SANCAnews – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak
Kekerasan (KontraS) menilai sejumlah anggota kepolisian yang diduga melakukan
intimidasi terhadap seorang pengguna Twitter, menunjukkan sikap anti-kritik.
Sebelumnya, seorang pengguna Twitter dengan akun @fchkautsar
diintimidasi pasca mengkritisi kepolisian. Dalam postingannya, ia meminta agar korps Bhayangkara diganti
dengan satpam salah satu bank swasta.
“Dari reaktifnya anggota kepolisian di media sosial atas keluhan, sindiran, kritikan publik menunjukkan anggota kepolisian tak siap dengan hal itu. Respons institusi mestinya harus dibedakan dengan respons personal,” kata Peneliti KontraS, Rivanlee Anandar saat dihubungi Suara.com, Senin (18/10/2021).
Menurut KontaS, seharusnya kritikan itu dapat dijadikan
sebagai masukan untuk perbaikan kepolisian di Tanah Air. Bukan membalasnya
dengan intimidasi, sehingga semakin menunjukkan sikap tidak profesional.
“Ketika anggota kepolisian merespons secara personal dengan
atribut kelembagaan justru yang terlihat malah tidak profesional ketika harus
mengeluarkan ancaman atau intimidasi nonverbal lainnya. Mestinya dipandang
sebagai bentuk koreksi terhadap bentuk pelayanan, bukan ejekan terhadap
institusi,” ungkap Rivanlee.
Para anggota kepolisian pun diminta agar dapat membedakan
kritikan dengan penghinaan, serta tidak melakukan tindakan yang personal.
“Polri harus memahami bahwa kritik dalam bentuk aksi massa
sampai dengan keluhan/sindiran di media sosial adalah varian kritik yang terus
tumbuh karena generasi serta variabel lain (seperti, teknologi informasi) terus
muncul. Tidak bisa serta merta sepihak subjektif lalu bersikap sewenang-wenang
mengancam dan sebagainya,” kata Rivanlee.
Dikhawatirkan, jika
anggota kepolisian tidak dapat memaham masukan dari publik sebagai bahan koreksi, maka selamanya
kritikan dianggap sebagai ancaman.
“Jika itu tidak dipahami, kritik publik hanya akan terus
dianggap sebagai ancaman semata bukan masukan terhadap institusi Polri. Polri
harus menyesuaikan responsnya dengan perkembangan serta kultur yang
tumbuh. Tidak bisa terus memaksakan
penilaian subjektif karena polisi harus bisa melindungi ekspresi warga negara
yang menjadi bagian dari hak asasi manusia,” ujar Rivanlee.
Diketahui, akun Twitter @fchkautsar menulis kritikannya ke
kepolisian pada Rabu (13/10/2021) lalu.
“Polisi se-Indoensia bisa diganti satpam BCA aja gaksih,” tulisnya yang dikutip Suara.com pada Jumat (15/10/2021).
Pasca tulisan itu, dia mendapat sejumlah pesan yang
dikirimkan secara personal ke akun Instagram miliknya.
Seperti dari akun Instagram Faisal Basril dengan nama
pengguna @fslbsrl yang menuliskan, ‘Kalo laki selesaikan dengan baku hantam.’
Berdasarkan tangkapan layar diunggah @fchkautsar, pengirim
pesan itu diduga seorang anggota korps Bhayangkara, merujuk pada foto profilnya
yang menggunakan seagam polisi.
Selain itu, @fchkautsar juga mendapatkan pesan intimidasi
lainnya, seperti akun @cupsans27, yang
mempertanyakan maksud dari tulisannya itu.
“Lu bikin Tweet apa bro? Mau nyuruh polisi gimana? Mental
aman dek? Berani di medsos aja? Cirian sia nya kalem," tulis akun
tersebut.
Tak berhenti di situ saja akun @cupsans27 juga mengomentari
postingan Fachrial di Instagram miliknya.
"Ini bocah mau diajak smack keknya gaslah," tulis
akun tersebut.
Kemudian dari akun Instagram @handykagunturagnandes yang
mengirimkan pesan, "Maksud kamu apa bawa institusi polri. Kau orang mana?
Kalau ada oknum yang salah, salahkan oknumnya, jangan bawa-bawa institusinya.
Kalau kamuga terima, ga perlu kamu cari saya, saya yg cari kamu!. (*)