya, sedangkan leher Fikri saat itu dicekik oleh anggota laskar FPI lainnya yang berada di kursi belakang.

 

"Alasannya (alasan penembakan) senjata Briptu Fikri dirampas," kata Yusmin.

 

Saat itu senjata Briptu Fikri disebut dirampas tetapi belum sempat digunakan oleh anggota laskar FPI. Sebab, saat Fikri berteriak, polisi lainnya, Ipda Elwira, yang berada di kursi depan, menembak anggota laskar FPI yang berada di samping Fikri.

 

Kemudian anggota laskar FPI lainnya disebut tetap berusaha merebut senjata dari Briptu Fikri sehingga Ipda Elwira dan Fikri kembali menembak anggota laskar FPI lainnya karena dinilai terancam nyawa.

 

Lebih lanjut, anggota majelis hakim, Suharno mempertanyakan alasan mengapa ketika 3 orang laskar FPI lainnya telah tewas ditembak, sedangkan masih ada 1 anggota laskar FPI lainnya juga tetap ditembak. Namun, Yusmin berpendapat saat itu 1 orang anggota laskar FPI lainnya tetap melawan sehingga terdakwa Fikri melakukan penembakan.

 

Berikut tanya-jawab hakim dan Yusmin saat memberikan kesaksian:

 

"Dengan adanya korban, 1, 2, 3, pertanyaan saya selanjutnya terhadap korban yang terakhir, korban terakhir ini dengan penumpang yang ada di Xenia silver itu jumlahnya 3 banding 1, 3 anggota dan 1 yang masih hidup dan satu ini kan tidak bawa senjata, kenapa harus dilakukan penembakan lagi dan itu pun beberapa kali? Alasannya apa? Saudara kan katanya melihat dari spion itu, untuk pertama dua, tiga, empat apakah melihat semuanya? tanya hakim Suharno.

 

"Siap lihat," kata Yusmin.

 

"Kalau melihat keadaan itu semuanya pertanyaan saya untuk korban yang terakhir ini kenapa dilakukan penembakan, kenapa tidak dilakukan langsung diamankan 2 orang ke belakang diikat atau apa?" tanya hakim Suharno.

 

"Jadi untuk korban terakhir sama, situasinya dia merampas senjata juga," kata Yusmin.

 

"Walaupun keadaan temannya sudah begitu?" tanya hakim Suharno.

 

"Siap," ujar Yusmin.

 

"Walaupun tinggal 1 saja dia tetap masih melawan?" tanya Suharno lagi.

 

"Siap. Jadi situasinya cepat," ungkap Yusmin.

 

Diketahui, Ipda M Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan didakwa melakukan pembunuhan dan penganiayaan yang menyebabkan kematian dalam kasus Km 50. Kedua polisi itu sebenarnya didakwa bersama seorang lagi, yaitu Ipda Elwira Priadi tetapi yang bersangkutan sudah meninggal dunia karena kecelakaan.

 

"Bahwa akibat perbuatan terdakwa (Ipda Yusmin) bersama-sama dengan Briptu Fikri Ramadhan serta Ipda Elwira Priadi (almarhum) mengakibatkan meninggalnya Luthfi Hakim, Akhmad Sofyan, M Reza, M Suci Khadavi Poetra," ucap jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (18/10/2021).

 

Kasus bermula saat Ipda Yusmin, Briptu Fikri, dan Ipda Elwira bersama 4 polisi lain diperintahkan memantau pergerakan Habib Rizieq Shihab. Sebab, saat itu Habib Rizieq tidak hadir memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya terkait kasus pelanggaran protokol kesehatan.

 

Di sisi lain, polisi menerima informasi tentang simpatisan Habib Rizieq akan mengepung Polda Metro Jaya pada Senin, 7 Desember 2020, di mana seharusnya Habib Rizieq memenuhi panggilan Polda Metro Jaya. Ketujuh polisi itu lalu melakukan pemantauan di Perumahan The Nature Mutiara Sentul Bogor di mana Habib Rizieq berada.

 

Namun saat itu dari perumahan itu muncul 10 mobil yang diduga rombongan Habib Rizieq. Ketujuh polisi itu mengikuti menggunakan 3 mobil.

 

Dalam perjalanan, salah satu mobil polisi dicegat dan diserempet mobil yang diduga berisi para laskar FPI. Para laskar FPI itu disebut jaksa sempat menyerang mobil polisi menggunakan pedang.

 

"Selanjutnya, laki-laki yang menggunakan jaket warna biru membawa pedang gagang warna biru atau samurai melakukan penyerangan ke mobil dengan cara mengayunkan pedang gagang warna biru tersebut dan membacok kap mesin mobil kemudian melanjutkan amarahnya dengan menghunjamkan pedangnya sekali lagi ke arah kaca depan mobil secara membabi-buta," ucap jaksa.

 

Polisi sempat memberikan tembakan peringatan, tetapi anggota laskar FPI balik menodongkan senjata. Setelah itu, terjadi aksi kejar-kejaran di mana saat anggota laskar FPI kembali menodongkan senjata. Polisi pun membalas dengan menembak ke arah mobil para anggota laskar FPI itu.

 

"Ipda Mohammad Yusmin Ohorella melakukan penembakan beberapa kali yang diikuti oleh Briptu Fikri melakukan penembakan ke arah penumpang yang berada di atas mobil anggota FPI dengan jarak penembakan yang sangat dekat kurang-lebih 1 meter," ujar jaksa.

 

Singkat cerita, kejar-kejaran itu berakhir di rest area Km 50. Saat diperiksa polisi, ada 2 orang yang sudah tewas di dalam mobil anggota FPI itu, sisanya 4 orang masih hidup.

 

Polisi lalu membawa 4 orang yang masih hidup itu tetapi tidak diborgol yang disebut jaksa tidak sesuai standard operating procedure (SOP). Keempat anggota FPI itu lalu disebut menyerang dan berupaya mengambil senjata polisi.

 

Briptu Fikri dan Ipda Elwira pun menembak mati 4 anggota FPI itu di dalam mobil. Akibat perbuatannya, para terdakwa itu dikenai Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 ayat (3) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (dtk)




SANCAnews.id – Peneliti Utama Indonesia Political Opinion (IPO), Catur Nugroho menyoroti langkah Menteri BUMN, Erick Thohir yang mendadak bergabung menjadi Anggota Kehormatan Barisan Ansor Serbaguna (Banser) NU.

 

Dia menilai, langkah ini dilakukan sebagai wacana dirinya maju Pilpres 2024. Menurut dia, tidak ada yang salah bila Erick Thohir maju pada pertarungan Pilpres 2024.

 

"Jika benar untuk 2024, seharusnya tidak masalah, ya. Namun, Erick Thohir tetap saja masih malu-malu mengakui hal tersebut," ucap Catur seperti melansir genpi.co, Senin (29/11).

 

Catur menjelaskan meski tidak mengakui, kemungkinan Erick maju Capres atau Cawapres pun terbuka lebar.

 

Namun, dia mengingatkan Erick Thohir agar segera memberi pernyataan langsung terkait wacana tersebut.

 

"Dengan waktu yang makin dekat ke proses politik, ET (Erick Thohir) harus mulai berhitung untuk mendapatkan dukungan Parpol," jelasnya.

 

Menurutnya, pertarungan figur Capres atau Cawapres akan makin ketat tahun depan. Oleh karena itu, Erick Thohir harus segera mengambil langkah pasti, agar dukungan partai politik bisa mengalir.

 

"Tahun depan politik bakal panas karena tahapan rekruitmen Parpol juga ketat. Jadi, saya rasa hitungan itu bisa dimulai jika ET sudah menentukan sikap," imbuhnya. (lawjustice)

 


 

SANCAnews.id – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir secara resmi menjadi anggota kehormatan Barisan Ansor Serbaguna (Banser) setelah berhasil mengikuti seluruh rangkaian pendidikan dan pelatihan dasar sebagai syarat menjadi anggota.

 

Dari video yang diunggah di laman Instagram @erickthohir, Erick tidak sungkan-sungkan berjalan jongkok hingga tiarap melewati 'rintangan' yang sudah disiapkan oleh panitia. Bedanya, bila rambut pesarta yang lain digunting botak, Erick masih dizinkan untuk memelihara rambutnya.

 

"Suatu kehormatan yang luar biasa, diterima menjadi keluarga besar Banser. Banser berkomitmen jihad untuk NKRI, menjunjung tinggi keberagaman dan perbedaan yang menjadi kekuatan bagi Indonesia,"

 

"InsyaAllah, saya akan mewakafkan pikiran saya, energi saya, kemampuan saya untuk kebenaran dan kesejahteraan masyarakat," tulis Erick Thohir di Instagram dilansir Senin, 29 November.

 

Di beranda Twitter, tagar Banser pun jadi trending topic. Netizen ramai-ramai memberikan komentar positif terhadap bergabungnya mantan Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin ini.

 

"Selamat kepada Menteri BUMN Erick Thohir atas resminya menjadi anggota Banser setelah mengikuti kegiatan Diklatsar," ucap netizen dengan akun @seruan****

 

Tak ketinggalan, netizen pun membagikan momen dimana Erick Thohir serius mengikuti diklatsar sampai disematkan baret komando.  Satu foto yang menarik perhatian saat Erick Thohir didapuk menjadi imam memimpin salat sahabat-sahabat barunya di Banser. Foto ini dibagikan akun @Bias_S****

 

"Di sela pendidikan dan pelatihan anggota Banser erick Thohir menyempatkan diri menjadi imam sholat," tulisnya. Saat salat, Erick tampak mengenakan baju loreng khas anggota Banser. Tenang, teduh dan begitu khusyuk.

 

Beragam komentar warganet menanggapi foto Erick Thohir yang jadi imam sholat.

 

@Android_AK_47:

Mendadak jadi imam sholat Erick Tohir resmi menjadi anggota kehormatan banser dan bernadzar akan mewakafkan seluruh pikiran,energi dan kemampuannya untuk membela kebenaran dan keadilan.

Anda percaya gaess.?

 

@Tony_HeXa:

Persiapan RI - 1 2024

Go erik go

 

@umar_hasibuan75:

Stlh bintang iklan di seluruh ATM pemerintah, Anggota banser bentar lagi kita akan lihat Foto erik akan jd imam dimasjid2 yg dia kunjungi.

@panca66:

Persis sama dengan cara2 yang dilakukan Jokowi dulu ya pung? Biasanya pengulangan cara cenderung nga akan berhasil. (glc)

 

Reuni 212. Foto Front TV via Twitter @NKRIndonesia79


SANCAnews.id – Ketua panitia Reuni Akbar Persaudaraan Alumni (PA) 212, Ustaz Eka Jaya mengungkapkan soal rencana acara reuni 212 yang bakal digelar di Masjid Az Zikra, Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. 

 

Ustaz Eka menjelaskan, keputusan dipilihnya Masjid Az Zikra sebagai lokasi reuni 212 tak lain setelah mendapat berbagai pertimbangan dan masukan dari sejumlah pihak, termasuk pendapat para ulama dalam berbagai musyawarah.

 

Melihat antusias umat Islam dalam aksi reuni akbar 212 ini, maka pihaknya memutuskan untuk tetap menyelenggarakan aksi meskipun sempat dipersulit dan mendapat berbagai penolakan terkait izin acara.

 

Setelah dipertimbangkan matang-matang pasca dilarangnya aksi di kawasan Monas, pihak panitia reuni 212 pun sempat melirik masjid lain yang berada di Jakarta, seperti Majsjid Istiqlal hingga Masjid At-Tin. Namun kedua masjid besar itu juga tidak memungkinkan, sehingga diselenggarakan bergeser ke kawasan Sentul.

 

“Acara ini harus jalan, enggak mungkin kita mengadakan di Masjid Istiqlal, Masjid At-Tin, atau tempat-tempat umum lainnya. Ya sudahlah kita mengalah agak jauhan sedikit ke Bogor,” ujar Ustaz Eka dalam bincang-bincang bersama Edy Mulyadi di saluran YouTube miliknya, dikutip Hoops.id pada Selasa, 30 November 2021.

 

Kemudian dalam perbincangan tersebut, Edy menanyakan kepada Ustaz Eka apabila acara reuni 212 tetap dilarang di Masjid Az Zikra, Sentul.

 

Ustaz Eka pun menjawab bakal bermunajat kepada Allah untuk kemudian dihancurkan sehancur-hancurnya bagi pihak yang melarang bersatunya umat Islam tersebut.

 

“Wallahualam bissawab, ini sudah mangkel banget. Kalau memang enggak boleh juga, munajat ke Allah, hancurkan sehancur-hancurnya. Apa lagi yang kita bisa?,” kata Ustaz Eka.

 

Sejauh ini Ustaz Eka menuturkan sejumlah umat yang berasal dari berbagai daerah telah mempersiapkan diri untuk hadir dalam acara reuni 212.

 

“Ada beberapa dari Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sidoarjo, dan daerah lainnya, mereka sudah beli tiket, bahkan sampai tadi pun mereka nanya ‘bagaimana yang sudah beli tiket apakah boleh ikut masuk Masjid Az Zikra?’,” tuturnya.

 

“Karena kan memang terbatas. Tapi saya bilang, mereka masuk saja. Kalau sudah beli tiket, sudah mau berangkat, mau bagaimana lagi,” imbuh Ustaz Eka. (*)



Kapolres Bogor AKBP Harun [antara]



SANCAnews.id – Acara reuni 212 akan diselenggarakan di Masjid Az Zikra Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Diketahui, acara tersebut dilaksanakan pada Kamis 2 Desember 2021.

 

Menanggapi hal itu, Kapolres Bogor, AKBP Harun mengatakan, bahwa pihaknya tidak akan memberikan atau mengeluarkan izin soal reuni 212 yang akan diselenggarakan di Kabupaten Bogor tersebut.

 

Apalagi kata Harun, saat ini wilayah Kabupaten Bogor masih menerapkan PPKM level 3.

 

"Kabupaten Bogor masih level 3, belum mengizinkan untuk kegiatan berkumpul dengan jumlah besar," tegasnya, saat dihubungi Suara.com, Selasa (30/11/2021).

 

Sebelumnya, Camat Babakan Madang Cecep Imam mengatakan, pihaknya belum menerima surat permohonan giat atau acara reuni 212 yang akan dilaksanakan di Masjid Az Zikra Sentul, Bogor, Jawa Barat.

 

Menurutnya, hingga sore ini pihak kecematan belum menerima surat permohonan tersebut dari panitia ataupun pihak Yayasan Az Zikra Bogor.

 

"Saya belum menerima surat permohonan giat yang dimaksud, baik dari yayasan Az Zikra atau panitia reuni 212," katanya.

 

"Saya gak mau ngarang, besok akan di cek, karena info dari pihak yayasan," tukasnya.

 

Diberitakan sebelumnya, Ketua Panitia Reuni 212 Eka Jaya mengatakan, untuk reuni 212 yang semula akan dilaksanakan di Jakarta kini berpindah ke Masjid Az Zikra, Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

 

Menurut dia, pelaksanaan tersebut akan menerapkan protokol kesehatan Covid-19 di Masjid Az Zikra Sentul pada 2 Desember 2020 nanti.

 

"Panitia reuni memutuskan dilaksanakan di Masjid Az Zikra Sentul Bogor, sekaligus doa bersama untuk Almarhum Ust Ameer Azzikra putra alm. KH M Arifin Ilham," katanya kepada wartawan, Senin (29/11/2021). (*)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.