SANCAnews – Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung
menjadi sorotan publik beberapa hari terakhir. Hal itu lantaran terjadi
pembengkakan biaya dari sebelumnya Rp86,67 triliun (kurs Rp14.280 per dolar
AS) menjadi US$8 miliar atau Rp114,24
triliun.
Bukan cuma itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga dianggap
menyalahi janji dan komitmennya karena mengizinkan anggaran APBN digunakan
untuk pembangunan kereta cepat tersebut.
Padahal, awalnya, Jokowi ingin proyek tersebut tidak memakai
dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Melalui Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2021 tentang
Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan
Bandung, Jokowi memberikan izin dana APBN dipakai untuk mendukung pembangunan
proyek tersebut, seperti dikutip dari CNNIndonesia.
Staf khusus Menteri BUMN Arya Mahendra Sinulingga mengatakan,
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk terganggu cash flow-nya karena pandemi Covid-19.
Lalu, PT Kereta Api Indonesia (KAI) (Persero) juga terganggu
karena pandemi Covid-19. Sebab, KAI mengalami penurunan penumpang. Sehingga
membuat mereka tidak bisa menyetor dananya sesuai dengan apa dipersiapkan
ketika perencanaan tanpa memperhitungkan akan adanya pandemi Covid-19.
Kemudian, pandemi membuat program-program PT Jasa Marga
(Persero) Tbk terhambat. Terlebih, kapasitas tol tidak sama dengan yang
sebelumnya, sehingga membuat Jasa Marga sedikit terhambat untuk menyetor dana.
Demikian juga dengan PT Perkebunan Nusantara VIII.
“Jadi hal-hal inilah yang membuat kondisi mau tidak mau
supaya kereta api cepat tetap dapat berjalan dengan baik, kita harus minta
pemerintah untuk ikut dalam memberikan pendanaan,” ujar Arya kepada wartawan,
Minggu 10 Oktober 2021.
Arya menyebut, pendanaan dari pemerintah untuk kereta api
cepat wajar juga dilakukan di hampir semua negara. Ia menyebut, progres
pembangunan proyek yang telah mencapai hampir 80% perlu didukung dengan adanya
suntikan dana dari pemerintah agar proyek tetap dapat berjalan dengan baik.
“Kita ingin supaya pembangunan tepat waktu,” ujar Arya.
Netizen Singgung
Menteri Jonan
Sejak awal proyek Kereta Cepat Bandung-Jakarta dibangun,
memang banyak dikiritik. Sejumlah pihak proyek tersebut tidak melalui uji
kelayakan dan perencanaannya tidak matang.
Bahkan, Menteri Perhubungan saat itu, Ignasius Jonan disebut
sebut menolak proyek kereta cepat. Dia bahkan tidak hadir saat ground breaking
proyek, dan belum memberikan izin.
Kepada media, pada 2016 silam, Jonan mengaku tidak datang
karena sedang menyelesaikan perjanjian
konsesi kereta cepat. Dia juga masih menyelesaikan izin pembangunan kereta
cepat.
Pernyataan tersebut menunjukkan, izin pembangunan kereta
cepat saat itu belum dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan. Meski hari ini
peresmian proyek sudah dilakukan.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti
Nurbaya mengatakan, izin Amdal untuk proyek kereta sepanjang 142 kilometer (km)
ini sudah dikeluarkan pihaknya.
Jonan mengatakan, dirinya sangat mendukung proyek kereta
cepat yang tidak menggunakan APBN ini.
“Saya senang ada swasta yang membangun kereta api. karena
dengan begitu, dana APBN bisa digunakan untuk membangun sarana transportasi di
luar Jawa,” tegas Jonan.
Dia mengaku mendapatkan undangan peresmian proyek kereta
cepat ini semalam. Namun dia memilih berada di kantor, untuk segera
menyelesaikan perizinan yang harus dikeluarkan.
“Saya sudah bilang ke Bu Rini (Menteri BUMN) untuk tidak
hadir dan di kantor menyelesaikan perizinan tersebut,” jelas Jonan.
Groundbreaking kereta cepat, lanjut Jonan, tetap bisa
dilakukan. Karena hanya memerlukan izin trase dan laporan Amdal saja.
“Namun untuk memulai pembangunan, wajib memiliki izin
pembangunan. Sebagai catatan, izin pembangunan bukanlah izin administratif,
namun merupakan kajian teknis menyangkut keselamatan dan proses prasarana,
sesuai apa yang tercantum di dalam Perpresnya bahwa Kemenhub melakukan evaluasi
dan melakukan pembinaan teknis,” tutur Jonan.
Setelah peristiwa tersebut, Jonan kemudian direshuffle.
Jonan Terbukti Benar
Salah satu simpatisan Jokowi di media sosial, Damar
Wicaksono, mengungkapkan sikap Jonan saat itu terbukti benar.
“Akhirnya, njenengan trbukti benar, tentang kereta cepat
Jkt-Bdg.. Proyek ini tidak feasible
Tidak mungkin tanpa jaminan pemerintah (pake uang APBN, dgn
skema apapun)
(Cina hanya sekedar supaya dapet proyek, bilang, fine2 aja
tanpa jaminan pemerintah. Tak seperti Jepang yang terang2an meminta jaminan
pemerintah)
Proyek terbukti tanpa didasari perencanaan yang baik
(Anggaran membengkak).
Jarak terlalu pendek (150 km), seharusnya Jkt-Smg-Sby, yang
700 km,” tulisnya.
Dia juga mengungkapkan, jika kereta cepat tersebut
beroperasi, kemungkinan tidak mencapai estimasi penumpang.
“Daaan.. Yang SEGERA terbukti (jika sudah beroperasi):
• Optimisme yang berlebihan dari tim Perencana terhadap
estimasi penumpang per hari (200rb pax/hari), padahal Tol Cipularang masih bisa
dilebarkan dan banyak pilihan moda, trmasuk Kereta KAI Reguler
• Proyek akan membebani BUMN2 yang bergabung dlm konsorsium
(Bisa jadi, proyek yg nantinya nampak hanya akan dinikmati
kelas menengah atas, bisa jadi membuat tarif kereta reguler akan naik, untuk
nutup biaya kereta cepat)
Itu semua njenengan sudah prediksi karena pengalaman panjang
sebagai akuntan maupun dirut KAI yang paling menggebrak,” tulisnya.
Sayangnya, kata dia, presiden sudah terlanjur mencopot menteri Jonan pada 2016, pada tahun proyek itu digroundbreaking. (terkini)