SANCAnews – Proyek Kereta Api Cepat Jakarta – Bandung tengah
menjadi sorotan belakangan ini. Pasalnya pembangunannya bakal memakai Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN).
China sebagai pemenang tender kembali menaikan anggaran
proyek tersebut yang semula USD 6,2 miliar saja, kini menjadi USD 8,6 miliar.
Naik sekitar USD 2,4 miliar,
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu mengatakan
membengkaknya biaya pembangunan Kereta Api Cepat Jakarta – Bandung mengarah ke
infrastruktur komersil.
Said Didu mengungkapkan, infrastruktur komersil ini bahkan
lima kali lebih bahaya dari korupsi langsung.
“Kita harus paham infrastruktur komersil adalah kegiatan komersil dan ini menurut saya sangat serius, jauh lebih serius daripada korupsi langsung. Saya katakan lima kali lebih bahaya infrastruktur komersil mahal daripada korupsi langsung,”katanya di Chanel YouTube MSD, dilansir fajar.co.id, Jumat (15/10/2021).
Menurut Said Didu, korupsi langsung mengambil uang negara
tidak termanfaatkan masuk di kantong pribadi, tetapi infrastruktur minimal ada
lima kerugian negara terjadi dengan infrastruktur yang dimarkup.
“Satu, dia ambil uang negara karena pasti di situ karena mark
up,”jelasnya.
Kedua dianggap membebani negara, karena negara harus mencari
uang untuk membiayai utang jadi tadi uang maka beban rakyat bunga.
Ketiga, bahwa infrastruktur tersebut tarifnya lebih mahal
rakyat akan membayar terus dengan harga yang mahal.
Keempat, maka biaya infrastruktur lain yang sejenis yang
murah nanti akan mengikuti yang mahal dia akan mengikut.
“Umpamanya nanti rel kereta api LRT, maka MRT akan naik,
kemungkinan ongkos ke Bandung naik semua akan menarik naik karena dampak dari
markup,”katanya.
Kelima, bahwa ini menjadi beban jangka dan seluruh
infrastruktur menjadi mahal karena pekerjaan yang salah di awal.
Said Didu menuturkan pentingnya proses tender sebelum memulai
proyek sehingga produk yang dihasilkan tidak mahal dan membebankan rakyat.
Bahkan diatur dalam undang-undang.
“Awalnya ini semua penugasan ke BUMN tetapi tidak ada batasan
maksimum anggaran. Contoh tender jalan tol harus studi kelayakan jumlah
kendaraan yang lewat kemudian dihitung tarif berapa baru ditenderkan dua
variabel yang utama satu berapa tarif dan berapa waktu konsesi yang menang
tarif rendah dan waktu konsesi paling pendek karena jalan tol ini akan kembali
menjadi milik negara kalau konsesinya habis,”katanya.
Bahkan Said Didu menganggap proposal yang diajukan China
adalah proposal tipu-tipu. Nilai yang ditawarkan di awal tidak sesuai dengan
kenyataan di lapangan.
Mulanya, proyek ini diminati oleh Jepang dengan memasukkan
proposal biaya senilai USD 6,2 miliar. Belakangan datang China menyodorkan
proposal dengan biaya lebih rendah hanya USD 5,1 miliar.
Namun, belakangan nilai yang ditawarkan terus naik seiring
berjalannya waktu. Dari USD 5,1 miliar naik menjadi USD 6,2 miliar kemudian
naik lagi menjadi USD 6,8 miliar.
Bahkan sebelumnya, China menyatakan tidak ada jaminan
pemerintah Indonesia dan tidak akan memakai uang dalam negeri.
“Proposal Cina tipu tipu yang harus kita angkat lagi bahwa
awalnya Jepang menyatakan 6,02 miliar biayanya dan menyatakan tidak layak
kemudian datang Cina menyatakan bahwa hanya 5,1 miliar dolar, dinyatakan Cina
yang menang dengan menyatakan tidak ada jaminan pemerintah tidak akan memakai
uang dalam negeri kemudian tau tau naik pada saat dikasi 6,02 Miliar dolar
kemudian 6,8 miliar dan minta jaminan kepada pemerintah sekarang dan minta
APBN,”beber Said Didu.
Said Didu sangat menyayangkan penggunaan APBN dan tingginya
nilai proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung ini. Apalagi kalau menggunakan
uang rakyat Indonesia.
“Saya tidak rela kesalahan dibebankan kepada rakyat, rakyat
harus membayar dengan mahal, rakyat tidak dapat lagi biaya untuk subsidi hanya
karena membayarkan hutang orang itu saya tidak setuju,”tuturnya.
Bahkan Said Didu mengibaratkan perusahaan pemenang tender ini
meminjam uang dari Bank Cina kemudian dijamin pemerintah Indonesia dan
digunakan oleh perusahaan Cina yang ada didalam perusahaan tersebut untuk
menjual alat dan mesinnya.
“Jadi uangnya Cina dipakai oleh orang Cina tetapi akan
dibayar oleh Indonesia,”jelas Said Didu.
Ia kemudian meminta proyek ini lakukan audit, periksa dan
harus tanggung risikonya oleh pihak yang bertanggungjawab
“Saya kasi contoh umpamanya Cina itu periksa kalau memang yah
udah stop aja dulu kan tidak rugi juga, sampai dicari yang lebih murah
lagi,”ujarnya.
“Bayangkan dia bikin risiko, dia yang menikmati tetapi kita
yang menjamin, logikanya di mana sama dengan jalan tol Cilincing itu menurut
saya dari 4 triliun sampai 10 triliun, ini saya semua harus diperiksa semua tol
ini sudah over budget menurut saya over desain semua biaya infrastruktur akan
ditanggung generasi yang kana datang dan kita tidak bisa lagi menghasilkan
infrastruktur yang murah,”lanjutnya.
Dengan Infrastruktur yang mahal, kata Said Didu, ada pihak
yang mengambil uang negara baik BUMN atau langsung untuk keuntungan sendiri.
kemudian dengan infrastruktur yang mahal maka, mereka berutang dengan bunga yang
tinggi maka akan ditanggung lewat pajak untuk membayar itu.
“Kemudian rakyat akan membayar infrastruktur yang mahal
kereta yang mahal, itu rakyat yang nanggung,”pungkasnya. (*)